Pengantar ke Surah Al-Hijr: Cahaya dari Masa Lalu
Al-Qur'an adalah kitab suci yang berisi petunjuk, hukum, kabar gembira, serta peringatan bagi umat manusia. Di antara 114 surah yang terkandung di dalamnya, Surah Al-Hijr menempati posisi ke-15, sebuah surah Makkiyah yang diturunkan di Mekah, pada periode ketika Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya menghadapi penolakan dan penganiayaan yang intens. Nama surah ini, "Al-Hijr," merujuk kepada sebuah daerah pegunungan berbatu di mana kaum Tsamud, salah satu umat terdahulu yang dihancurkan Allah, pernah berdiam. Kisah mereka menjadi inti dari surah ini, berfungsi sebagai peringatan keras bagi para pembangkang di Mekah, dan pada hakikatnya, bagi setiap generasi manusia hingga akhir zaman.
Surah Al-Hijr adalah surah yang kaya akan berbagai tema penting, yang dirajut dengan indah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang keesaan Allah (tauhid), kenabian, dan hari pembalasan. Tema-tema ini tidak hanya relevan bagi kaum musyrikin Mekah pada masa Nabi, tetapi juga memiliki resonansi yang mendalam bagi umat manusia di setiap era. Penekanannya pada kisah umat-umat terdahulu yang binasa akibat pembangkangan mereka terhadap risalah kenabian adalah salah satu cara Al-Qur'an untuk mengingatkan manusia akan konsekuensi dari kesombongan, penolakan kebenaran, dan pelanggaran hukum-hukum Allah.
Membuka dengan penegasan keagungan dan perlindungan Al-Qur'an itu sendiri, surah ini segera beralih untuk menanggapi keraguan dan ejekan kaum musyrikin terhadap kenabian Muhammad ﷺ dan wahyu yang dibawanya. Allah menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang jelas, sumber petunjuk yang tak terbantahkan, dan bahwa Dia sendirilah yang telah menurunkannya dan akan menjaganya dari segala perubahan atau kerusakan. Ini adalah janji ilahi yang memberikan ketenangan bagi orang-orang beriman dan peringatan bagi mereka yang mencoba merendahkan kalam Allah.
Selain kisah kaum Tsamud, Surah Al-Hijr juga menyajikan cuplikan dari kisah para nabi lain, seperti Ibrahim dan Luth, yang semuanya berfungsi untuk mengilustrasikan pola yang berulang dalam sejarah umat manusia: datangnya seorang nabi dengan kebenaran, penolakan oleh sebagian besar kaumnya, dan akhirnya, datangnya azab Allah bagi para penolak. Kisah-kisah ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan sarana untuk menyampaikan pelajaran moral dan spiritual yang mendalam, menekankan pentingnya iman, ketundukan, dan kesabaran dalam menghadapi cobaan.
Surah ini juga secara luas menyingkap tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta—dari penciptaan langit yang dipenuhi bintang-bintang dan planet-planet, bumi yang dihamparkan dengan pegunungan sebagai pasak, angin sebagai pembawa hujan, hingga air hujan yang menyuburkan tanah dan menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan. Semua fenomena alam ini dipaparkan bukan hanya sebagai fakta ilmiah, tetapi sebagai `ayat` (tanda-tanda) yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan, dan keesaan Sang Pencipta. Dengan merenungkan ciptaan-Nya, manusia diajak untuk mengakui keberadaan Allah dan tunduk pada kehendak-Nya.
Dalam konteks yang lebih luas, Surah Al-Hijr mendorong Nabi Muhammad ﷺ untuk tetap tabah dan sabar dalam menyampaikan dakwah, meskipun menghadapi perlawanan yang sengit. Allah memerintahkan beliau untuk tidak terpengaruh oleh ejekan atau tipu daya musuh, melainkan untuk terus berdakwah dengan hikmah dan menyerahkan segala urusan kepada Allah. Ini adalah pesan penguatan bagi setiap dai dan Muslim yang berjuang di jalan kebenaran, mengingatkan bahwa hasil akhir ada di tangan Allah.
Dengan demikian, Surah Al-Hijr adalah sebuah karya ilahi yang multi-dimensi, menawarkan panduan spiritual, pelajaran sejarah, demonstrasi kekuasaan Allah, serta nasihat praktis bagi kehidupan beriman. Mari kita selami lebih dalam setiap aspek dari surah yang agung ini, mengambil hikmah dari setiap ayatnya, dan mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Latar Belakang Sejarah: Kaum Tsamud dan Madain Saleh
Salah satu fokus utama Surah Al-Hijr adalah kisah Kaum Tsamud, sebuah peradaban kuno yang pernah mendiami wilayah yang sekarang dikenal sebagai Madain Saleh atau Al-Ula di Arab Saudi bagian barat laut. Kisah mereka bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah narasi yang sarat dengan pelajaran dan peringatan ilahi, yang relevan hingga hari ini.
Siapakah Kaum Tsamud?
Kaum Tsamud adalah keturunan dari Nuh melalui Sam dan Arfakhasyad, mereka adalah bagian dari ras Arab kuno yang disebutkan dalam beberapa tradisi sejarah. Mereka dikenal karena keahlian mereka yang luar biasa dalam memahat gunung dan bukit-bukit menjadi tempat tinggal, istana, dan makam. Kemampuan arsitektur dan teknik mereka pada masa itu jauh melampaui kemampuan kaum-kaum lain, menunjukkan peradaban yang maju dan sejahtera. Kekuatan dan kemakmuran ini sayangnya membawa mereka kepada kesombongan dan kekufuran. Mereka menyembah berhala, melupakan Allah yang telah menganugerahkan mereka kekayaan dan kekuatan.
Wilayah tempat tinggal mereka, Al-Hijr (atau Hegra dalam sebutan Romawi), adalah sebuah oasis subur di jalur perdagangan kuno antara Yaman dan Syam (Suriah), menjadikannya pusat strategis dan ekonomi. Kehidupan yang makmur ini seharusnya mendorong mereka untuk bersyukur kepada Allah, tetapi sebaliknya, mereka justru semakin larut dalam kesyirikan dan kezaliman.
Kehidupan di Al-Hijr (Madain Saleh)
Madain Saleh, atau "Kota Saleh," adalah nama modern dari Al-Hijr, dinamakan demikian untuk menghormati Nabi Saleh, yang diutus kepada kaum Tsamud. Situs ini kini menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO dan merupakan salah satu situs arkeologi pra-Islam yang paling mengesankan di dunia. Para pengunjung dapat melihat langsung peninggalan-peninggalan kaum Tsamud berupa pahatan-pahatan besar di tebing batu, yang meliputi fasad makam-makam monumental, tempat tinggal, dan kuil-kuil.
Struktur arsitektur mereka menampilkan kombinasi gaya lokal dan pengaruh dari peradaban lain, seperti Nabatea, yang juga terkenal dengan kota batunya di Petra, Yordania. Pahatan-pahatan yang presisi dan detail pada dinding gunung menunjukkan tingkat kemajuan artistik dan teknis yang tinggi. Ini adalah bukti nyata dari ayat Al-Qur'an yang menyebutkan tentang kemampuan mereka memahat gunung sebagai tempat tinggal.
"Dan ingatlah olehmu ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan menempatkan kamu di bumi, kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (QS. Al-A'raf: 74)
Namun, di tengah kemegahan materi ini, spiritualitas mereka merosot. Mereka mulai menyembah patung-patung dan menolak seruan untuk kembali kepada tauhid. Kemakmuran justru menjadi bumerang, mengarahkan mereka kepada keangkuhan dan penolakan kebenaran.
Nabi Saleh AS dan Mukjizat Unta
Melihat kesesatan kaumnya, Allah mengutus salah seorang dari mereka, Nabi Saleh AS, untuk menyeru mereka kembali kepada ajaran tauhid. Nabi Saleh adalah seorang yang terkemuka, jujur, dan bijaksana di antara kaumnya. Beliau datang dengan pesan yang sama dengan para nabi sebelumnya: "Sembahlah Allah, tiada Tuhan bagimu selain Dia."
Namun, kaum Tsamud menolak seruan Nabi Saleh, mereka menuduhnya sebagai penyihir atau orang gila. Mereka meminta bukti konkret atau mukjizat sebagai syarat untuk beriman. Dengan kesombongan, mereka meminta agar Nabi Saleh mengeluarkan seekor unta betina dari batu karang, dengan ciri-ciri tertentu yang mustahil. Mereka menantang Nabi Saleh, berpikir bahwa itu adalah permintaan yang tidak mungkin terpenuhi.
Atas izin Allah, Nabi Saleh memohon dan mukjizat itu pun terjadi. Dari sebuah batu besar, keluarlah seekor unta betina yang sangat istimewa, lengkap dengan semua ciri yang mereka minta. Unta itu sangat besar, hamil, dan mampu menghasilkan susu yang melimpah ruah, cukup untuk diminum seluruh kaum. Mukjizat ini seharusnya menjadi bukti yang tak terbantahkan akan kebenaran risalah Nabi Saleh dan kekuasaan Allah.
Allah memberikan instruksi khusus terkait unta tersebut: unta itu harus diberi minum dari sumber air kaum Tsamud secara bergantian, sehari untuk unta dan sehari untuk mereka. Ini adalah ujian bagi kesabaran dan ketaatan mereka. Allah juga melarang mereka untuk menyakiti atau mengganggu unta itu, karena jika mereka melakukannya, azab yang pedih akan menimpa mereka.
Pembangkangan dan Kehancuran
Meskipun melihat mukjizat yang luar biasa, mayoritas kaum Tsamud tetap ingkar dan menolak. Bahkan, mereka merasa terganggu dengan keberadaan unta tersebut, yang dianggap mengurangi pasokan air mereka dan mengganggu ternak mereka. Sekelompok kecil beriman kepada Nabi Saleh, namun mayoritas tetap dalam kekufuran dan merencanakan kejahatan.
Sembilan orang pemimpin kaum yang sombong, yang disebut dalam Al-Qur'an sebagai "sembilan kelompok yang berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan," bersekongkol untuk membunuh unta mukjizat itu. Meskipun telah diperingatkan berulang kali oleh Nabi Saleh akan konsekuensi dari perbuatan mereka, mereka tetap melaksanakan niat jahat tersebut. Unta itu disembelih, dan darahnya tumpah di tanah Al-Hijr.
Setelah pembunuhan unta itu, Nabi Saleh mengumumkan bahwa azab Allah akan datang kepada mereka dalam waktu tiga hari. Wajah mereka akan berubah warna: hari pertama menjadi kuning, hari kedua menjadi merah, dan hari ketiga menjadi hitam. Peringatan ini justru semakin membuat mereka marah dan semakin merencanakan untuk membunuh Nabi Saleh dan keluarganya.
Namun, Allah melindungi Nabi Saleh dan orang-orang yang beriman. Pada hari keempat, azab Allah datang dengan sangat dahsyat. Sebuah gempa bumi yang dahsyat mengguncang mereka, disertai suara geledek yang memekakkan telinga (disebut sebagai 'saihah' atau 'rajifah' dalam Al-Qur'an). Suara itu begitu keras hingga memecah jantung mereka, membuat mereka mati bergelimpangan di rumah-rumah mereka, seolah-olah mereka tidak pernah hidup di sana. Al-Qur'an menggambarkan mereka sebagai "berlutut dengan wajah tersungkur" di tempat tinggal mereka.
"Maka mereka mendustakan Saleh, lalu mereka sembelih unta itu, maka mereka dibinasakan oleh gempa yang dahsyat, lalu jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka." (QS. Al-A'raf: 78)
Seluruh kaum Tsamud yang durhaka, beserta kemegahan arsitektur mereka, musnah dalam sekejap. Hanya tinggal sisa-sisa reruntuhan dan pahatan di batu yang menjadi saksi bisu keangkuhan dan kehancuran mereka, sebagai pelajaran bagi umat manusia yang datang sesudahnya.
Peninggalan Arkeologi Hari Ini
Kini, Madain Saleh (Al-Hijr) berdiri sebagai museum terbuka yang sunyi, dengan makam-makam batu yang megah dan terukir indah, menjadi bukti fisik dari kisah Al-Qur'an. Situs ini seringkali dikunjungi oleh para peneliti, arkeolog, dan wisatawan yang ingin menyaksikan sisa-sisa peradaban yang perkasa namun binasa akibat kesombongan. Peninggalan ini secara jelas menunjukkan kebenaran narasi Al-Qur'an dan berfungsi sebagai pengingat abadi akan konsekuensi dari menolak kebenaran ilahi.
Bahkan Nabi Muhammad ﷺ, ketika melewati reruntuhan Madain Saleh dalam perjalanan ke Tabuk, memperingatkan para sahabatnya untuk tidak masuk ke tempat itu kecuali dengan menangis, mengingatkan akan azab yang menimpa penduduknya. Ini menunjukkan betapa seriusnya pelajaran dari kisah Kaum Tsamud, yang harus diambil dengan kerendahan hati dan rasa takut kepada Allah.
Analisis Mendalam Ayat-Ayat Surah Al-Hijr: Pesan Universal
Surah Al-Hijr adalah permadani narasi dan pengajaran ilahi yang ditenun dengan cermat. Setiap kelompok ayat menyajikan hikmah yang mendalam, baik dalam bentuk penegasan prinsip-prinsip iman, kisah-kisah peringatan, maupun tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Mari kita selami lebih dalam pesan-pesan yang terkandung di setiap bagian penting surah ini.
Ayat 1-3: Pembukaan dan Keagungan Al-Qur'an
Surah ini dibuka dengan huruf-huruf muqatta'ah, "Alif Lam Ra," diikuti dengan penegasan fundamental:
"Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) dan (ayat-ayat Kitab yang memberi) penjelasan yang nyata." (QS. Al-Hijr: 1)
Ayat ini segera mengarahkan perhatian pada Al-Qur'an sebagai sumber kebenaran dan penjelasan yang tak terbantahkan. Kata "mubin" (penjelasan yang nyata) menekankan bahwa Al-Qur'an bukanlah teka-teki, melainkan panduan yang jelas, lugas, dan mudah dipahami bagi mereka yang mau merenunginya.
"Boleh jadi orang-orang kafir itu nanti menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang Muslim." (QS. Al-Hijr: 2)
Ayat kedua ini adalah pandangan ke masa depan, sebuah prolepsi atau pandangan ke Hari Kiamat. Ini adalah peringatan bagi orang-orang kafir di Mekah—dan juga bagi setiap orang yang menolak kebenaran—bahwa akan tiba saatnya mereka menyesali kekafiran mereka. Di akhirat, ketika kebenaran telah terungkap sepenuhnya dan azab telah di depan mata, mereka akan berharap seandainya mereka dahulu termasuk golongan Muslim, yaitu orang-orang yang berserah diri kepada Allah. Ini adalah gambaran penyesalan yang mendalam, di mana waktu untuk beriman telah habis. Ayat ini juga bisa diartikan sebagai cerminan keraguan yang tersembunyi dalam hati sebagian kaum musyrikin itu sendiri, yang jauh di lubuk hati sebenarnya tahu kebenaran risalah Nabi Muhammad ﷺ.
"Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (QS. Al-Hijr: 3)
Ayat ketiga adalah sebuah teguran keras dan sekaligus janji akan keadilan ilahi. Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk membiarkan mereka dalam kesesatan mereka, menikmati hidup duniawi dan terbuai oleh angan-angan palsu yang melenakan mereka dari tujuan hidup yang sebenarnya. Ini bukanlah izin untuk berbuat dosa, melainkan sebuah pernyataan bahwa Allah memberi mereka waktu dan kesempatan, tetapi konsekuensi dari pilihan mereka pasti akan tiba. "Kelak mereka akan mengetahui" adalah ancaman yang tersirat, merujuk pada azab di dunia maupun di akhirat. Pesan ini relevan bagi siapa saja yang terlalu terpaku pada kenikmatan duniawi hingga melupakan akhirat dan tujuan penciptaan mereka.
Ayat 4-15: Ejekan dan Janji Azab
Bagian ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun umat yang dihancurkan melainkan dengan ketetapan dan waktu yang telah ditentukan Allah. Allah memiliki kuasa penuh atas segalanya.
"Tidaklah Kami membinasakan suatu negeri, melainkan sudah ada waktu yang ditetapkan baginya." (QS. Al-Hijr: 4)
"Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengakhirinya." (QS. Al-Hijr: 5)
Ayat-ayat ini menyoroti konsep ketetapan Allah (qada dan qadar) dalam kehancuran umat-umat terdahulu. Tidak ada kaum yang dibinasakan sebelum waktunya tiba, dan tidak ada yang dapat menundanya. Ini menunjukkan bahwa azab Allah datang dengan jadwal yang pasti dan berdasarkan kebijaksanaan-Nya yang mutlak. Pesan ini berfungsi sebagai penghiburan bagi Nabi ﷺ bahwa musuh-musuh beliau juga akan menghadapi nasib serupa jika mereka terus dalam kekafiran.
Kemudian, surah ini kembali ke ejekan kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad ﷺ:"Mereka berkata: 'Hai orang yang diturunkan Al-Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang gila.'" (QS. Al-Hijr: 6)
"Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar?" (QS. Al-Hijr: 7)
Ejekan "orang gila" adalah tuduhan standar yang dilontarkan kepada para nabi. Permintaan untuk "mendatangkan malaikat" adalah bentuk kesombongan dan permintaan mukjizat yang tidak beralasan, karena mereka sebenarnya tidak berniat beriman. Allah menjawab permintaan mereka:
"Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan kebenaran (untuk membawa azab), dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh." (QS. Al-Hijr: 8)
Ini adalah jawaban tegas bahwa malaikat hanya turun dengan perintah Allah, seringkali untuk membawa azab atau keputusan akhir, dan ketika itu terjadi, tidak ada lagi penundaan. Ini menggarisbawahi keseriusan permintaan mereka dan konsekuensinya.
Ayat selanjutnya adalah salah satu ayat paling penting dalam Al-Qur'an tentang perlindungan wahyu:"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9)
Ini adalah janji ilahi yang tidak bisa dibantah. Allah sendiri yang menjamin keaslian dan kemurnian Al-Qur'an dari segala bentuk distorsi, penambahan, pengurangan, atau perubahan. Janji ini memberikan ketenangan bagi umat Islam sepanjang masa, bahwa Kitabullah akan selalu terjaga keasliannya sebagai petunjuk bagi seluruh alam.
Ayat-ayat berikutnya (10-15) kembali menekankan bahwa ejekan dan penolakan terhadap para rasul bukanlah hal baru. Ini telah terjadi pada umat-umat sebelum Nabi Muhammad ﷺ."Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu kepada umat-umat yang terdahulu. Dan tidaklah seorang rasul pun datang kepada mereka, melainkan mereka selalu memperolok-oloknya." (QS. Al-Hijr: 10-11)
Ini adalah pengingat bagi Nabi ﷺ agar tidak putus asa; pengalaman beliau adalah bagian dari pola sejarah yang telah ditetapkan. Mereka yang memperolok-olok akhirnya akan menghadapi konsekuensi.
Ayat-ayat ini juga menyebutkan bahwa Allah memasukkan kekafiran itu ke dalam hati orang-orang yang menentang, sehingga mereka tidak bisa melihat kebenaran meskipun tanda-tanda ada di depan mata. Mereka seolah-olah buta dan tuli terhadap kebenaran, bahkan jika Allah membuka pintu langit untuk mereka naik, mereka tetap akan menganggapnya sebagai tipuan atau sihir.Ayat 16-25: Kekuasaan Allah dalam Penciptaan
Bagian ini mengajak manusia untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, yang merupakan bukti nyata keesaan dan kekuasaan-Nya. Ini adalah transisi dari perdebatan dengan kaum kafir ke demonstrasi langsung kekuatan Allah.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang di langit dan Kami telah menghiasinya bagi orang-orang yang memandang(nya)." (QS. Al-Hijr: 16)
Langit yang luas, dengan galaksi, bintang, dan planet yang tak terhitung jumlahnya, adalah sebuah keajaiban yang menakjubkan. Allah menciptakan dan menghiasinya bukan hanya untuk keindahan visual, tetapi sebagai tanda-tanda yang dapat direnungkan oleh orang-orang yang menggunakan akal dan mata hati mereka. Bintang-bintang ini juga berfungsi sebagai penunjuk arah bagi pelayar dan penjelajah.
Ayat-ayat selanjutnya juga menjelaskan tentang penjagaan langit dari gangguan setan:"Dan Kami menjaganya dari setiap setan yang terkutuk, kecuali setan yang mencuri-dengar (pembicaraan malaikat) lalu dikejar oleh kilatan api yang terang." (QS. Al-Hijr: 17-18)
Ini merujuk pada konsep bahwa langit dijaga dari upaya setan untuk menguping informasi dari alam gaib. Bintang-bintang yang berjatuhan (meteor) sering ditafsirkan sebagai "panah api" yang mengejar setan-setan yang mencoba mencuri dengar. Ini menunjukkan keteraturan dan perlindungan ilahi yang sempurna atas alam semesta.
Kemudian perhatian beralih ke bumi dan segala isinya:"Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran." (QS. Al-Hijr: 19)
"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang bukan kamu sendiri yang memberi rezeki kepadanya." (QS. Al-Hijr: 20)
Allah membentangkan bumi dan menancapkan gunung-gunung sebagai pasak agar bumi stabil. Segala sesuatu di bumi, dari tumbuhan hingga hewan, tumbuh dan berkembang dalam ukuran dan keseimbangan yang sempurna. Manusia diberi rezeki dan kebutuhan hidup, dan ada makhluk lain yang juga dijamin rezekinya oleh Allah, menegaskan bahwa Dialah satu-satunya Pemberi Rezeki (Ar-Razzaq).
Bagian ini juga membahas tentang air hujan dan angin:"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu." (QS. Al-Hijr: 21)
"Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan bukanlah kamu yang menyimpannya." (QS. Al-Hijr: 22)
Semua sumber daya dan kekayaan alam ada di tangan Allah. Dia menurunkannya dalam takaran yang tepat, tidak berlebihan dan tidak berkekurangan. Angin tidak hanya bermanfaat untuk mengawinkan tumbuhan (polinasi), tetapi juga membawa awan hujan. Air hujan yang diturunkan dari langit adalah sumber kehidupan, dan manusia tidak memiliki kontrol atas cadangan air di bawah tanah, semua itu adalah karunia dari Allah.
Ayat-ayat ini menyimpulkan kekuasaan Allah atas kehidupan dan kematian:"Dan sesungguhnya Kamilah yang menghidupkan dan mematikan, dan Kami (pulalah) yang mewarisi (segala sesuatu)." (QS. Al-Hijr: 23)
"Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu di antara kamu dan sesungguhnya Kami telah mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (dari kamu)." (QS. Al-Hijr: 24)
"Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang akan mengumpulkan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Hijr: 25)
Allah adalah Maha Pemberi Hidup dan Maha Pencabut Nyawa. Dialah yang akan mewarisi segala sesuatu setelah semua makhluk binasa. Pengetahuan-Nya meliputi semua generasi manusia, dari yang terdahulu hingga yang terakhir. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Hari Kiamat adalah sebuah keniscayaan, di mana Allah akan mengumpulkan semua manusia untuk dihisab, dengan kebijaksanaan dan pengetahuan-Nya yang sempurna.
Ayat 26-48: Kisah Penciptaan Manusia, Iblis, dan Sumpah Setan
Bagian ini adalah narasi fundamental tentang asal mula manusia dan asal mula kejahatan, melalui kisah penciptaan Adam dan pembangkangan Iblis.
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." (QS. Al-Hijr: 26)
"Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." (QS. Al-Hijr: 27)
Manusia diciptakan dari tanah liat yang kering dan lumpur hitam yang dibentuk, menunjukkan kerendahan asal-usul materi manusia. Jin, di sisi lain, diciptakan dari api yang sangat panas, yang memberikan mereka sifat dan kemampuan yang berbeda.
Kemudian kisah berpindah ke perintah sujud kepada Adam:"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.'" (QS. Al-Hijr: 28-29)
Allah memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan atas ciptaan baru yang istimewa ini, yang telah ditiupkan ruh ilahi kepadanya. Ini adalah pengakuan atas kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi.
"Lalu bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali Iblis. Ia enggan ikut serta bersama-sama orang-orang yang sujud itu." (QS. Al-Hijr: 30-31)
Semua malaikat menuruti perintah Allah, kecuali Iblis. Pembangkangan Iblis adalah inti dari kisah ini, yang menjadi sumber segala kejahatan dan kesesatan.
"Allah berfirman: 'Hai Iblis, apa sebabnya kamu tidak ikut serta bersama-sama mereka yang sujud itu?'" (QS. Al-Hijr: 32)
"Iblis menjawab: 'Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.'" (QS. Al-Hijr: 33)
Iblis menolak bersujud karena merasa dirinya lebih mulia, diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Ini adalah kesombongan pertama yang menjadi biang keladi kejatuhannya dan penolakannya terhadap kehendak Allah. Keangkuhan ini adalah akar segala dosa.
Akibat pembangkangannya, Iblis dilaknat dan diusir dari surga:"Allah berfirman: 'Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk, dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat.'" (QS. Al-Hijr: 34-35)
Iblis, meskipun diusir, meminta penangguhan waktu hingga Hari Kiamat, dan Allah mengabulkannya:
"Iblis berkata: 'Ya Tuhanku, tangguhkanlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan.'" (QS. Al-Hijr: 36-38)
Setelah mendapatkan penangguhan, Iblis bersumpah untuk menyesatkan manusia:
"Iblis berkata: 'Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku tersesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.'" (QS. Al-Hijr: 39-40)
Sumpah Iblis ini mengungkapkan strateginya: ia akan memperindah perbuatan maksiat di mata manusia dan menyesatkan mereka semua, kecuali orang-orang yang ikhlas dalam beribadah kepada Allah. Ini adalah peringatan keras bagi manusia akan musuh mereka yang nyata.
Allah kemudian menanggapi sumpah Iblis dan menegaskan perlindungan-Nya bagi orang-orang yang ikhlas:"Allah berfirman: 'Ini adalah jalan yang lurus (yang menuju) kepada-Ku. Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang sesat.'" (QS. Al-Hijr: 41-42)
Ayat ini memberikan harapan besar bagi orang-orang beriman: Iblis tidak memiliki kekuasaan mutlak atas hamba-hamba Allah yang tulus. Mereka yang tergoda adalah mereka yang memilih untuk mengikuti jalan kesesatan. Ini menunjukkan pentingnya keikhlasan dan keteguhan dalam beriman.
Kemudian, Allah menggambarkan nasib para pengikut Iblis:"Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut Iblis) semuanya. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka." (QS. Al-Hijr: 43-44)
Jahannam (neraka) adalah takdir bagi para pengikut Iblis. Dengan tujuh pintu, setiap pintu dikhususkan untuk golongan tertentu dari orang-orang yang sesat, menunjukkan tingkatan azab yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat dosa mereka.
Berbeda dengan itu, surga adalah balasan bagi orang-orang yang bertakwa:"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman dan mata air-mata air (surga). (Dikatakan kepada mereka): 'Masuklah ke dalamnya dengan aman sentosa lagi sejahtera.'" (QS. Al-Hijr: 45-46)
Orang-orang bertakwa akan memasuki surga, tempat yang penuh dengan taman-taman indah dan mata air yang mengalir. Mereka akan disambut dengan kedamaian dan keamanan abadi, tanpa rasa takut atau khawatir.
"Dan Kami cabut segala rasa dendam yang ada dalam dada mereka, mereka duduk bersaudara berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. Mereka tidak akan merasa lelah di dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya." (QS. Al-Hijr: 47-48)
Di surga, segala rasa dendam, iri hati, atau permusuhan akan dihilangkan dari hati mereka, sehingga mereka dapat hidup dalam persaudaraan dan kebahagiaan abadi. Mereka tidak akan pernah merasa lelah, dan kenikmatan surga adalah abadi, tanpa akhir. Bagian ini memberikan gambaran yang indah tentang kebahagiaan dan kedamaian yang menanti orang-orang beriman.
Ayat 49-60: Kisah Nabi Ibrahim dan Malaikat Tamu
Bagian ini menceritakan kisah Nabi Ibrahim yang menerima tamu malaikat, yang membawa kabar gembira dan kabar azab.
"Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih." (QS. Al-Hijr: 49-50)
Dua ayat ini adalah pendahuluan penting, menyeimbangkan antara rahmat dan azab Allah. Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang, tetapi Dia juga memiliki azab yang sangat pedih bagi mereka yang terus-menerus dalam dosa dan penolakan.
Kemudian datanglah kisah Nabi Ibrahim:"Dan kabarkanlah kepada mereka tentang tamu-tamu Ibrahim. Ketika mereka masuk ke tempatnya, lalu mengucapkan: 'Salam.' Berkata Ibrahim: 'Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu.'" (QS. Al-Hijr: 51-52)
Malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia datang ke rumah Ibrahim. Ibrahim menyambut mereka dengan hidangan (anak sapi panggang, sebagaimana disebutkan dalam surah lain), tetapi ia merasa takut karena mereka tidak mau makan dan terlihat tidak biasa.
"Mereka berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran) seorang anak laki-laki yang alim.' Berkata Ibrahim: 'Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal aku telah sangat tua dan istriku pun mandul? Maka dengan cara bagaimanakah kamu memberi kabar gembira kepadaku?'" (QS. Al-Hijr: 53-54)
Para malaikat menenangkan Ibrahim dan memberinya kabar gembira tentang kelahiran seorang putra yang alim, Ishaq (Ishak), pada usia tuanya dan ketika istrinya Sarah mandul. Ibrahim, meskipun seorang nabi, menunjukkan reaksi manusiawi berupa keheranan dan pertanyaan tentang bagaimana hal itu bisa terjadi.
"Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.' Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. Al-Hijr: 55-56)
Malaikat meyakinkan Ibrahim bahwa kabar gembira itu benar. Ibrahim pun menegaskan imannya, menyatakan bahwa hanya orang-orang yang sesatlah yang berputus asa dari rahmat Allah. Ini menunjukkan kekuatan iman Ibrahim.
Setelah itu, para malaikat mengungkapkan misi utama mereka yang lain:"Berkata (Ibrahim): 'Apakah urusanmu yang penting (wahai para malaikat)?' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth), kecuali keluarga Luth. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa ia termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama orang-orang yang dibinasakan).'" (QS. Al-Hijr: 57-60)
Para malaikat memberitahu Ibrahim bahwa mereka diutus untuk menghancurkan kaum Luth yang berdosa, kecuali Nabi Luth dan keluarganya, kecuali istrinya yang akan ikut binasa karena kekufurannya. Kisah ini adalah prelude untuk kisah Nabi Luth, menegaskan bahwa azab Allah datang kepada kaum yang berbuat kerusakan.
Ayat 61-79: Kisah Nabi Luth dan Kaumnya
Ini adalah narasi terperinci tentang kaum Nabi Luth, dosa mereka, dan kehancuran mereka.
"Maka tatkala para utusan itu datang kepada keluarga Luth, Luth berkata: 'Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang tidak dikenal.'" (QS. Al-Hijr: 61-62)
"Para utusan menjawab: 'Tidak, sebenarnya kami datang kepadamu dengan membawa azab yang selalu mereka dustakan.'" (QS. Al-Hijr: 63)
Nabi Luth tidak mengenali para malaikat yang datang menyamar sebagai pemuda tampan. Beliau merasa khawatir karena kaumnya terkenal dengan perbuatan keji (homoseksualitas). Malaikat menjelaskan bahwa mereka datang dengan azab yang telah lama didustakan kaumnya.
"Dan Kami datang kepadamu membawa kebenaran dan sesungguhnya kami adalah benar. Maka berjalanlah beserta keluargamu di akhir malam dan ikutilah mereka dari belakang, dan janganlah seorang pun di antara kamu menoleh ke belakang, dan teruskanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu." (QS. Al-Hijr: 64-65)
Malaikat memerintahkan Luth untuk pergi bersama keluarganya di akhir malam, tanpa menoleh ke belakang, menuju tempat yang aman yang telah ditentukan Allah. Larangan menoleh ke belakang adalah ujian kepatuhan dan juga untuk mencegah mereka menyaksikan azab yang menimpa kaumnya.
"Dan telah Kami tetapkan kepadanya suatu keputusan, bahwa orang-orang yang durhaka itu akan ditumpas habis di pagi hari." (QS. Al-Hijr: 66)
Telah menjadi ketetapan Allah bahwa kaum Luth akan dihancurkan pada pagi hari. Ini adalah takdir yang tidak bisa diubah.
"Penduduk kota itu datang bergembira (karena berita kedatangan tamu-tamu Luth)." (QS. Al-Hijr: 67)
"Luth berkata: 'Sesungguhnya mereka itu adalah tamu-tamuku; maka janganlah kamu mempermalukan aku. Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menghina aku.'" (QS. Al-Hijr: 68-69)
Ketika penduduk kota mendengar tentang tamu-tamu Luth yang tampan, mereka datang dengan gembira untuk melakukan perbuatan keji. Luth mencoba membela tamu-tamunya, mengingatkan kaumnya untuk bertakwa kepada Allah dan tidak mempermalukannya. Beliau bahkan menawarkan putri-putrinya untuk dinikahi secara sah, sebagai alternatif yang halal.
"Mereka menjawab: 'Bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) setiap orang?' Luth berkata: 'Inilah putri-putriku, jika kamu hendak berbuat (secara halal).'" (QS. Al-Hijr: 70-71)
Kaumnya menolak tawarannya dan menunjukkan bahwa mereka tidak tertarik pada wanita, melainkan pada perbuatan homoseksual.
"Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)." (QS. Al-Hijr: 72)
Ayat ini adalah sumpah Allah demi kehidupan Nabi Muhammad ﷺ, menegaskan bahwa kaum Luth berada dalam kondisi kesesatan yang sangat parah, seperti orang mabuk yang kehilangan akal sehat.
"Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur ketika matahari terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi." (QS. Al-Hijr: 73-74)
Azab datang pada saat matahari terbit: suara keras yang mengguntur (saihah) dan gempa bumi yang dahsyat, yang membuat kota mereka terbalik ke bawah. Selain itu, mereka dihujani dengan batu-batu dari tanah yang terbakar (sijjil), sebuah azab yang sangat mengerikan dan mematikan.
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda." (QS. Al-Hijr: 75)
Kehancuran kaum Luth adalah tanda yang jelas bagi orang-orang yang mau merenungkan dan mengambil pelajaran.
"Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia)." (QS. Al-Hijr: 76)
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al-Hijr: 77)
Reruntuhan kota kaum Luth terletak di jalur perdagangan yang masih dilewati, sehingga orang-orang dapat melihat bekas-bekas kehancuran itu dan mengambil ibrah. Ini adalah tanda khusus bagi orang-orang beriman, yang dengannya iman mereka akan semakin bertambah.
Ayat 80-84: Kisah Kaum Al-Hijr (Tsamud) secara Detil
Bagian ini secara spesifik menceritakan kisah kaum Al-Hijr, yaitu kaum Tsamud, yang telah kita bahas di bagian latar belakang.
"Dan sesungguhnya penduduk Al-Hijr telah mendustakan rasul-rasul." (QS. Al-Hijr: 80)
Mendustakan satu rasul sama dengan mendustakan semua rasul, karena pesan tauhid yang mereka bawa adalah sama.
"Dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya." (QS. Al-Hijr: 81)
Mukjizat unta yang keluar dari batu adalah salah satu tanda yang jelas, namun mereka tetap berpaling.
"Dan mereka memahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rasa aman." (QS. Al-Hijr: 82)
Ayat ini menegaskan kembali keahlian arsitektur mereka dalam memahat gunung, dan bahwa mereka merasa aman dalam kemegahan buatan tangan mereka, namun keamanan itu semu.
"Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur di pagi hari, maka tidaklah bermanfaat bagi mereka apa yang telah mereka usahakan." (QS. Al-Hijr: 83-84)
Azab yang menimpa mereka adalah suara keras yang mengguntur (saihah), sama seperti kaum Luth. Segala usaha, bangunan megah, dan kekayaan mereka tidak ada gunanya sama sekali untuk menyelamatkan mereka dari azab Allah. Ini adalah pelajaran bahwa kekuatan materi tidak ada artinya di hadapan kekuatan Allah.
Ayat 85-99: Pesan Ketaatan, Peringatan, dan Kesabaran bagi Nabi Muhammad SAW
Bagian terakhir surah ini berisi penegasan tentang kebenaran penciptaan, pengingat tentang Hari Kiamat, perintah kesabaran kepada Nabi Muhammad ﷺ, dan penekanan pada kewajiban beribadah.
"Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan sesungguhnya hari kiamat itu pasti datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." (QS. Al-Hijr: 85)
Allah menciptakan alam semesta dengan kebenaran dan tujuan yang agung, bukan secara sia-sia. Hari Kiamat adalah keniscayaan dan akan datang untuk mewujudkan keadilan ilahi. Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan untuk memaafkan orang-orang yang menentang beliau dengan cara yang baik, menunjukkan akhlak mulia seorang nabi.
"Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Hijr: 86)
Penegasan kembali atribut Allah sebagai Al-Khallaq (Maha Pencipta) dan Al-'Alim (Maha Mengetahui), menggarisbawahi kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas.
"Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang diulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." (QS. Al-Hijr: 87)
"Tujuh ayat yang diulang-ulang" di sini umumnya ditafsirkan sebagai Surah Al-Fatihah, yang dibaca berulang kali dalam setiap shalat. Ini menunjukkan keagungan Al-Fatihah sebagai intisari Al-Qur'an, di samping keagungan Al-Qur'an secara keseluruhan. Ini juga bisa berarti tujuh ayat yang disebutkan berulang dalam surah ini tentang kekuasaan Allah.
"Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman." (QS. Al-Hijr: 88)
Nabi ﷺ (dan juga umatnya) diperingatkan untuk tidak tergiur dengan kemewahan duniawi yang dinikmati orang-orang kafir, karena itu hanyalah kesenangan sementara. Beliau juga diminta untuk tidak bersedih hati atas penolakan mereka, melainkan fokus untuk berendah hati dan menyayangi orang-orang beriman.
"Dan katakanlah: 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata.'" (QS. Al-Hijr: 89)
Tugas Nabi adalah menyampaikan peringatan dengan jelas dan lugas.
Ayat selanjutnya kembali kepada konsekuensi penolakan:"Sebagaimana Kami telah menurunkan (siksaan) kepada orang-orang yang memecah belah Al-Qur'an, (yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al-Qur'an itu terbagi-bagi." (QS. Al-Hijr: 90-91)
Siksaan akan menimpa orang-orang yang memecah belah Al-Qur'an, yaitu mereka yang menerima sebagian dan menolak sebagian lainnya, atau menuduh Al-Qur'an sebagai sihir, syair, atau perkataan dukun. Ini adalah peringatan bagi mereka yang selektif dalam menerima kebenaran ilahi.
"Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu." (QS. Al-Hijr: 92-93)
Ini adalah sumpah Allah bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka di Hari Kiamat. Tidak ada yang luput dari perhitungan-Nya.
Perintah dakwah secara terang-terangan:"Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik." (QS. Al-Hijr: 94)
Setelah periode dakwah sembunyi-sembunyi, Nabi ﷺ diperintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan dan tidak mempedulikan ejekan atau ancaman kaum musyrikin.
"Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu), (yaitu) orang-orang yang menjadikan tuhan lain di samping Allah; maka kelak mereka akan mengetahui (akibatnya)." (QS. Al-Hijr: 95-96)
Allah memberikan jaminan perlindungan kepada Nabi ﷺ dari kejahatan dan ejekan para penentang. Mereka yang mempersekutukan Allah akan segera mengetahui akibat dari perbuatan mereka.
Kemudian, Allah kembali ke aspek mental dan spiritual:"Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (QS. Al-Hijr: 97-99)
Allah mengakui bahwa Nabi ﷺ merasa sempit dadanya karena ejekan dan gangguan kaum musyrikin. Sebagai penawar dan penguat, beliau diperintahkan untuk bertasbih (mensucikan Allah), bersujud (shalat), dan beribadah kepada Allah sampai ajal menjemput. Ini adalah resep ilahi untuk ketenangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi cobaan, sebuah pengingat bahwa ibadah adalah sumber kekuatan utama bagi seorang mukmin.
Pelajaran dan Hikmah dari Surah Al-Hijr: Cerminan untuk Kehidupan
Surah Al-Hijr, dengan segala kekayaan narasi dan petunjuknya, menyediakan lautan hikmah dan pelajaran yang tak lekang oleh waktu. Setiap ayat, setiap kisah, adalah cerminan bagi umat manusia untuk merenungi tujuan hidup, konsekuensi perbuatan, dan keagungan Sang Pencipta. Berikut adalah beberapa pelajaran inti yang dapat kita petik:
1. Keutamaan dan Perlindungan Al-Qur'an
Ayat ke-9 dengan tegas menyatakan, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." Ini adalah janji abadi dari Allah untuk menjaga kemurnian dan keaslian Al-Qur'an dari segala bentuk perubahan, penambahan, atau pengurangan. Pelajaran ini memberikan ketenangan dan keyakinan mutlak bagi umat Islam bahwa pedoman hidup mereka adalah murni dari Tuhan semesta alam, tidak terkontaminasi oleh campur tangan manusia. Ini juga berarti bahwa setiap tuduhan terhadap keaslian Al-Qur'an adalah sia-sia dan bertentangan dengan janji Allah. Bagi kita, ini adalah dorongan untuk senantiasa merujuk kepada Al-Qur'an sebagai sumber kebenaran tertinggi dalam segala aspek kehidupan.
2. Pentingnya Tauhid dan Konsekuensi Syirik
Kisah kaum Tsamud, Luth, dan ejekan kaum musyrikin Mekah semuanya berputar pada penolakan tauhid (keesaan Allah) dan praktik syirik (menyekutukan Allah). Kaum Tsamud menyembah berhala meskipun telah diberi mukjizat unta yang jelas. Kaum Luth melampaui batas dalam perbuatan keji dan menolak perintah Allah. Para musyrikin Mekah mendustakan Nabi Muhammad ﷺ karena ajakan beliau untuk mengesakan Allah. Pelajaran di sini sangat jelas: tauhid adalah fondasi iman yang tak tergoyahkan, dan syirik adalah dosa terbesar yang membawa kepada kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat. Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah, ditaati, dan dimintai pertolongan.
3. Konsekuensi Pembangkangan dan Kezaliman
Surah ini menggambarkan dengan detail kehancuran kaum-kaum terdahulu seperti Tsamud dan Luth. Mereka adalah kaum yang dianugerahi kekayaan, kekuatan, dan kemampuan, tetapi justru menggunakan nikmat tersebut untuk berbuat kezaliman, kesombongan, dan menolak kebenaran. Akhirnya, azab Allah menimpa mereka dengan dahsyat. Ini adalah peringatan keras bahwa kekuasaan atau kemakmuran duniawi bukanlah jaminan keamanan jika disertai dengan kezaliman dan pembangkangan terhadap perintah Allah. Sejarah adalah saksi bahwa Allah tidak pernah ingkar janji dalam menghukum orang-orang yang melampaui batas.
4. Tanda-tanda Kebesaran Allah di Alam Semesta
Ayat 16-25 mengajak manusia untuk merenungkan ciptaan Allah di langit dan di bumi: bintang-bintang, gunung-gunung, angin, air hujan, dan segala sesuatu yang tumbuh di bumi. Semua ini adalah "ayat" atau tanda-tanda yang jelas akan kekuasaan, kebijaksanaan, dan keesaan Allah. Dengan merenungkan alam semesta, manusia seharusnya semakin yakin akan keberadaan dan kebesaran Sang Pencipta, serta tunduk pada kehendak-Nya. Pelajaran ini mendorong kita untuk menjadi pengamat yang cermat terhadap alam, melihat setiap detail sebagai manifestasi dari keagungan Ilahi.
5. Kisah Iblis: Akar Kesombongan dan Penyesatan
Kisah penciptaan Adam dan pembangkangan Iblis adalah narasi fundamental tentang asal mula kejahatan. Kesombongan Iblis, karena merasa lebih mulia dari Adam, menyebabkannya dilaknat dan diusir dari surga. Kemudian, ia bersumpah untuk menyesatkan manusia. Pelajaran ini mengingatkan kita akan bahaya kesombongan (`kibr`) dan pentingnya kerendahan hati (`tawadhu`). Iblis adalah musuh nyata manusia, dan kita harus senantiasa waspada terhadap tipu daya dan bisikannya. Hanya hamba-hamba Allah yang ikhlas (`mukhlisin`) yang terhindar dari cengkeraman Iblis, menekankan pentingnya keikhlasan dalam setiap amal perbuatan.
6. Kesabaran dan Ketabahan dalam Dakwah
Nabi Muhammad ﷺ menghadapi ejekan, penolakan, dan penganiayaan yang berat di Mekah. Surah ini menghiburnya dan memerintahkannya untuk tetap sabar, tidak bersedih hati atas mereka yang menolak, dan terus menyampaikan peringatan dengan jelas. Ayat 97-99 memberikan resep spiritual: bertasbih, bersujud (shalat), dan beribadah kepada Allah sampai ajal tiba. Pelajaran ini sangat penting bagi para dai dan setiap Muslim yang menyeru kepada kebaikan. Jalur kebenaran seringkali penuh cobaan, tetapi dengan kesabaran, ketabahan, dan terus beribadah, Allah akan memberikan kekuatan dan pertolongan.
7. Keadilan Ilahi dan Pertanggungjawaban
Konsep Hari Kiamat dan pertanggungjawaban atas segala perbuatan ditekankan berulang kali. Allah adalah Maha Adil, dan setiap jiwa akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukannya. Azab bagi para pembangkang dan pahala bagi orang-orang bertakwa adalah cerminan keadilan-Nya. Pelajaran ini mengingatkan kita untuk senantiasa mawas diri, menghitung-hitung amal perbuatan, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Setiap pilihan di dunia ini memiliki konsekuensi di akhirat.
8. Rahmat dan Azab Allah yang Seimbang
Ayat 49-50 menyeimbangkan antara sifat Allah sebagai Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (`Al-Ghafur, Ar-Rahim`) dan Allah yang memiliki azab yang sangat pedih (`Al-Azab Al-Alim`). Ini mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah, tetapi juga tidak merasa aman dari azab-Nya. Kita harus berada di antara rasa harap (`raja'`) dan rasa takut (`khawf`) kepada Allah, berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat, sambil senantiasa memohon ampunan-Nya.
9. Pentingnya Berpegang pada Sunnah (Jalan yang Lurus)
Dalam konteks menghadapi penyesatan Iblis, Allah berfirman, "Ini adalah jalan yang lurus (yang menuju) kepada-Ku." (QS. Al-Hijr: 41). Jalan yang lurus ini adalah Islam, ajaran yang dibawa oleh para nabi, yang dimulai dengan tauhid dan diwujudkan dalam ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Pelajaran ini mengingatkan kita untuk senantiasa berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah, yang merupakan satu-satunya jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan sejati.
Secara keseluruhan, Surah Al-Hijr adalah surah yang penuh dengan peringatan dan dorongan. Peringatan akan akibat menolak kebenaran dan peringatan akan tipu daya setan. Dorongan untuk bersabar, bertakwa, merenungkan kebesaran Allah, dan beribadah kepada-Nya dengan ikhlas. Hikmah-hikmah ini membentuk landasan kuat bagi seorang Muslim untuk menjalani hidupnya dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan harapan akan keridaan Allah.
Relevansi Kontemporer Surah Al-Hijr: Pesan untuk Era Modern
Meskipun Surah Al-Hijr diturunkan lebih dari 14 abad yang lalu di tengah masyarakat Mekah, pesan-pesannya tetap memiliki relevansi yang sangat kuat dan mendalam bagi kehidupan manusia di era modern ini. Isu-isu yang diangkat, mulai dari kesombongan, penolakan kebenuran, kehancuran lingkungan, hingga pentingnya kesabaran dan ibadah, adalah tema-tema universal yang melintasi batas waktu dan budaya.
1. Menghadapi Arus Materialisme dan Konsumerisme
Ayat 3 yang berbunyi, "Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)," adalah peringatan tajam bagi masyarakat modern yang seringkali terperangkap dalam siklus konsumerisme dan materialisme. Banyak orang hari ini yang hidup untuk memuaskan hawa nafsu duniawi semata, mengejar kekayaan, status, dan hiburan tanpa batas, hingga melupakan tujuan hidup yang lebih besar dan akhirat. Surah ini mengingatkan bahwa kenikmatan dunia hanyalah sementara dan angan-angan kosong, sementara ada pertanggungjawaban yang menanti.
2. Kritik terhadap Kesombongan Ilmiah dan Teknologi
Kaum Tsamud dikenal dengan kemahiran arsitektur mereka dalam memahat gunung. Ini adalah simbol kemajuan teknologi pada masanya. Namun, kemajuan ini justru membawa mereka pada kesombongan dan penolakan kebenaran ilahi. Di era modern, manusia telah mencapai puncak-puncak inovasi ilmiah dan teknologi. Ada kecenderungan bagi sebagian untuk merasa bahwa sains dan akal manusia adalah satu-satunya sumber kebenaran, menolak adanya Tuhan atau wahyu. Surah Al-Hijr mengingatkan bahwa sehebat apapun kemajuan teknologi, manusia tetaplah makhluk yang lemah dan fana, dan bahwa kekuatan sejati ada pada Allah semata. Kekuatan teknologi tanpa bimbingan moral dan spiritual hanya akan membawa kepada kehancuran, seperti yang terjadi pada Tsamud.
3. Krisis Lingkungan dan Kerusakan Bumi
Allah menciptakan bumi dengan gunung-gunung sebagai pasak dan segala sesuatu dengan ukuran yang tepat (Ayat 19-22). Namun, manusia modern, dalam ambisi industrialisasi dan eksploitasi sumber daya, seringkali merusak keseimbangan alam ini. Krisis iklim, polusi, dan deforestasi adalah bukti dari "kerusakan di muka bumi" yang dilarang dalam Al-Qur'an. Kisah kehancuran kaum-kaum terdahulu karena perusakan lingkungan dan kezaliman adalah peringatan langsung bagi kita untuk menjaga amanah bumi, hidup selaras dengan alam, dan bertanggung jawab atas tindakan kita terhadap lingkungan.
4. Menjaga Keaslian Agama di Tengah Distorsi Informasi
Janji Allah untuk menjaga Al-Qur'an (Ayat 9) adalah sangat relevan di zaman informasi digital ini, di mana berita palsu, distorsi narasi, dan upaya merendahkan agama seringkali terjadi. Di tengah banjir informasi, penting bagi umat Muslim untuk kembali kepada sumber asli dan otentik dari Al-Qur'an, meyakini keasliannya, dan melindunginya dari interpretasi yang menyimpang atau serangan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Janji Allah memberikan fondasi kuat untuk mempertahankan iman.
5. Tantangan Terhadap Kenabian dan Wahyu
Ejekan kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad ﷺ sebagai "orang gila" dan permintaan mereka untuk "mendatangkan malaikat" (Ayat 6-7) adalah cerminan dari tantangan serupa yang dihadapi iman di era modern. Atheisme, agnostisisme, dan skeptisisme terhadap agama dan wahyu ilahi semakin meluas. Surah ini memberikan penguatan bagi orang-orang beriman untuk tetap teguh pada keyakinan mereka, menyadari bahwa penolakan terhadap kebenaran bukanlah hal baru, dan bahwa Allah adalah yang akan melindungi kebenaran-Nya.
6. Pentingnya Ketahanan Mental dan Spiritual
Nabi Muhammad ﷺ merasakan kesempitan dada akibat ejekan kaumnya (Ayat 97). Di era modern, tekanan hidup, stres, kecemasan, dan depresi adalah masalah kesehatan mental yang umum. Resep yang diberikan Al-Qur'an kepada Nabi ﷺ—tasbih, sujud (shalat), dan ibadah—adalah obat mujarab untuk ketahanan mental dan spiritual. Ini mengajarkan kita bahwa dalam menghadapi kesulitan dan tekanan, kembali kepada Allah melalui dzikir, shalat, dan ibadah adalah cara terbaik untuk menemukan kedamaian, kekuatan, dan ketenangan batin.
7. Bahaya Fanatisme dan Intoleransi
Kaum-kaum terdahulu binasa karena menolak kebenaran dan berpegang teguh pada keyakinan atau kebiasaan buruk mereka secara fanatik. Meskipun tidak secara langsung membahas intoleransi antaragama, kisah-kisah ini menyiratkan bahaya dari pikiran tertutup dan penolakan terhadap seruan kebenaran yang datang dari Tuhan. Di dunia yang semakin saling terhubung, pelajaran ini mendorong umat manusia untuk terbuka terhadap dialog, mencari kebenaran dengan akal yang jernih, dan menghindari fanatisme yang destruktif.
8. Tanggung Jawab Sosial dan Menjauhi Kerusakan
Ayat 74 tentang kehancuran kaum Luth, dan kisah Tsamud yang "tidak mengadakan perbaikan" (QS. Al-A'raf: 74), menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab sosial. Perbuatan keji kaum Luth tidak hanya merusak individu tetapi juga tatanan masyarakat. Kaum Tsamud melakukan kerusakan di muka bumi. Ini relevan dengan isu-isu sosial modern seperti korupsi, ketidakadilan, eksploitasi, dan perilaku amoral yang merusak masyarakat secara kolektif. Surah ini adalah seruan untuk berbuat kebaikan, menegakkan keadilan, dan menjauhi segala bentuk kerusakan di masyarakat.
Pada akhirnya, Surah Al-Hijr adalah cermin yang memantulkan kondisi dan tantangan manusia di setiap zaman. Ia mengingatkan kita akan sejarah, mengajarkan tentang kekuasaan dan keadilan Allah, serta membimbing kita menuju kehidupan yang bermakna dan berorientasi pada akhirat. Pesan-pesannya adalah lampu penerang di tengah kegelapan, petunjuk bagi mereka yang mencari jalan lurus, dan peringatan bagi mereka yang memilih jalan kesesatan.
Kesimpulan: Cahaya Abadi dari Al-Hijr
Surah Al-Hijr adalah salah satu permata dalam Al-Qur'an, yang meskipun relatif pendek jika dibandingkan dengan surah-surah panjang lainnya, namun padat dengan makna, pelajaran, dan hikmah yang universal. Dari pembukaannya yang megah dengan huruf-huruf muqatta'ah, hingga penegasan jaminan Allah atas perlindungan Al-Qur'an, serta narasi-narasi sejarah yang menggugah, surah ini menyajikan sebuah peta jalan spiritual yang tak lekang oleh waktu.
Melalui kisah kaum Tsamud di Al-Hijr, Surah ini dengan gamblang menunjukkan konsekuensi dari kesombongan, penolakan kebenaran ilahi, dan pembangkangan terhadap utusan Allah. Kemajuan peradaban dan kemakmuran materi yang mereka capai tidak sedikitpun dapat menyelamatkan mereka dari azab yang pedih ketika mereka memilih untuk berbalik dari jalan Allah. Ini adalah pelajaran krusial bagi setiap generasi, terutama di era modern yang seringkali terobsesi dengan kemajuan materi dan mengabaikan nilai-nilai spiritual dan moral.
Demikian pula, kisah Nabi Luth memperkuat peringatan tentang bahaya melampaui batas dalam perbuatan keji, menegaskan bahwa kezaliman dan kemaksiatan tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga dapat membawa kehancuran kolektif bagi sebuah kaum. Kisah Nabi Ibrahim dengan malaikat tamu membawa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman dan peringatan bagi orang-orang yang durhaka, menunjukkan keseimbangan antara rahmat dan azab Allah.
Asal mula penciptaan manusia dari tanah dan jin dari api, serta kisah kesombongan Iblis yang menolak bersujud kepada Adam, adalah narasi fundamental yang menjelaskan sumber kebaikan (ketundukan kepada Allah) dan sumber kejahatan (kesombongan dan pembangkangan). Pelajaran ini relevan bagi setiap individu dalam memahami perjuangan batin melawan hawa nafsu dan bisikan setan.
Penjelasan tentang tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta—langit, bintang, bumi, gunung, angin, dan hujan—mengajak kita untuk merenungkan ciptaan-Nya sebagai bukti nyata keesaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan Sang Pencipta. Merenungkan alam adalah pintu menuju pengenalan yang lebih dalam kepada Allah.
Terakhir, pesan-pesan penguatan dan kesabaran bagi Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi ejekan dan penolakan kaum musyrikin adalah inspirasi bagi setiap Muslim. Dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dakwah di jalan Allah, kesabaran, ketabahan, dan kembali kepada ibadah—tasbih, sujud, dan menyembah Allah hingga ajal—adalah kunci kekuatan dan ketenangan batin. Allah menjamin perlindungan bagi orang-orang yang menyampaikan kebenaran dan akan meminta pertanggungjawaban dari setiap jiwa.
Dengan demikian, Surah Al-Hijr berdiri sebagai mercusuar petunjuk, menerangi jalan kebenaran bagi umat manusia di setiap zaman. Ia adalah panggilan untuk merenungkan sejarah, memahami alam, melawan kesombongan, dan senantiasa berpegang teguh pada tauhid dan ibadah. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, mengaplikasikan hikmahnya dalam kehidupan, dan senantiasa berada dalam lindungan serta keridaan-Nya. Amin.