Kisah Perjalanan Isra Miraj: Mukjizat Agung Nabi Muhammad SAW

Ilustrasi Perjalanan Isra Miraj Siluet Nabi Muhammad SAW di atas Buraq melintasi langit malam yang bertabur bintang, dengan Masjidil Aqsa di kejauhan, menggambarkan perjalanan Isra Miraj.

Ilustrasi perjalanan agung Isra Miraj, Nabi Muhammad SAW di atas Buraq menuju langit yang tak terbatas, melewati Masjidil Aqsa.

Perjalanan Isra Miraj adalah salah satu mukjizat terbesar dalam sejarah Islam, sebuah peristiwa luar biasa yang menandai puncak spiritual Nabi Muhammad SAW dan menjadi tonggak penting dalam risalah kenabiannya. Lebih dari sekadar kisah ajaib, Isra Miraj adalah manifestasi kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas, penghiburan ilahi bagi Nabi di tengah kesulitan, serta sumber inspirasi dan pedoman bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Peristiwa ini bukan hanya menegaskan status kenabian Muhammad sebagai penutup para nabi, tetapi juga mengukuhkan kedudukan salat sebagai tiang agama dan jembatan langsung antara hamba dengan Rabb-nya.

Dalam tulisan ini, kita akan menyelami setiap dimensi perjalanan agung ini secara mendalam. Kita akan mengupas tuntas latar belakang historis dan sosiologis yang melingkupi peristiwa Isra Miraj, menelusuri detail perjalanan Isra dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, menapaki setiap tingkatan langit dalam Miraj, meresapi hikmah dan pelajaran spiritual yang terkandung di dalamnya, serta memahami relevansinya bagi kehidupan modern. Ini bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan cermin abadi yang memancarkan cahaya keimanan, ketabahan, dan kebesaran Allah.

Latar Belakang dan Kondisi Sebelum Isra Miraj

Tahun Kesedihan ('Amul Huzn)

Peristiwa Isra Miraj terjadi pada periode yang sangat kritis dan berat bagi Nabi Muhammad SAW dan dakwah Islam di Mekah. Sejarawan Islam sering menyebut periode ini sebagai 'Amul Huzn, atau Tahun Kesedihan. Mengapa disebut demikian? Karena pada tahun yang sama, Nabi kehilangan dua sosok yang sangat beliau cintai dan menjadi pilar utama dukungannya: istri tercinta beliau, Khadijah binti Khuwailid, dan paman beliau, Abu Thalib.

Khadijah adalah pendamping setia Nabi, wanita pertama yang memeluk Islam, dan sumber ketenangan serta kekuatan moral bagi beliau di saat-saat tersulit. Kepergian Khadijah meninggalkan luka mendalam di hati Nabi, seolah-olah separuh dari jiwanya ikut pergi. Beliau adalah orang yang selalu ada untuk membesarkan hati Nabi, membenarkan setiap wahyu yang diterima, dan menyokong dakwah dengan harta dan jiwanya.

Tidak lama setelah itu, paman beliau, Abu Thalib, juga wafat. Abu Thalib, meskipun tidak pernah secara eksplisit menyatakan keislamannya, adalah pelindung utama Nabi dari ancaman dan permusuhan kaum Quraisy. Dengan kedudukannya sebagai pemimpin Bani Hasyim, Abu Thalib mampu membendung banyak upaya kaum Quraisy untuk menyakiti atau membunuh Nabi Muhammad. Wafatnya Abu Thalib berarti Nabi kehilangan "tameng" fisik dari serangan musuh-musuh dakwah.

Dua kehilangan besar ini, yang terjadi berturut-turut, membuat Nabi Muhammad SAW merasa sangat kesepian dan tertekan. Kaum Quraisy, yang sebelumnya agak segan karena perlindungan Abu Thalib, kini semakin berani melancarkan intimidasi, penganiayaan, dan permusuhan terhadap Nabi dan para pengikutnya. Tekanan sosial, ekonomi, dan politik terhadap umat Islam mencapai puncaknya. Situasi ini bukan hanya menguji ketabahan Nabi, tetapi juga seluruh umat Islam pada saat itu.

Pencarian Dukungan di Tha'if

Dalam upaya mencari dukungan baru dan berharap ada penerimaan terhadap ajaran Islam di luar Mekah, Nabi Muhammad memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Tha'if, sebuah kota yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Mekah. Beliau berharap penduduk Tha'if akan lebih terbuka dan menerima risalah yang beliau bawa. Namun, harapan itu pupus.

Penduduk Tha'if, bukannya menyambut baik, malah menolak Nabi dengan cara yang sangat kasar dan menghina. Mereka mengolok-olok beliau, bahkan menggerakkan anak-anak dan budak-budak untuk melempari Nabi dengan batu hingga kaki beliau berdarah. Peristiwa di Tha'if ini adalah salah satu momen paling menyakitkan dalam hidup Nabi Muhammad SAW. Beliau kembali ke Mekah dalam keadaan sedih, terluka fisik, dan patah hati secara emosional.

Dalam kondisi mental dan fisik yang sangat terpuruk inilah, setelah berbagai cobaan dan penolakan yang tak henti-hentinya, Allah SWT menurunkan mukjizat agung Isra Miraj. Ini adalah bentuk penghiburan ilahi, sebuah tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang sangat dicintai, sekaligus penguatan mental dan spiritual bagi Nabi untuk melanjutkan perjuangan dakwah yang berat.

Perjalanan Isra: Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa

Persiapan Ilahi dan Kedatangan Buraq

Malam Isra Miraj adalah malam yang penuh keheningan, tetapi juga penuh keagungan. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang beristirahat di Hijr Isma'il (ada riwayat lain yang menyebutkan di rumah Ummu Hani'), Malaikat Jibril datang menghampirinya. Jibril kemudian membelah dada Nabi, menyucikan hati beliau dengan air zamzam, dan mengisinya dengan hikmah dan keimanan. Proses penyucian ini adalah persiapan spiritual agar Nabi siap menerima pengalaman luar biasa yang akan beliau jalani, agar hati beliau murni dan teguh menghadapi segala pemandangan dan ujian di alam atas.

Setelah penyucian, dihadirkanlah Buraq, seekor hewan tunggangan yang luar biasa. Namanya berasal dari kata barq (kilat), yang menunjukkan kecepatannya yang tak terbayangkan. Buraq digambarkan sebagai makhluk yang lebih besar dari keledai namun lebih kecil dari bagal, berwarna putih, dengan kemampuan melangkahkan kakinya sejauh mata memandang. Kehadiran Buraq adalah penanda dimulainya perjalanan yang melampaui batas-batas fisik dan waktu manusia.

Titik Awal: Masjidil Haram di Mekah

Perjalanan Isra dimulai dari Masjidil Haram di Mekah. Masjidil Haram adalah pusat ibadah umat Islam, tempat Ka'bah berdiri tegak sebagai kiblat pertama. Dari sinilah, dengan menunggangi Buraq dan didampingi oleh Malaikat Jibril, Nabi Muhammad SAW memulai perjalanannya.

Kecepatan Buraq memungkinkan perjalanan ribuan kilometer ditempuh dalam waktu semalam. Ini adalah bukti pertama dari mukjizat, menentang segala hukum fisika yang dikenal manusia. Perjalanan ini bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang kaya akan simbolisme dan makna.

Singgah di Tempat-tempat Bersejarah

Sepanjang perjalanan Isra, Nabi Muhammad SAW dan Jibril singgah di beberapa lokasi penting yang memiliki nilai historis dan spiritual. Setiap persinggahan ini bukan tanpa makna; ia adalah pengingat akan kesinambungan risalah kenabian dan persatuan ajaran-ajaran tauhid dari nabi-nabi sebelumnya. Beberapa tempat tersebut antara lain:

  1. Madinah (Yatsrib): Tempat di mana Nabi kelak akan berhijrah dan membangun peradaban Islam. Ini adalah isyarat awal tentang masa depan dakwah.
  2. Bukit Sinai: Tempat Nabi Musa AS menerima Taurat dan berbicara langsung dengan Allah SWT.
  3. Betlehem (Bayt Lahm): Tempat kelahiran Nabi Isa AS.
  4. Rumah Nabi Ibrahim AS: Di mana Nabi Ibrahim pernah tinggal.

Setiap persinggahan ini diperintahkan oleh Jibril agar Nabi salat dua rakaat. Ini menegaskan bahwa Isra Miraj bukanlah sekadar perjalanan tamasya, melainkan perjalanan ibadah dan pembelajaran. Setiap tempat yang dikunjungi adalah saksi bisu sejarah kenabian yang panjang, mengukuhkan bahwa risalah Muhammad adalah puncak dan penyempurna dari semua risalah sebelumnya.

Tiba di Masjidil Aqsa, Yerusalem

Setelah melintasi jarak yang sangat jauh dan singgah di beberapa tempat bersejarah, Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Masjidil Aqsa di Yerusalem. Masjidil Aqsa adalah salah satu tempat suci terpenting dalam Islam, kiblat pertama umat Muslim sebelum Ka'bah, dan memiliki hubungan yang dalam dengan sejarah para nabi. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, Surah Al-Isra' (17:1):

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."

Di Masjidil Aqsa, sebuah pemandangan yang menakjubkan menanti Nabi Muhammad SAW. Beliau disambut oleh arwah semua nabi dan rasul yang pernah diutus sebelum beliau, termasuk Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan banyak lagi. Dalam sebuah momen yang penuh keagungan, Nabi Muhammad SAW diminta untuk menjadi imam salat dua rakaat bagi seluruh rombongan nabi dan rasul tersebut. Ini adalah pengakuan tertinggi atas kepemimpinan beliau sebagai Imam para nabi dan penutup risalah kenabian. Ini juga menegaskan kesatuan fundamental dari semua agama samawi dan bahwa Islam adalah puncak dari ajaran tauhid yang dibawa oleh para nabi sebelumnya.

Peristiwa di Masjidil Aqsa ini menjadi bukti fisik yang konkret ketika Nabi kembali ke Mekah. Beliau dapat menjelaskan detail arsitektur dan posisi Masjidil Aqsa kepada orang-orang Quraisy yang pernah ke sana, meskipun beliau sendiri belum pernah mengunjunginya sebelumnya secara fisik dalam keadaan normal. Ini adalah tantangan dan ujian iman bagi kaum Quraisy.

Perjalanan Miraj: Mendaki Tujuh Lapis Langit

Setelah menyelesaikan salat berjamaah bersama para nabi di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW memulai bagian kedua dari perjalanan agung ini: Miraj, yaitu perjalanan naik dari bumi menembus lapis demi lapis langit hingga ke Sidratul Muntaha, bahkan lebih tinggi lagi ke hadapan Allah SWT.

Gerbang ke Langit: Mi'raj dari Sakhra

Perjalanan Miraj dimulai dari sebuah batu suci (Sakhra) di kompleks Masjidil Aqsa yang kini berada di dalam Kubah Batu (Dome of the Rock). Dari sana, Buraq membawa Nabi dan Jibril melesat ke atas, menembus atmosfer bumi menuju batas-batas alam semesta yang tak terjamah oleh mata manusia.

Melintasi Tujuh Lapis Langit

Setiap lapis langit memiliki penjaga (malaikat) dan pemandangan unik yang menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah. Di setiap lapis langit, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan nabi-nabi tertentu. Pertemuan ini bukan sekadar sapaan biasa, melainkan pengakuan, restu, dan simbol kesinambungan risalah ilahi.

Langit Pertama

Di langit pertama, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Adam AS, bapak dari seluruh umat manusia. Nabi Adam menyambut beliau dengan hangat, mengakui kenabian Muhammad, dan mendoakannya. Pertemuan ini melambangkan asal usul manusia dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad sebagai penerus dan penyempurna risalah. Di langit ini pula, Nabi melihat pemandangan umat manusia yang datang dan pergi, dan setiap kali Nabi Adam melihat orang yang beriman, beliau tersenyum, dan setiap kali melihat orang kafir, beliau menangis.

Langit Kedua

Di langit kedua, Nabi bertemu dengan Nabi Yahya AS dan Nabi Isa AS. Keduanya adalah sepupu, nabi yang diutus kepada Bani Israil, dan memiliki hubungan yang sangat dekat. Mereka juga menyambut dan mendoakan Nabi Muhammad SAW. Pertemuan ini menegaskan posisi Nabi Muhammad sebagai penerus ajaran mereka yang murni.

Langit Ketiga

Di langit ketiga, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Yusuf AS, nabi yang terkenal dengan ketampanannya dan kisah kesabarannya yang luar biasa. Nabi Yusuf juga menyambut dan mendoakan beliau. Pertemuan ini bisa melambangkan ujian kesabaran dan keindahan moral dalam berdakwah.

Langit Keempat

Di langit keempat, Nabi bertemu dengan Nabi Idris AS. Nabi Idris adalah nabi yang sangat dihormati karena pengetahuannya yang mendalam dan kedudukannya yang tinggi. Pertemuan ini menggarisbawahi pentingnya ilmu dan kebijaksanaan dalam memahami risalah Allah.

Langit Kelima

Di langit kelima, Nabi bertemu dengan Nabi Harun AS, saudara Nabi Musa AS yang terkenal karena kefasihannya dalam berbicara dan menjadi juru bicara Musa. Nabi Harun juga menyambut dan mendoakan Nabi Muhammad. Ini mungkin melambangkan pentingnya komunikasi dan dakwah yang jelas.

Langit Keenam

Di langit keenam, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Musa AS. Pertemuan ini sangat penting karena Nabi Musa adalah nabi yang paling banyak berinteraksi dengan Allah SWT dan menerima syariat yang kuat. Nabi Musa menyambut Nabi Muhammad dan memberikan nasihat penting terkait perintah salat yang akan diterima Nabi Muhammad dari Allah SWT. Pertemuan ini menjadi krusial dalam konteks syariat Islam, sebagaimana akan dijelaskan kemudian.

Langit Ketujuh

Di langit ketujuh, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim AS, bapak para nabi (Abul Anbiya'). Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Makmur, sebuah Ka'bah di langit yang setiap harinya dikunjungi oleh 70.000 malaikat yang tidak akan pernah kembali lagi untuk kedua kalinya. Nabi Ibrahim menyambut Nabi Muhammad dengan penuh kasih sayang, mengakui kenabiannya, dan mendoakannya. Ini adalah puncak pertemuan dengan nabi-nabi, menegaskan kedudukan Nabi Muhammad sebagai penerus tradisi tauhid murni yang dibawa oleh Ibrahim.

Sidratul Muntaha

Setelah melewati tujuh lapis langit dan bertemu dengan para nabi, Nabi Muhammad SAW tiba di Sidratul Muntaha. Ini adalah pohon bidara yang menandai batas akhir pengetahuan makhluk, tempat di mana tidak ada makhluk lain, termasuk Jibril sekalipun, yang mampu melampauinya. Di Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW menyaksikan keindahan yang tak terlukiskan dengan kata-kata, meliputi warna-warni yang memukau dan cahaya yang menyilaukan. Di sinilah Jibril berhenti, tidak bisa melanjutkan perjalanan lebih jauh, sementara Nabi Muhammad SAW terus melangkah sendirian, menunjukkan keistimewaan kedudukan beliau di sisi Allah SWT.

Sidratul Muntaha adalah batas antara alam makhluk dan alam Ilahi, antara ruang dan waktu yang dikenal manusia dengan dimensi yang tak terbatas. Ini adalah titik di mana ciptaan bertemu dengan keagungan Pencipta dalam batasan yang telah ditetapkan.

Menghadap Allah SWT dan Perintah Salat

Setelah melampaui Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad SAW dibawa lebih tinggi lagi, ke hadapan Allah SWT. Ini adalah momen yang paling agung dan penuh misteri dalam perjalanan Miraj. Al-Qur'an menjelaskan pertemuan ini secara samar, menekankan bahwa Nabi melihat "sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar" (QS. An-Najm: 18). Para ulama menafsirkan bahwa Nabi Muhammad melihat Allah dengan hatinya, bukan dengan mata kepala, atau melihat cahaya Allah, atau melihat manifestasi keagungan-Nya yang luar biasa.

Dalam pertemuan langsung dengan Allah SWT ini, Nabi Muhammad SAW menerima perintah paling fundamental dalam Islam: perintah salat lima waktu. Awalnya, Allah memerintahkan 50 waktu salat sehari semalam. Namun, atas nasihat Nabi Musa AS yang ditemui Nabi Muhammad dalam perjalanan turunnya (Nabi Musa tahu umatnya sulit melakukan ibadah yang banyak), Nabi Muhammad berulang kali memohon keringanan kepada Allah. Setiap kali Nabi meminta keringanan, Allah mengabulkannya, hingga akhirnya ditetapkanlah lima waktu salat sehari semalam. Meskipun secara jumlah hanya lima, pahalanya tetap 50 waktu salat.

Perintah salat ini adalah hadiah terbesar dari Isra Miraj, sebuah jembatan langsung antara hamba dan Penciptanya, sebuah momen di mana seorang Muslim dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, merasakan kedekatan-Nya, dan memohon ampunan serta petunjuk. Salat adalah mi'rajnya orang beriman, kesempatan untuk merasakan sepercik keagungan yang dirasakan Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan langsung dengan Allah.

Pemberian Lain dan Akhir Perjalanan

Selain perintah salat, Nabi Muhammad SAW juga menerima tiga karunia penting lainnya pada malam itu:

  1. Ayat-ayat terakhir Surah Al-Baqarah: Yaitu ayat 285 dan 286, yang berisi tentang keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, serta doa-doa pengampunan dan perlindungan.
  2. Pengampunan bagi dosa-dosa umatnya yang tidak syirik: Sebuah janji rahmat dan ampunan bagi umat Muhammad yang tidak menyekutukan Allah.
  3. Peringatan tentang pentingnya keadilan dan kasih sayang: Serta keharusan untuk tidak berbuat syirik (menyekutukan Allah).

Setelah menerima semua perintah dan karunia ini, Nabi Muhammad SAW kembali menunggangi Buraq, menuruni lapis demi lapis langit, melewati para nabi yang menyambutnya, kembali ke Masjidil Aqsa, dan kemudian melesat kembali ke Masjidil Haram di Mekah. Seluruh perjalanan agung ini terjadi hanya dalam waktu satu malam, sebelum fajar menyingsing.

Hikmah dan Pelajaran dari Isra Miraj

Isra Miraj bukanlah sekadar cerita dongeng atau kejadian tanpa makna. Di balik setiap detailnya, terkandung hikmah dan pelajaran yang sangat mendalam, relevan bagi setiap Muslim di setiap zaman.

1. Bukti Kekuasaan Allah SWT yang Tak Terbatas

Perjalanan Isra Miraj adalah manifestasi nyata dari kekuasaan Allah yang Mahabesar. Menempuh jarak ribuan kilometer dan menembus batas-batas langit dalam waktu semalam adalah sesuatu yang mustahil bagi akal manusia, namun mudah bagi Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak membatasi kekuasaan Allah dengan pemahaman dan logika kita yang terbatas. Bagi Allah, semua adalah mungkin (kun fayakun – jadilah, maka jadilah). Mukjizat ini menegaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tunduk pada kehendak-Nya.

2. Penguatan dan Penghiburan Ilahi bagi Nabi Muhammad SAW

Terjadi setelah 'Amul Huzn, Isra Miraj adalah penghiburan paling agung bagi Nabi Muhammad SAW. Setelah mengalami cobaan berat, penolakan, dan kehilangan orang-orang terkasih, Allah mengangkat beliau ke sisi-Nya, memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya, dan menganugerahkan perintah salat secara langsung. Ini adalah "isi ulang" spiritual bagi Nabi, sebuah suntikan kekuatan untuk melanjutkan perjuangan dakwah yang berat, menunjukkan bahwa Allah senantiasa bersama hamba-Nya yang sabar dan gigih.

3. Penegasan Kenabian Muhammad SAW dan Kedudukan Islam

Peristiwa ini secara mutlak menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan penutup para nabi. Beliau menjadi imam bagi semua nabi di Masjidil Aqsa, menandakan kepemimpinannya dan bahwa syariat Islam adalah penyempurna dari syariat-syariat sebelumnya. Perjalanan ini juga menunjukkan bahwa risalah Islam mencakup seluruh dimensi: dari bumi (Masjidil Haram dan Aqsa) hingga langit tertinggi, dari awal penciptaan (Nabi Adam) hingga puncak risalah (Nabi Muhammad).

4. Pentingnya Salat sebagai Pilar Agama

Salat adalah perintah sentral yang diterima langsung oleh Nabi Muhammad dari Allah SWT tanpa perantara Jibril. Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan salat dalam Islam. Salat bukan hanya ritual, melainkan tiang agama (imaduddin), kunci surga, dan jembatan komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya. Pengurangan jumlah waktu salat dari 50 menjadi 5 menunjukkan rahmat Allah yang luar biasa, sementara pahalanya tetap sama, menegaskan betapa berharganya setiap salat yang ditegakkan.

5. Kesinambungan Risalah Kenabian

Pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan para nabi sebelumnya di setiap lapis langit dan di Masjidil Aqsa menegaskan kesinambungan ajaran tauhid. Para nabi adalah saudara seiman, mengemban risalah yang sama untuk mengesakan Allah. Islam menghormati semua nabi dan tidak membeda-bedakan mereka, menganggap risalah mereka sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh.

6. Ujian Keimanan

Bagi kaum Quraisy di Mekah, Isra Miraj adalah ujian keimanan yang sangat besar. Ketika Nabi menceritakan pengalamannya, sebagian besar kaum Quraisy menolak, bahkan mencemoohnya. Mereka menganggapnya sebagai kebohongan atau khayalan. Namun, bagi orang-orang yang beriman sejati, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, peristiwa ini justru menguatkan keimanan mereka. Abu Bakar tanpa ragu membenarkan Nabi, sehingga beliau diberi gelar "Ash-Shiddiq" (yang membenarkan).

7. Pembersihan Hati dan Persiapan untuk Hal yang Lebih Besar

Penyucian hati Nabi Muhammad SAW oleh Jibril sebelum Isra Miraj adalah simbol pentingnya kesucian hati dan jiwa dalam menerima petunjuk dan pengalaman spiritual yang mendalam. Ini juga persiapan untuk tanggung jawab dakwah yang lebih besar, termasuk hijrah ke Madinah yang akan segera terjadi, di mana Islam akan tumbuh menjadi peradaban yang kuat.

8. Inspirasi untuk Ilmu Pengetahuan dan Eksplorasi

Meskipun Isra Miraj adalah mukjizat ilahi yang melampaui sains, kisah ini juga dapat menginspirasi manusia untuk terus berpikir, meneliti, dan mengeksplorasi batas-batas alam semesta. Kecepatan Buraq yang seperti kilat, perjalanan menembus ruang, dan pemandangan langit yang agung, menunjukkan betapa banyak misteri di alam semesta yang belum terpecahkan dan betapa kecilnya pengetahuan manusia dibandingkan dengan ciptaan Allah.

Dampak dan Reaksi Setelah Isra Miraj

Setelah kembali ke Mekah pada pagi harinya, Nabi Muhammad SAW segera menceritakan pengalaman luar biasanya kepada kaum Quraisy. Reaksi yang muncul sangat beragam dan menunjukkan polarisasi yang tajam di antara penduduk Mekah.

Reaksi Kaum Kafir Quraisy: Ejekan dan Penolakan

Mayoritas kaum Quraisy, yang memang sudah menentang dakwah Nabi Muhammad, menyambut cerita Isra Miraj dengan cemoohan, ejekan, dan penolakan keras. Bagi mereka, gagasan menempuh perjalanan ribuan kilometer ke Yerusalem dan kembali lagi dalam satu malam adalah hal yang tidak masuk akal dan mustahil. Mereka melihatnya sebagai bukti bahwa Muhammad adalah pembohong, penyihir, atau orang gila. Mereka bahkan menggunakan cerita ini untuk semakin menghasut masyarakat agar menjauhi Nabi dan ajarannya.

Beberapa orang Quraisy yang pernah melakukan perjalanan ke Yerusalem bahkan bertanya kepada Nabi tentang ciri-ciri Masjidil Aqsa, dengan harapan Nabi tidak bisa menjawab dan kebohongannya akan terbongkar. Namun, dengan pertolongan Allah, Nabi Muhammad mampu mendeskripsikan Masjidil Aqsa dengan detail yang sangat akurat, seolah-olah beliau melihatnya di hadapannya. Meskipun demikian, kaum Quraisy yang ingkar tetap tidak percaya, bahkan menuduh Nabi menggunakan sihir untuk menggambarkan masjid tersebut.

Peristiwa ini menjadi salah satu ujian terberat bagi para pengikut Nabi. Banyak yang imannya goyah karena merasa bingung dan ragu dengan cerita yang melampaui nalar mereka.

Reaksi Para Sahabat: Keteguhan dan Keimanan

Di sisi lain, bagi para sahabat yang imannya telah kokoh, Isra Miraj justru menjadi penguat keyakinan mereka. Yang paling menonjol adalah reaksi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika mendengar cerita Nabi, ia sama sekali tidak ragu atau bertanya-tanya. Tanpa pikir panjang, ia langsung membenarkan setiap perkataan Nabi Muhammad SAW. Ia berkata, "Jika Muhammad berkata demikian, maka ia benar. Aku percaya kepadanya dalam hal-hal yang lebih besar dari itu, seperti wahyu yang datang dari langit setiap hari." Karena keteguhan imannya inilah, Abu Bakar mendapat gelar "Ash-Shiddiq" (yang membenarkan), sebuah gelar yang melekat padanya hingga kini.

Reaksi Abu Bakar dan para sahabat lainnya menjadi bukti bahwa keimanan sejati tidak hanya berdasarkan pada akal dan logika semata, tetapi juga pada keyakinan mendalam terhadap kebenaran dan kenabian Muhammad. Mereka memahami bahwa mukjizat adalah tanda dari Allah, dan Allah tidak terbatas oleh hukum-hukum alam yang manusia pahami. Kejadian ini memisahkan antara orang-orang yang beriman dengan hati yang tulus dan orang-orang yang hanya mencari-cari alasan untuk menolak kebenaran.

Implikasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Dalam jangka pendek, Isra Miraj meningkatkan tekanan terhadap umat Islam di Mekah. Namun, dalam jangka panjang, peristiwa ini memiliki implikasi yang sangat besar:

  1. Penguatan Pondasi Agama: Perintah salat lima waktu menjadi pilar utama ibadah dalam Islam, membentuk rutinitas spiritual yang mengikat setiap Muslim dengan Tuhannya.
  2. Validasi Kenabian: Meskipun ditolak oleh banyak orang, kemampuan Nabi mendeskripsikan Masjidil Aqsa dengan akurat menjadi bukti nyata bagi mereka yang mau berpikir dan mencari kebenaran.
  3. Pemurnian Barisan: Ujian Isra Miraj secara efektif menyaring umat Islam, memisahkan mereka yang beriman secara dangkal dari mereka yang memiliki keyakinan kokoh.
  4. Persiapan untuk Hijrah: Dengan tekanan yang semakin meningkat di Mekah, dan bukti-bukti kebesaran Allah yang telah disaksikan Nabi, umat Islam semakin siap untuk menghadapi tantangan besar berikutnya: hijrah ke Madinah, di mana mereka akan membangun negara Islam yang pertama.

Relevansi Isra Miraj di Masa Kini

Meskipun terjadi berabad-abad yang lalu, peristiwa Isra Miraj tetap memiliki relevansi yang sangat mendalam bagi umat Islam di zaman modern ini. Hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya dapat membimbing kita dalam menghadapi tantangan kontemporer.

1. Penekanan pada Dimensi Spiritual di Tengah Materialisme

Dunia modern seringkali terperangkap dalam materialisme, mengejar kesuksesan duniawi, kekayaan, dan status sosial. Isra Miraj mengingatkan kita akan pentingnya dimensi spiritual dalam hidup. Ia adalah bukti bahwa ada alam yang lebih besar dari sekadar apa yang bisa kita lihat dan sentuh. Perjalanan Nabi menembus langit mengajak kita untuk merenungkan makna keberadaan, tujuan hidup, dan hubungan kita dengan Sang Pencipta. Salat lima waktu, sebagai hadiah utama Miraj, adalah pengingat harian untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk dunia dan kembali berdialog dengan Allah, memurnikan niat, dan mencari ketenangan batin.

2. Inspirasi untuk Ketabahan dan Kesabaran

Kisah Isra Miraj terjadi setelah Nabi Muhammad mengalami 'Amul Huzn, masa-masa paling sulit dalam hidupnya. Ini mengajarkan kita bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan, dan bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-Nya yang bersabar dan gigih dalam menghadapi cobaan. Di tengah tekanan hidup, kesulitan ekonomi, masalah pribadi, atau krisis global, Isra Miraj adalah pengingat bahwa pertolongan Allah selalu dekat. Kita harus meneladani ketabahan Nabi dan keyakinan beliau bahwa setiap ujian adalah jalan menuju peningkatan spiritual dan penghiburan ilahi.

3. Integrasi Ilmu Pengetahuan dan Keimanan

Meskipun Isra Miraj adalah mukjizat yang melampaui hukum fisika, ia tidak bertentangan dengan sains. Justru, ia dapat menjadi inspirasi bagi para ilmuwan Muslim untuk terus mengeksplorasi alam semesta dan menemukan tanda-tanda kebesaran Allah di dalamnya. Konsep perjalanan dengan kecepatan luar biasa, melintasi galaksi dan dimensi, dapat membuka wawasan kita tentang potensi alam semesta yang belum kita pahami sepenuhnya. Sains menjelaskan "bagaimana", sedangkan agama menjelaskan "mengapa" dan "siapa" di balik semua itu. Keduanya dapat berjalan beriringan.

4. Persatuan Umat dan Penghormatan terhadap Para Nabi

Perjalanan Isra yang singgah di tempat-tempat para nabi dan Nabi Muhammad yang menjadi imam salat bagi mereka, menegaskan persatuan risalah kenabian. Di masa kini yang penuh perpecahan dan konflik, Isra Miraj mengingatkan kita bahwa semua nabi membawa pesan dasar yang sama: mengesakan Allah. Ini adalah panggilan untuk umat Islam agar bersatu, menghargai warisan spiritual para nabi, dan menunjukkan toleransi serta kasih sayang kepada seluruh umat manusia.

5. Pentingnya Salat dan Ibadah dalam Kehidupan Modern

Salat adalah hadiah terpenting dari Miraj. Di era di mana waktu terasa semakin cepat berlalu dan berbagai godaan duniawi datang silih berganti, menjaga salat lima waktu adalah tantangan. Namun, Isra Miraj mengingatkan kita bahwa salat adalah investasi spiritual terpenting. Ia adalah momen untuk melepaskan diri dari kesibukan dunia, merenungkan kebesaran Allah, memohon ampunan, dan mencari petunjuk. Salat adalah benteng diri dari perbuatan keji dan mungkar, dan jembatan menuju ketenangan batin.

6. Teladan Kepemimpinan dan Keberanian

Nabi Muhammad SAW menunjukkan keberanian luar biasa dalam menceritakan pengalaman Isra Miraj kepada kaumnya, meskipun beliau tahu akan ada penolakan dan cemoohan. Ini adalah teladan bagi setiap Muslim untuk berani menegakkan kebenaran dan keyakinan, meskipun harus menghadapi penolakan dari lingkungan sekitar. Seorang pemimpin sejati harus teguh pada prinsipnya dan tidak goyah oleh tekanan massa.

7. Memahami Konsep Gaib dan Batas Nalar Manusia

Isra Miraj adalah pengajaran tentang konsep gaib (yang tak terlihat) dalam Islam. Ada hal-hal yang berada di luar jangkauan akal dan panca indra manusia, yang hanya bisa diimani melalui wahyu. Kita tidak perlu mencoba memahami setiap detail mukjizat secara rasional, tetapi cukup meyakini kekuasaan Allah yang tak terbatas. Ini mengajarkan kerendahan hati bahwa pengetahuan kita sangatlah sedikit dibandingkan dengan luasnya ilmu Allah.

Kesimpulan

Perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW adalah sebuah mukjizat agung yang melampaui batas-batas nalar dan hukum alam, sebuah manifestasi nyata dari kekuasaan Allah SWT yang tak terhingga. Dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian menembus tujuh lapis langit hingga ke Sidratul Muntaha dan menghadap Allah, Nabi Muhammad dianugerahi kehormatan tertinggi dan menerima perintah salat lima waktu yang menjadi tiang agama Islam.

Kisah ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan sumber inspirasi abadi yang kaya akan hikmah dan pelajaran. Ia adalah penghibur bagi jiwa yang lelah, penguat iman di kala ragu, dan penunjuk jalan di tengah kegelapan. Isra Miraj mengajarkan kita tentang pentingnya ketabahan dalam menghadapi cobaan, keutamaan salat sebagai sarana komunikasi langsung dengan Allah, persatuan risalah para nabi, serta kebesaran Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Bagi umat Islam di seluruh dunia, Isra Miraj adalah pengingat untuk senantiasa merenungkan keagungan Sang Pencipta, memperkuat hubungan spiritual, dan meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan materialistis, Isra Miraj mengajak kita untuk sejenak berhenti, mengangkat pandangan ke langit, dan menemukan kembali makna sejati kehidupan dalam cahaya keimanan yang tak tergoyahkan. Ia adalah janji bahwa setelah setiap kesulitan, akan ada kemudahan, dan setelah setiap kesabaran, akan ada pahala yang besar dari Allah SWT.