Dalam khazanah keilmuan dan praktik keagamaan Islam, terdapat sebuah frasa singkat namun memiliki bobot makna yang sangat besar, yaitu "alaihi salam". Frasa ini, yang secara harfiah berarti "semoga keselamatan/kedamaian menyertainya", adalah bentuk penghormatan, doa, dan pengakuan atas kedudukan mulia para nabi dan rasul Allah SWT. Pengucapannya bukan sekadar tradisi lisan, melainkan sebuah manifestasi kecintaan, ketundukan, dan upaya untuk meneladani akhlak para utusan ilahi yang telah berjuang menegakkan risalah tauhid di muka bumi.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk frasa alaihi salam: dari akar bahasanya, konteks penggunaannya, signifikansinya dalam akidah Islam, hingga bagaimana frasa ini membentuk jembatan spiritual antara umat dengan para pendahulu yang terpilih. Kita akan menyelami kedalaman maknanya, menelusuri hikmah di balik pengucapannya, dan memahami mengapa ia menjadi bagian integral dari identitas keagamaan seorang Muslim yang mendambakan kedamaian dan berkah dari Allah SWT.
Frasa "alaihi salam" (عليه السلام) tersusun dari dua kata utama dalam bahasa Arab:
Dengan demikian, alaihi salam secara harfiah dapat diartikan sebagai "atasnya kedamaian/keselamatan", atau lebih lazim diterjemahkan menjadi "semoga kedamaian menyertainya". Ini adalah doa yang universal, memohonkan keselamatan dan keberkahan dari Allah SWT untuk individu yang disebut, sekaligus sebuah bentuk penghormatan yang sangat tinggi.
Dalam tradisi Islam, frasa alaihi salam secara spesifik digunakan setelah menyebutkan nama-nama para nabi dan rasul Allah SWT, kecuali Nabi Muhammad SAW. Untuk Nabi Muhammad SAW, umat Islam dianjurkan untuk mengucapkan "Shallallahu 'alaihi wa sallam" (صلى الله عليه وسلم), yang berarti "semoga shalawat (rahmat) dan salam (keselamatan) dari Allah senantiasa tercurah kepadanya". Meskipun demikian, konsep dasar doa keselamatan tetap sama. Penggunaan alaihi salam untuk para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW menunjukkan pengakuan akan kemuliaan mereka sebagai utusan Allah yang membawa petunjuk bagi umat manusia.
Penggunaan frasa ini bukan hanya ditemukan dalam teks-teks keagamaan, tetapi juga dalam percakapan sehari-hari, ceramah, penulisan artikel, dan karya ilmiah yang membahas sejarah atau ajaran Islam. Ia adalah penanda rasa hormat dan pengingat akan status agung para nabi.
Para nabi dan rasul adalah manusia pilihan yang Allah SWT utus untuk menyampaikan risalah-Nya. Mereka menghadapi berbagai cobaan dan rintangan dalam menjalankan tugas kenabian mereka, namun tetap teguh dan sabar. Mengucapkan alaihi salam adalah bentuk pengakuan atas jasa besar mereka, keteladanan mereka, dan pengorbanan mereka demi membimbing umat manusia menuju jalan kebenaran. Ini adalah cara umat Islam menyatakan cinta, penghargaan, dan penghormatan setinggi-tingginya kepada mereka.
Penghormatan ini juga selaras dengan ajaran Al-Qur'an yang menyeru umat Muslim untuk tidak membeda-bedakan para rasul. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 285: "Rasul telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): 'Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya'." Mengucapkan alaihi salam kepada setiap nabi adalah salah satu cara mengimplementasikan ayat ini.
Ketika seorang Muslim mengucapkan alaihi salam, ia sedang memohonkan keselamatan dan keberkahan dari Allah SWT bagi nabi yang disebut. Ini adalah doa yang tulus, mengingatkan kita bahwa kedamaian sejati hanya datang dari Allah. Melalui doa ini, seorang Muslim juga berharap agar kedamaian dan keberkahan tersebut turut melimpah kepadanya sendiri, karena berdoa untuk orang lain adalah bentuk kebaikan yang akan kembali kepada pendoa.
Konsep "salam" sendiri adalah inti dari ajaran Islam. Islam berarti "penyerahan diri", dan dari akar kata yang sama juga muncul "salam" yang berarti "kedamaian". Muslim adalah orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan dengan demikian menemukan kedamaian. Memohonkan "salam" bagi para nabi adalah mengafirmasi prinsip fundamental ini. Ini juga merupakan pengakuan bahwa para nabi, meskipun mulia, tetaplah hamba Allah yang membutuhkan rahmat dan salam dari-Nya, sama seperti manusia lainnya.
Penggunaan alaihi salam adalah tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad dalam umat Islam, mengikuti teladan dari generasi Salafus Shalih (generasi terbaik umat). Ini adalah bagian dari adab (etika) Islam dalam berinteraksi dengan nama-nama suci para nabi. Dengan melestarikannya, umat Muslim menjaga kesinambungan tradisi keagamaan yang kaya dan mendalam, yang menghubungkan mereka dengan mata rantai kenabian yang tak terputus dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW.
Pengucapan ini juga merupakan bentuk zikir (mengingat Allah) secara tidak langsung. Karena dengan mengingat nabi, kita teringat akan risalah yang mereka bawa, yang pada akhirnya mengarah kepada pengagungan Allah SWT. Setiap kali kita mengingat seorang nabi dengan alaihi salam, kita juga secara tidak langsung memperbarui iman kita kepada risalah yang mereka sampaikan, serta janji Allah untuk mengutus para pembimbing bagi umat manusia.
Berikut adalah beberapa contoh nabi dan rasul yang namanya selalu diikuti dengan frasa alaihi salam, beserta kisah singkat dan pelajaran dari mereka, yang menjadi pilar-pilar keimanan dan sumber inspirasi abadi bagi umat manusia:
Nabi Adam alaihi salam adalah ciptaan Allah SWT yang istimewa, manusia pertama yang diukir dari tanah dan diberi ruh oleh-Nya. Kisahnya adalah fondasi bagi pemahaman tentang eksistensi manusia, tujuan penciptaan, dan peran sebagai khalifah di muka bumi. Allah mengajarkan Adam semua nama, menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan yang melampaui malaikat, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadanya sebagai bentuk penghormatan atas karunia ilmu tersebut. Namun, iblis menolak perintah ini karena kesombongan, menandai awal mula permusuhan abadi antara manusia dan setan.
Adam dan istrinya, Hawa, pada awalnya ditempatkan di surga, sebuah tempat penuh kedamaian dan kenikmatan. Namun, mereka diuji dengan larangan mendekati sebuah pohon. Iblis, dengan segala tipu dayanya, berhasil menggoda mereka untuk melanggar larangan tersebut. Akibatnya, mereka diturunkan ke bumi, memulai babak baru kehidupan manusia dengan segala tantangan dan dinamikanya. Namun, rahmat Allah tidak pernah terputus; Allah SWT mengajarkan mereka kalimat-kalimat tobat, dan menerima penyesalan tulus mereka. Kisah Nabi Adam alaihi salam mengajarkan kepada kita tentang fitrah manusia yang tidak sempurna dan rentan terhadap kesalahan, tetapi juga menunjukkan bahwa pintu tobat dan pengampunan Allah selalu terbuka luas bagi hamba-Nya yang kembali dengan tulus. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Adam adalah mengakui permulaan umat manusia dan pelajaran universal tentang tobat, pengampunan, serta bahaya kesombongan iblis. Ia adalah nabi pertama yang menerima petunjuk langsung dari Allah, meletakkan dasar bagi risalah kenabian selanjutnya.
Kehadiran Adam alaihi salam di bumi menandai dimulainya peradaban manusia, dengan segala tanggung jawab dan amanahnya sebagai khalifah. Setiap langkah dan keputusan yang diambilnya memberikan pelajaran berharga bagi seluruh keturunannya, menekankan pentingnya ketaatan dan kesadaran akan hakikat diri sebagai hamba Allah.
Nabi Nuh alaihi salam adalah salah satu rasul ulul azmi, yang diutus kepada kaumnya yang telah lama terjerumus dalam kesyirikan dan penyembahan berhala. Selama berabad-abad—sebagian riwayat menyebutkan 950 tahun—Nabi Nuh alaihi salam berdakwah dengan gigih, tak kenal lelah, siang dan malam, secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, menyeru kaumnya untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan kesesatan mereka. Namun, dakwahnya hanya disambut dengan ejekan, cemoohan, dan penolakan keras dari mayoritas kaumnya yang sombong dan bebal, bahkan dari istri dan salah satu anaknya sendiri yang memilih untuk ingkar.
Setelah sekian lama berdakwah tanpa hasil yang signifikan, Nabi Nuh alaihi salam memohon kepada Allah SWT untuk menjatuhkan hukuman kepada kaumnya yang telah melampaui batas. Allah kemudian memerintahkannya untuk membangun sebuah bahtera besar. Kaumnya semakin menertawakan dan menghina karena ia membangun kapal di daratan yang jauh dari air, namun Nabi Nuh alaihi salam tetap taat dan sabar melaksanakan perintah Allah. Ketika bahtera selesai, Allah mengirimkan banjir besar yang dahsyat yang menenggelamkan seluruh bumi, kecuali Nabi Nuh alaihi salam dan pengikutnya yang beriman beserta seluruh pasangan hewan yang mereka bawa di dalam bahtera.
Kisah Nabi Nuh alaihi salam adalah simbol kesabaran luar biasa dalam berdakwah, keteguhan iman yang tak tergoyahkan, dan ketaatan mutlak kepada perintah Allah SWT meskipun di tengah ejekan, fitnah, dan pengucilan sosial. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Nuh adalah mengingat ketabahannya, pengorbanannya yang tiada henti, dan pelajaran mendalam tentang konsekuensi mendustakan kebenaran serta pentingnya kepatuhan terhadap perintah ilahi yang seringkali melampaui logika manusia. Dakwahnya yang tak kenal lelah, meskipun hanya sedikit yang beriman, menunjukkan urgensi untuk terus menyampaikan kebenaran tanpa menyerah. Kisah banjir besar ini juga menjadi tanda kekuasaan Allah dan janji-Nya untuk menyelamatkan hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
Nabi Ibrahim alaihi salam adalah sosok sentral dalam sejarah kenabian dan dihormati oleh tiga agama samawi (Islam, Kristen, Yahudi), dijuluki sebagai Khalilullah (Kekasih Allah). Kisahnya penuh dengan ujian keimanan yang luar biasa dan perjuangan menegakkan tauhid. Ia lahir dan tumbuh di tengah masyarakat penyembah berhala, bahkan ayahnya sendiri, Azar, adalah pembuat dan penyembah patung. Sejak kecil, Ibrahim alaihi salam mempertanyakan keyakinan kaumnya yang sesat dan mencari Tuhan yang hakiki, hingga ia menemukan Allah SWT melalui refleksi atas alam semesta.
Dengan berani, ia berdakwah kepada kaumnya untuk meninggalkan penyembahan berhala, bahkan menghancurkan patung-patung mereka kecuali yang terbesar, untuk menunjukkan kebodohan dan ketidakberdayaan berhala-berhala tersebut. Akibat perbuatannya, ia dihukum dengan dilemparkan ke dalam api yang menyala-nyala oleh Raja Namrudz. Namun, dengan mukjizat Allah, api itu menjadi dingin dan tidak membahayakan Ibrahim alaihi salam, menunjukkan perlindungan Allah yang sempurna bagi hamba-Nya yang tulus.
Ujian lain yang dihadapi Ibrahim alaihi salam adalah perintah Allah untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail alaihi salam, yang ia dapatkan di usia senja setelah penantian panjang. Dengan ketaatan mutlak dan keikhlasan hati, Ibrahim alaihi salam bersedia melaksanakannya, dan Ismail pun menunjukkan ketundukan yang sama. Pada detik-detik terakhir pelaksanaan kurban, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba besar, sebagai tanda penerimaan kurban mereka dan untuk menunjukkan bahwa ujian itu adalah tentang ketaatan hati dan kesiapan berkorban demi Allah, bukan pertumpahan darah. Nabi Ibrahim alaihi salam juga diperintahkan untuk membangun Ka'bah di Makkah bersama putranya Ismail alaihi salam, sebuah bangunan suci yang menjadi kiblat umat Islam sedunia.
Kisah-kisah ini menegaskan keimanan yang tak tergoyahkan, ketaatan total, dan tawakal penuh kepada Allah SWT. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Ibrahim adalah menghormati keteguhan imannya, pengorbanannya yang agung, dan perannya sebagai teladan monoteisme yang menjadi fondasi keimanan bagi miliaran manusia. Perannya sebagai "Bapak Para Nabi" sangat fundamental, karena dari keturunannya lahir banyak nabi-nabi besar lainnya, termasuk Musa alaihi salam, Isa alaihi salam, dan Muhammad SAW. Setiap ibadah haji dan kurban yang dilakukan umat Muslim adalah refleksi dan penghormatan terhadap jejak kenabian Ibrahim alaihi salam dan keluarganya, sebuah warisan abadi tentang ketundukan dan pengorbanan.
Nabi Luth alaihi salam adalah keponakan Nabi Ibrahim alaihi salam dan diutus oleh Allah SWT kepada kaumnya yang dikenal dengan kota Sodom. Kaum Luth adalah kaum yang melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh umat sebelumnya: homoseksualitas secara terang-terangan, disertai dengan kejahatan lainnya seperti merampok dan menipu. Nabi Luth alaihi salam menyeru mereka untuk meninggalkan perbuatan mungkar tersebut, kembali kepada fitrah manusia yang suci, dan menyembah Allah SWT. Namun, kaumnya menolak dengan angkuh dan sombong, bahkan mengancam Luth alaihi salam dan keluarganya untuk diusir dari kota.
Ketika kesesatan kaum Luth mencapai puncaknya dan mereka menolak segala seruan kebaikan, malaikat datang kepada Nabi Luth alaihi salam dengan membawa kabar kehancuran kaumnya dan meminta Luth alaihi salam untuk pergi bersama keluarganya (kecuali istrinya yang ingkar) di malam hari tanpa menoleh ke belakang. Allah kemudian menimpakan azab yang pedih; Ia membalikkan kota-kota kaum Luth, menuruni hujan batu dari langit sebagai azab yang setimpal. Hanya Nabi Luth alaihi salam dan putri-putrinya yang beriman yang selamat, sementara istrinya yang tidak beriman ikut binasa dalam azab tersebut.
Kisah Nabi Luth alaihi salam adalah peringatan keras tentang konsekuensi kemaksiatan dan penolakan terhadap ajaran Allah, serta keteguhan seorang nabi dalam menyampaikan kebenaran meskipun harus menghadapi lingkungan yang sangat bejat dan penolakan yang ekstrem. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Luth adalah menghargai keberaniannya dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, serta mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kesucian, fitrah manusia, dan menjauhi segala bentuk penyimpangan moral. Pelajarannya relevan sepanjang masa, menyeru umat manusia untuk menjauhi segala bentuk kejahatan dan penyimpangan moral yang dapat mengundang murka Allah SWT. Keteguhan Luth alaihi salam dalam berdakwah sendirian di tengah kaum yang begitu menyimpang adalah teladan keberanian, kesabaran, dan keikhlasan yang patut dicontoh.
Nabi Yusuf alaihi salam adalah putra Nabi Ya'qub alaihi salam, dikenal karena ketampanannya yang luar biasa dan akhlak mulianya yang terpuji. Kisahnya adalah salah satu kisah terbaik dalam Al-Qur'an (Surah Yusuf), penuh dengan intrik, pengkhianatan, kesabaran yang mendalam, dan hikmah ilahi yang luar biasa. Kisahnya dimulai dengan mimpi yang ia ceritakan kepada ayahnya, yang kemudian memicu rasa iri hati yang mendalam pada saudara-saudaranya.
Ia dibuang oleh saudara-saudaranya sendiri ke dasar sumur karena rasa iri, kemudian ditemukan oleh kafilah dan dijual sebagai budak di Mesir. Di sana, ia menghadapi godaan berat dari istri pembesar Mesir, Zulaikha, yang terpesona oleh ketampanannya. Namun, Yusuf alaihi salam tetap teguh menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, memilih untuk dipenjara daripada berbuat dosa dan mengkhianati amanah. Di dalam penjara, ia menunjukkan kemampuan menafsirkan mimpi dan berdakwah kepada tahanan lainnya dengan kebijaksanaan. Akhirnya, pengetahuannya yang akurat tentang tafsir mimpi membawanya keluar dari penjara dan diangkat menjadi bendahara kerajaan Mesir, posisi yang sangat strategis dalam pemerintahan.
Melalui kebijaksanaan dan kepiawaiannya dalam mengatur perekonomian, Yusuf alaihi salam berhasil menyelamatkan Mesir dari krisis kelaparan hebat yang melanda negeri itu selama tujuh tahun. Pada akhirnya, ia bertemu kembali dengan ayah dan saudara-saudaranya, dan dengan kebesaran hati yang luar biasa, ia memaafkan mereka atas perbuatan jahat di masa lalu, menunjukkan puncak kemuliaan akhlak. Kisah Nabi Yusuf alaihi salam mengajarkan tentang kesabaran yang tiada batas dalam menghadapi ujian, keimanan yang teguh di tengah cobaan, menjaga kehormatan diri dari godaan, dan kebesaran hati untuk memaafkan. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Yusuf adalah menghormati keindahan akhlaknya, ketabahannya yang mengagumkan, dan kebijaksanaannya dalam menghadapi takdir Allah yang penuh misteri.
Surah Yusuf adalah bukti nyata bahwa Allah SWT adalah sebaik-baik perencana. Dari sebuah pengkhianatan dan kejatuhan yang menyakitkan, Allah mengangkat Yusuf alaihi salam menjadi seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, menyatukan kembali keluarganya, dan membuktikan kesempurnaan takdir-Nya yang selalu mengandung hikmah. Kisahnya juga menyoroti pentingnya keimanan dan ketakwaan dalam menghadapi godaan duniawi, serta janji Allah untuk mengangkat derajat hamba-Nya yang bersabar.
Nabi Musa alaihi salam adalah salah satu rasul ulul azmi yang paling sering disebut dalam Al-Qur'an, dijuluki Kalimullah (yang diajak bicara langsung oleh Allah). Ia lahir di Mesir pada masa Firaun yang kejam dan tirani, yang memerintahkan pembunuhan setiap bayi laki-laki Bani Israil karena takut kekuasaannya terancam. Namun, Allah SWT melindunginya sejak lahir hingga ia tumbuh besar di istana Firaun sendiri, sebuah ironi takdir yang menakjubkan. Setelah membela seorang Bani Israil dan tidak sengaja membunuh seorang Mesir, Musa alaihi salam melarikan diri ke Madyan untuk menghindari hukuman.
Di Madyan, ia bertemu dengan Nabi Syuaib alaihi salam dan menikahi salah satu putrinya, hidup sebagai penggembala selama bertahun-tahun. Dalam perjalanannya kembali ke Mesir bersama keluarganya, ia menerima wahyu kenabian di lembah Thur, dan diperintahkan untuk kembali kepada Firaun untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan dan menyeru Firaun untuk beriman kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Pertarungan antara Nabi Musa alaihi salam dan Firaun adalah epik dan penuh pelajaran. Musa alaihi salam didukung dengan berbagai mukjizat dari Allah, seperti tongkatnya yang berubah menjadi ular besar dan tangan yang bersinar terang. Meskipun demikian, Firaun tetap sombong, angkuh, dan menolak beriman, bahkan mengejar Nabi Musa alaihi salam dan Bani Israil saat mereka melarikan diri. Akhirnya, Allah menenggelamkan Firaun dan pasukannya di Laut Merah saat Nabi Musa alaihi salam dan Bani Israil menyeberang dengan izin Allah, sebuah mukjizat yang membelah lautan.
Setelah itu, Nabi Musa alaihi salam memimpin Bani Israil selama bertahun-tahun di padang Tih, memberikan mereka Taurat sebagai pedoman hidup, menghadapi berbagai tantangan dan pembangkangan dari kaumnya sendiri yang seringkali tidak bersyukur. Kisah Nabi Musa alaihi salam mengajarkan tentang perjuangan melawan kezaliman dan tirani, kepemimpinan yang tegas dan visioner, mukjizat ilahi yang menguatkan iman, dan pentingnya syariat dalam membimbing umat menuju kebenaran. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Musa adalah menghormati keberaniannya yang tak tergoyahkan, ketabahannya dalam menghadapi cobaan, dan perannya yang monumental dalam sejarah kenabian sebagai pembebas Bani Israil dan penerima Taurat.
Perjalanannya dengan kaum Bani Israil, dari Mesir hingga tanah yang dijanjikan, penuh dengan liku-liku pelajaran tentang kesabaran, kepemimpinan yang tegas, dan pentingnya menjaga perjanjian dengan Allah. Kisahnya terus relevan sebagai sumber inspirasi bagi mereka yang berjuang melawan tirani dan menegakkan keadilan di muka bumi.
Nabi Dawud alaihi salam adalah seorang nabi sekaligus raja bagi Bani Israil, sebuah kombinasi kekuasaan spiritual dan temporal yang jarang terjadi. Ia terkenal karena keberaniannya sejak muda, saat ia mengalahkan Jalut (Goliath) yang perkasa, seorang pemimpin pasukan musuh yang menakutkan, dengan hanya sebuah umban dan batu. Kemenangan yang tampaknya mustahil ini membuktikan kekuatan iman dan pertolongan Allah bagi hamba-Nya yang tulus. Allah kemudian menganugerahkan kepadanya kerajaan, hikmah, dan ilmu yang luas, serta menjadikannya seorang nabi dan rasul.
Nabi Dawud alaihi salam memiliki mukjizat yang menakjubkan: ia bisa melunakkan besi hanya dengan tangannya, sehingga ia bisa membuat baju besi yang sangat baik dan kuat untuk peperangan, memberikan perlindungan yang efektif bagi pasukannya. Ia juga dianugerahi suara yang sangat indah dan merdu saat membaca Zabur, kitab suci yang diturunkan kepadanya. Keindahan suaranya begitu memukau hingga gunung-gunung dan burung-burung ikut bertasbih bersamanya, sebuah gambaran keharmonisan alam semesta dalam memuji Penciptanya. Allah SWT menjadikannya hakim yang adil, dan ia menyelesaikan perselisihan di antara kaumnya dengan kebijaksanaan yang luar biasa, membedakan kebenaran dari kebatilan.
Kisah Nabi Dawud alaihi salam mengajarkan tentang kekuatan iman yang mengalahkan segala rintangan, pentingnya keadilan dalam kepemimpinan dan pemerintahan, serta keindahan zikir dan ibadah kepada Allah SWT. Ia adalah contoh sempurna bagaimana kekuasaan duniawi dapat dijalankan dengan ketakwaan dan keadilan yang hakiki. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Dawud adalah menghormati kekuatan imannya yang menginspirasi, kebijaksanaannya dalam memimpin, dan karunia luar biasa yang Allah berikan kepadanya. Kehidupannya adalah contoh sempurna bagaimana kekuasaan duniawi dapat dijalankan dengan ketakwaan dan keadilan, menjadi panutan bagi para pemimpin di setiap zaman. Ia adalah seorang pejuang, seorang raja, seorang nabi, dan seorang hamba yang sangat taat, memohon ampun dan bertasbih kepada Allah dalam setiap kesempatan. Ibadah puasa Dawud yang populer, berpuasa selang sehari, adalah warisan dari ketekunan ibadahnya yang luar biasa dan menjadi sunnah yang dicontoh oleh umat Islam.
Nabi Sulaiman alaihi salam adalah putra Nabi Dawud alaihi salam. Ia mewarisi kerajaan dan kenabian dari ayahnya, dan Allah SWT menganugerahkan kepadanya kekuasaan yang luar biasa, tidak pernah diberikan kepada siapa pun setelahnya. Ia mampu berbicara dan memahami bahasa binatang, mengendalikan angin yang berhembus atas perintahnya, dan memimpin pasukan yang terdiri dari manusia, jin, dan burung, sebuah kekuatan yang meliputi seluruh makhluk ciptaan Allah.
Kisah paling terkenal adalah pertemuannya dengan Ratu Balqis dari negeri Saba'. Dengan kebijaksanaan dan strategi yang cerdik, Sulaiman alaihi salam berhasil mengajak Ratu Balqis dan kaumnya untuk beriman kepada Allah SWT, tanpa melalui peperangan, melainkan dengan demonstrasi kekuasaan dan hikmah ilahi. Ia juga memiliki istana yang megah dan menakjubkan, dibangun oleh jin-jin atas perintahnya, termasuk singgasana Balqis yang dipindahkan dalam sekejap mata dari Saba' ke Yerusalem sebelum Ratu Balqis tiba.
Meskipun memiliki kekuasaan dan kemewahan yang tak tertandingi di dunia, Nabi Sulaiman alaihi salam tetap seorang hamba yang tawadhu' (rendah hati) dan bersyukur kepada Allah SWT. Ia selalu menyadari bahwa semua itu adalah karunia semata dari Rabb-nya dan ia tidak pernah sekalipun terlenakan oleh kemewahan dunia. Kisahnya mengajarkan tentang pentingnya bersyukur atas setiap nikmat yang diberikan Allah, menggunakan kekuasaan untuk menegakkan keadilan dan tauhid, serta bahaya kesombongan dan keangkuhan yang dapat meruntuhkan segalanya. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Sulaiman adalah menghormati kekuasaannya yang agung, kebijaksanaannya dalam memimpin, dan keteladanannya dalam bersyukur dan bertawakal. Doanya yang terkenal, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak akan dimiliki oleh seorang pun setelahku," menunjukkan ambisi yang diiringi dengan kesadaran akan kekuasaan mutlak Allah dan keinginan untuk menggunakan karunia-Nya demi kebaikan. Kisahnya adalah bukti nyata bahwa kekayaan dan kekuasaan tertinggi sekalipun tidak boleh melalaikan seorang hamba dari Tuhannya, melainkan harus digunakan sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya dan menegakkan kebenaran di muka bumi.
Nabi Ayyub alaihi salam adalah nabi yang diuji dengan cobaan yang sangat berat namun tetap menunjukkan kesabaran yang luar biasa, sehingga namanya menjadi sinonim dengan kesabaran. Ia adalah seorang yang kaya raya, memiliki banyak anak dan harta melimpah, serta dikenal sangat taat beribadah dan bersyukur. Namun, Allah SWT mengujinya dengan mencabut semua kenikmatan duniawinya: ia kehilangan semua hartanya secara mendadak, anak-anaknya meninggal dunia satu per satu, dan ia sendiri ditimpa penyakit kulit yang parah dan menjijikkan hingga dijauhi oleh masyarakat sekitar, bahkan teman-temannya.
Selama bertahun-tahun Nabi Ayyub alaihi salam tetap sabar, teguh, dan tidak pernah mengeluh atau putus asa dari rahmat Allah. Istrinya adalah satu-satunya yang setia menemaninya dan merawatnya di tengah penderitaan yang tak berkesudahan. Ketika kondisinya sudah sangat parah dan tidak ada lagi harapan dari manusia, ia akhirnya berdoa kepada Allah, bukan untuk meminta kesembuhan secara langsung atau mengeluhkan penderitaannya, melainkan untuk memohon agar penderitaannya diringankan dengan penuh kerendahan hati: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara para penyayang (QS. Al-Anbiya: 83)." Doanya menunjukkan pengakuan total akan kelemahan diri di hadapan kekuasaan Allah dan keyakinan teguh pada rahmat-Nya.
Allah SWT kemudian mengabulkan doanya. Ia diperintahkan untuk menghentakkan kakinya ke tanah, dan dari sana memancarlah air yang sejuk dan menyegarkan. Nabi Ayyub alaihi salam menggunakan air itu untuk mandi dan minum. Seketika itu pula, ia sembuh total dari penyakitnya, bahkan Allah mengembalikan hartanya dua kali lipat dan memberinya keturunan yang lebih banyak sebagai ganti dari yang telah meninggal. Kisah Nabi Ayyub alaihi salam adalah pelajaran paling agung tentang kesabaran, keteguhan iman di tengah badai cobaan yang paling dahsyat, dan keyakinan teguh pada rahmat dan pertolongan Allah. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Ayyub adalah menghormati ketabahan jiwanya, keteguhan hatinya, dan menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu bersabar, bertawakal, dan berprasangka baik kepada Allah dalam menghadapi ujian hidup, karena setiap kesulitan pasti ada kemudahan setelahnya.
Ketabahannya menjadi tolok ukur bagi setiap Muslim yang diuji dengan penderitaan. Ia mengajarkan bahwa ujian adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan, dan bahwa melalui kesabaran dan tawakal yang sempurna, seorang hamba dapat mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah. Doanya yang sederhana namun penuh keyakinan menjadi inspirasi bagi setiap orang yang sedang berjuang dalam kesulitan.
Nabi Yunus alaihi salam diutus oleh Allah SWT kepada kaum Ninawa yang durhaka, menyeru mereka untuk beriman dan meninggalkan kesesatan. Namun, setelah berdakwah dengan gigih namun kaumnya menolak beriman dan terus dalam kekufuran, Nabi Yunus alaihi salam merasa putus asa dan meninggalkan kaumnya tanpa izin Allah SWT, sebuah tindakan yang dianggap melanggar adab kenabian. Ia naik perahu untuk berlayar, namun di tengah laut terjadi badai hebat yang mengancam akan menenggelamkan kapal. Untuk meringankan beban kapal, dilakukan undian siapa yang harus dilemparkan ke laut, dan nama Yunus alaihi salam keluar tiga kali berturut-turut. Ia pun dilemparkan ke laut, lalu ditelan oleh seekor ikan paus besar atas perintah Allah.
Di dalam perut ikan yang gelap, sempit, dan menakutkan, dalam kegelapan yang berlapis-lapis, Nabi Yunus alaihi salam menyadari kesalahannya. Ia berdoa dengan penuh penyesalan dan pengakuan dosa, sebuah doa yang menjadi sangat terkenal: "La ilaha illa Anta subhanaka inni kuntu minaz-zalimin" (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim). Doa ini mengandung tauhid, tasbih, dan istigfar, yang merupakan inti dari pertobatan. Allah SWT mengabulkan doanya, dan ikan paus memuntahkannya ke daratan dalam keadaan sakit dan lemah. Setelah sembuh dan pulih, ia kembali kepada kaumnya, yang ternyata telah beriman dan bertaubat atas rahmat Allah, setelah melihat tanda-tanda azab yang hampir datang.
Kisah Nabi Yunus alaihi salam ini mengajarkan tentang pentingnya kesabaran dalam berdakwah, tidak putus asa dari rahmat Allah meskipun menghadapi penolakan, dan mengakui kesalahan serta bertaubat dengan tulus. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Yunus adalah menghormati pertobatannya yang tulus, keteguhan imannya bahkan di saat-saat paling gelap, dan pelajaran tentang pentingnya keteguhan dalam dakwah serta konsekuensi dari ketidaksabaran. Doanya dalam perut ikan menjadi salah satu doa yang sangat dianjurkan untuk dibaca dalam kesulitan dan kesusahan, sebagai permohonan pertolongan Allah. Kisahnya menunjukkan bahwa bahkan para nabi pun bisa membuat kesalahan, namun yang terpenting adalah kemauan untuk bertaubat, kembali kepada Allah, dan memperbaiki diri. Allah SWT selalu memberikan kesempatan kedua bagi hamba-Nya yang tulus dan bersedia untuk kembali ke jalan yang benar.
Nabi Isa alaihi salam adalah salah satu rasul ulul azmi, yang kelahirannya sendiri adalah mukjizat besar dari Allah. Ia lahir tanpa ayah dari ibunya Maryam, seorang wanita suci yang dijaga kesuciannya oleh Allah SWT, melalui tiupan ruh dari Allah. Kelahiran ajaib ini merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas. Sejak bayi, Isa alaihi salam telah berbicara untuk membela ibunya dari tuduhan kaumnya, menyatakan dirinya sebagai hamba Allah dan seorang nabi, sebuah mukjizat lain yang luar biasa. Allah SWT memberinya mukjizat-mukjizat yang tak terbayangkan: ia mampu menghidupkan orang mati (dengan izin Allah), menyembuhkan orang sakit seperti penderita kusta dan buta, membuat burung dari tanah liat yang kemudian hidup, dan berbicara sejak bayi. Ia diutus kepada Bani Israil untuk menguatkan ajaran Taurat dan membawa Injil sebagai pedoman hidup.
Kaumnya, khususnya para pemuka Yahudi yang iri dan dengki, menolak kenabiannya dan berusaha membunuhnya. Namun, Allah SWT menyelamatkannya dengan mengangkatnya ke langit, bukan mati disalib seperti yang diyakini sebagian. Umat Islam percaya bahwa Nabi Isa alaihi salam akan turun kembali ke bumi menjelang hari kiamat untuk menegakkan keadilan, memerangi Dajjal, dan memimpin umat Islam sesuai syariat Nabi Muhammad SAW. Kisah Nabi Isa alaihi salam mengajarkan tentang kekuasaan Allah yang tiada batas dalam menciptakan sesuatu, pentingnya keimanan dan menjauhi syirik dengan menuhankan makhluk, serta keajaiban mukjizat yang membuktikan kebenaran para nabi. Mengucapkan alaihi salam kepada Nabi Isa adalah menghormati kelahirannya yang istimewa, mukjizat-mukjizatnya yang agung, dan perannya sebagai tanda kebesaran Allah SWT serta ajaran tauhid. Peran Maryam, ibunda Isa alaihi salam, juga sangat ditekankan dalam Islam sebagai teladan kesucian, ketabahan, dan keimanan yang teguh dalam menghadapi cobaan berat dan fitnah masyarakat. Kisah Isa alaihi salam menggarisbawahi keunikan setiap nabi dan bagaimana Allah menunjukkan kekuasaan-Nya melalui mereka. Ia adalah "Kalimatullah" (Firman Allah) dan "Ruhullah" (Roh dari Allah), menunjukkan kedudukan istimewanya di sisi Allah sebagai hamba dan utusan-Nya.
Setiap ucapan zikir, doa, dan pujian kepada Allah atau para nabi-Nya akan mendatangkan pahala dari Allah SWT. Mengucapkan alaihi salam adalah sebuah bentuk zikir yang sederhana namun penuh makna dan bernilai tinggi. Dengan mengucapkannya, seorang Muslim tidak hanya menghormati nabi yang disebut, tetapi juga secara tidak langsung memuji Allah yang telah memilih dan mengutus nabi tersebut sebagai pembawa risalah kebenaran. Setiap huruf dan setiap frasa baik yang diucapkan dengan niat ikhlas akan dicatat sebagai kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah.
Selain pahala, ucapan ini juga mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang Muslim. Berkah adalah bertambahnya kebaikan dan manfaat dalam segala aspek kehidupan, baik spiritual maupun material. Ketika kita mendoakan kedamaian dan keselamatan bagi para nabi, Allah pun akan melimpahkan kedamaian dan keselamatan tersebut kepada kita, karena Allah akan membalas kebaikan dengan kebaikan yang serupa atau bahkan lebih baik. Ini juga merupakan bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, karena kita sedang mengingat dan mendoakan hamba-hamba pilihan-Nya.
Dengan sering mengucapkan alaihi salam, seorang Muslim akan senantiasa teringat akan perjuangan, ajaran, dan keteladanan para nabi yang mulia. Ini membantu memperkuat ikatan spiritual dan emosional antara umat dengan para utusan Allah. Ikatan ini bukan sekadar ikatan sejarah atau akademik, tetapi ikatan iman yang mendorong seorang Muslim untuk meneladani akhlak mulia, kesabaran, keberanian, dan keteguhan hati para nabi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengingat mereka, kita diingatkan pada esensi ajaran Islam yang mereka bawa.
Mengingat para nabi juga berarti mengingat perjalanan iman, kesabaran, keberanian, dan keteguhan hati mereka dalam menghadapi berbagai cobaan. Ini menjadi motivasi dan inspirasi bagi umat Muslim untuk tetap istiqamah di jalan Allah, terlepas dari berbagai cobaan dan tantangan yang mungkin dihadapi dalam menjalani kehidupan di dunia. Kita merasa terhubung dengan mata rantai kenabian yang agung, yang dimulai dari Adam dan berpuncak pada Muhammad SAW.
Dalam penulisan atau penyebutan nama-nama nabi dalam konteks ilmiah maupun keagamaan, menjaga adab (etika) adalah hal yang fundamental dan sangat penting dalam Islam. Penggunaan alaihi salam adalah bagian dari adab tersebut. Ia menunjukkan rasa hormat yang mendalam kepada sumber ilmu dan petunjuk agama, serta mengakui kedudukan istimewa para nabi sebagai penerima wahyu ilahi. Ini juga membedakan tulisan atau ucapan seorang Muslim yang berpegang teguh pada ajaran agamanya dari mereka yang mungkin tidak memiliki pemahaman atau penghormatan yang sama.
Tidak hanya itu, penggunaan alaihi salam juga menjadi pengingat bagi pembaca atau pendengar akan status kenabian dari individu yang disebut, sehingga mereka tidak memperlakukan nabi tersebut sebagai tokoh sejarah biasa, melainkan sebagai pribadi yang suci, maksum, dan diutus langsung oleh Allah SWT. Ini menjaga kesakralan dan kemuliaan nama-nama mereka.
Pengucapan alaihi salam merupakan praktik yang diwarisi dari generasi ke generasi dalam Islam, mengikuti teladan para ulama dan Salafus Shalih. Meskipun tidak ada ayat Al-Qur'an yang secara eksplisit memerintahkan mengucapkan "alaihi salam" untuk nabi-nabi selain Muhammad SAW dengan lafaz spesifik tersebut, namun prinsip mendoakan dan menghormati para nabi adalah bagian integral dari ajaran Al-Qur'an dan Sunnah. Allah SWT sendiri memuji para nabi dalam Al-Qur'an dan mendoakan keselamatan bagi mereka. Dengan mengikuti praktik ini, umat Muslim berarti mengikuti jejak para ulama dan Salafus Shalih yang telah menjaga tradisi keagamaan ini dengan penuh kehati-hatian dan keikhlasan. Ini adalah bentuk ekspresi keimanan yang konsisten dengan ajaran bahwa semua nabi dan rasul adalah pembawa risalah yang sama, yaitu tauhid. Dengan menghormati satu nabi, kita menghormati semua utusan Allah dan mengokohkan pilar-pilar keimanan kita.
Frasa alaihi salam menyoroti pentingnya kata "salam" dalam Islam. Kata ini bukan hanya sekadar sapaan atau doa, melainkan sebuah konsep fundamental yang merangkumi banyak aspek kehidupan dan ajaran agama, menjadi pilar utama kedamaian dan ketenteraman dalam jiwa seorang Muslim:
Dengan demikian, alaihi salam adalah bagian dari permadani luas konsep "salam" dalam Islam, yang menekankan bahwa tujuan akhir dari ketaatan kepada Allah adalah mencapai kedamaian sejati di dunia dan akhirat, melalui pengakuan dan penghormatan kepada para pembawa risalah kedamaian. Ini menunjukkan betapa sentralnya konsep kedamaian dalam seluruh ajaran Islam.
Frasa "alaihi salam" mungkin tampak sederhana, hanya terdiri dari beberapa kata, namun menyimpan kekayaan makna yang mendalam dan esensial dalam praktik keagamaan Islam. Ia adalah jembatan penghubung yang kokoh antara umat Muslim masa kini dengan sejarah kenabian yang mulia, pengingat akan perjuangan tak kenal lelah para utusan Allah, dan manifestasi cinta serta penghormatan yang tulus dari seorang hamba kepada para kekasih Allah.
Melalui pengucapan alaihi salam, kita tidak hanya sekadar mengikuti tradisi, tetapi juga memperbarui ikrar iman kita kepada semua nabi dan rasul tanpa kecuali, memohon keberkahan dari Allah SWT bagi mereka, dan secara tidak langsung mendidik diri kita sendiri untuk meneladani kesabaran, keteguhan, keberanian, dan akhlak mulia yang mereka tunjukkan dalam setiap episode kehidupan mereka. Ini adalah bentuk pendidikan spiritual yang berkelanjutan, membentuk karakter Muslim yang kokoh.
Semoga dengan memahami makna dan keutamaan di balik frasa agung ini, kita semakin termotivasi untuk senantiasa mengingat para nabi dan rasul Allah alaihi salam, mengambil pelajaran yang tak ternilai dari kisah hidup mereka, dan mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang mereka ajarkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Dengan demikian, kedamaian dan keberkahan yang kita doakan untuk mereka, insya Allah akan turut meliputi kita semua, baik di dunia maupun di akhirat, dan menjadikan kita bagian dari umat yang senantiasa meneladani kebaikan.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, kedamaian, dan keberkahan yang tiada tara kepada seluruh nabi dan rasul-Nya, dari Nabi Adam alaihi salam hingga penutup para nabi, Nabi Muhammad SAW, serta kepada keluarga, para sahabat, dan para pengikut setia mereka yang telah berjuang demi tegaknya kalimat tauhid di muka bumi. Amin Ya Rabbal Alamin.