Pendahuluan: Permadani Kain dan Kisah Budaya
Baju Cina, atau Hanfu dalam pengertiannya yang paling luas yang merujuk pada pakaian tradisional etnis Han, lebih dari sekadar selembar kain. Ia adalah sebuah narasi panjang yang terajut rapi dalam benang sejarah, filosofi, status sosial, dan evolusi mode. Dari corak megah kekaisaran kuno hingga siluet anggun yang mendunia di era modern, pakaian Cina telah menjadi cerminan dinamis dari peradaban yang kaya. Artikel ini akan membawa Anda dalam perjalanan mendalam untuk mengungkap lapisan-lapisan makna di balik setiap jahitan, setiap warna, dan setiap motif yang membentuk identitas busana Cina.
Kita akan menjelajahi berbagai jenis pakaian yang telah menghiasi tubuh masyarakat Cina selama ribuan tahun, mulai dari Hanfu yang mengalir bebas dari dinasti-dinasti awal, Qipao yang ikonik dan merevolusi busana wanita, hingga Tangzhuang yang gagah. Lebih dari itu, kita akan menyelami simbolisme yang melekat erat pada setiap desain, di mana naga dan phoenix bukan hanya hiasan, melainkan penjaga cerita dan harapan. Pemahaman kita tidak hanya akan berhenti pada estetika, tetapi juga pada peran penting pakaian ini dalam upacara, ritual, dan kehidupan sehari-hari, serta bagaimana pakaian Cina terus beradaptasi dan menginspirasi di panggung mode global.
Dengan menelusuri akar sejarahnya, kita akan melihat bagaimana perubahan dinasti, invasi, inovasi tekstil, dan interaksi budaya telah membentuk dan mengubah bentuk, bahan, serta gaya berpakaian. Dari kain sutra yang mewah hingga katun yang sederhana, dari bordiran tangan yang rumit hingga cetakan modern, setiap aspek baju Cina berbicara tentang identitas, kekuasaan, spiritualitas, dan seni. Mari kita buka lembaran-lembaran sejarah dan mode ini untuk memahami keindahan dan kedalaman budaya Cina yang tak lekang oleh waktu.
Sejarah Awal dan Perkembangan Hanfu
Sejarah pakaian Cina berawal dari peradaban awal di lembah Sungai Kuning, dengan Hanfu sebagai fondasi utama. Hanfu, secara harfiah berarti "pakaian orang Han", adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh etnis Han, kelompok etnis mayoritas di Cina, selama ribuan tahun sebelum Dinasti Qing (1644-1911 M) yang dikuasai Manchu. Konsep Hanfu mencakup beragam gaya yang berevolusi melalui berbagai dinasti, masing-masing membawa ciri khasnya sendiri namun tetap mempertahankan elemen fundamental tertentu.
Periode Tiga Penguasa dan Lima Kaisar (Legendaris)
Menurut legenda, Huangdi (Kaisar Kuning) dan Yandi (Kaisar Api) adalah tokoh-tokoh yang mengembangkan pakaian pertama di Cina. Sutra, yang ditemukan oleh istri Huangdi, Leizu, memainkan peran penting sejak awal. Pakaian pada masa ini dipercaya sangat sederhana, mungkin terbuat dari kulit binatang atau serat tumbuhan, dan kemudian mulai menggunakan sutra setelah penemuannya. Konsep "atas dan bawah" (上衣下裳, shàngyī xiácháng) menjadi dasar, di mana atasan adalah kemeja dan bawahan adalah rok atau celana longgar.
Dinasti Shang (c. 1600–1046 SM)
Pada Dinasti Shang, struktur dasar pakaian mulai terlihat lebih jelas. Pakaian terdiri dari atasan (衣, yī) yang diikat di pinggang, dan bawahan (裳, cháng) yang berupa rok panjang. Warna-warna dasar seperti merah, hitam, dan putih dominan. Bahan utama adalah sutra, rami, dan kapas. Motif-motif geometris serta simbol-simbol kekuatan seperti naga dan burung phoenix mulai muncul, seringkali dalam bentuk bordir atau tenun. Pakaian memiliki fungsi spiritual dan juga penanda status sosial, dengan bangsawan mengenakan pakaian yang lebih rumit dan mewah.
Dinasti Zhou (c. 1046–256 SM)
Dinasti Zhou membawa sistem ritual dan etiket yang sangat terstruktur, yang juga tercermin dalam pakaian. Sistem "lima warna dasar" (五色, wǔsè) mulai ditetapkan, dengan masing-masing warna memiliki makna filosofis dan hierarkis. Gaya pakaian shenyi (深衣), sebuah jubah panjang yang merupakan perpaduan antara atasan dan bawahan menjadi satu pakaian utuh, menjadi populer. Shenyi dikenal karena kesederhanaan, keanggunan, dan kepraktisannya, mencerminkan nilai-nilai Konfusianisme tentang kesopanan dan keselarasan. Pakaian pada masa ini juga mulai dibedakan lebih jelas antara pakaian sehari-hari dan pakaian upacara.
Dinasti Qin (221–206 SM) dan Han (206 SM–220 M)
Dinasti Qin, meskipun berumur pendek, menyatukan Cina dan menstandardisasi banyak aspek budaya, termasuk pakaian. Pakaian dinasti Qin mengikuti gaya sebelumnya, tetapi dengan penekanan pada fungsionalitas dan keseragaman. Namun, Dinasti Han lah yang benar-benar mengkodifikasi Hanfu dan menetapkan banyak dari karakteristiknya yang paling dikenal.
Pada masa Han, shenyi tetap populer, namun juga muncul gaya quju (曲裾), jubah melingkar yang menutupi tubuh dan memanjang ke belakang, menciptakan siluet yang anggun dan berlapis. Pakaian ini mencerminkan Konfusianisme yang mapan dan rasa stabilitas kekaisaran. Pakaian wanita seringkali terdiri dari atasan (襦, rú) dan rok panjang (裙, qún), dengan lengan lebar. Kain sutra mencapai puncak kemewahannya, dan jalur sutra mulai berkembang, membawa kekayaan dan pengaruh budaya.
Dinasti Wei, Jin, Dinasti Utara dan Selatan (220–589 M)
Periode ini ditandai oleh fragmentasi politik dan interaksi intensif antara etnis Han dan kelompok etnis non-Han. Pakaian menjadi lebih longgar, dramatis, dan lebih terbuka, terutama pada wanita. Pengaruh dari budaya minoritas utara terlihat dalam penggunaan celana dan jaket pendek. Ruqun (襦裙), kombinasi atasan sempit dan rok panjang, menjadi gaya dominan, dan lengan pakaian menjadi sangat lebar, memberikan kesan megah dan bebas. Filosofi Taoisme yang menekankan kebebasan dan alam juga memengaruhi gaya busana yang lebih longgar dan mengalir.
Dinasti Sui (581–618 M) dan Tang (618–907 M)
Dinasti Tang adalah zaman keemasan bagi Cina, yang juga tercermin dalam mode. Pakaian menjadi lebih mewah, berwarna-warni, dan berani, sebagian besar karena keterbukaan dinasti terhadap pengaruh asing melalui Jalur Sutra. Wanita Tang terkenal dengan gaun mereka yang memiliki garis leher rendah, lengan yang sangat lebar, dan rok pinggang tinggi yang diikat di atas dada, memberikan tampilan yang anggun dan berani. Pakaian ini seringkali dihiasi dengan bordir rumit, cetakan, dan sulaman emas atau perak. Sutra adalah bahan yang paling banyak digunakan, tetapi katun dan rami juga umum. Para pria mengenakan jubah panjang dengan sabuk dan topi formal. Mode Tang secara signifikan memengaruhi pakaian di negara-negara tetangga seperti Jepang dan Korea.
Wanita Tang juga sering mengenakan Banbi (半臂), rompi pendek yang dikenakan di atas pakaian utama, dan Pibo (披帛), selendang panjang yang disampirkan di bahu atau lengan. Gaya rambut yang rumit dan penggunaan kosmetik yang mencolok juga menjadi bagian integral dari mode Tang, mencerminkan era kemakmuran dan kepercayaan diri yang luar biasa.
Dinasti Song (960–1279 M)
Setelah kemegahan Dinasti Tang, mode Dinasti Song kembali ke estetika yang lebih sederhana dan elegan, mencerminkan filsafat Neo-Konfusianisme. Pakaian menjadi lebih ramping, konservatif, dan kurang mencolok. Pakaian wanita seringkali terdiri dari atasan berlapis dan rok panjang, dengan jaket atau rompi (背心, bèixīn) di atasnya. Lengan menjadi lebih sempit, dan kerah seringkali disilangkan. Warna-warna yang lebih lembut dan motif yang lebih alami seperti bunga dan burung menjadi populer. Pakaian pria biasanya berupa jubah panjang (袍, páo) dengan lengan lebar, seringkali dikenakan dengan ikat pinggang dan topi resmi. Penekanan pada garis-garis bersih dan detail halus mencerminkan cita rasa estetik yang tinggi.
Dinasti Yuan (1271–1368 M)
Dinasti Yuan didirikan oleh Mongol, dan ini membawa perubahan signifikan dalam mode Cina. Meskipun Hanfu masih dikenakan, pakaian Mongol seperti bianxian ao (辫线袄), jubah yang ketat dengan pinggang tinggi dan bukaan samping untuk berkuda, menjadi sangat berpengaruh. Pakaian pada periode ini cenderung lebih praktis, tahan lama, dan cocok untuk gaya hidup nomaden. Bahan-bahan seperti wol dan kulit lebih sering digunakan, meskipun sutra tetap menjadi komoditas mewah. Interaksi budaya ini menghasilkan perpaduan gaya yang unik, menunjukkan adaptasi dan ketahanan budaya.
Dinasti Ming (1368–1644 M)
Dinasti Ming menandai kembalinya etnis Han ke tampuk kekuasaan, dan ada upaya untuk memulihkan dan menghidupkan kembali tradisi Hanfu. Pakaian Ming didasarkan pada gaya Han dan Tang, tetapi dengan adaptasi baru. Pakaian pria umumnya terdiri dari jubah (袍, páo), seringkali dengan lengan lebar dan kerah melingkar, dan dikenakan dengan ikat pinggang. Pakaian wanita seringkali berupa ruqun (atasan dan rok) atau aoqun (jaket dan rok), dengan penekanan pada leher yang tinggi dan desain yang anggun. Motif naga dan phoenix sangat umum, terutama pada pakaian kekaisaran. Sulaman dan brokat mencapai tingkat keahlian yang luar biasa, dengan penggunaan warna-warna cerah seperti merah, kuning, dan biru kekaisaran.
Variasi Hanfu Ming seperti Zhishen (直身), jubah lurus dengan bukaan di samping, dan Mamianqun (马面裙), rok dengan panel depan dan belakang yang rata, menjadi ikonik. Pakaian Dinasti Ming dikenal karena keanggunan, martabat, dan kemewahannya yang terukur, mencerminkan restorasi budaya Han setelah dominasi Mongol.
Dinasti Qing (1644–1911 M)
Dinasti Qing adalah titik balik utama dalam sejarah pakaian Cina. Manchu, yang menaklukkan Cina dan mendirikan dinasti Qing, memberlakukan kebijakan "perintah cukur rambut" dan mewajibkan pakaian Manchu pada sebagian besar masyarakat Han pria. Ini secara efektif mengakhiri dominasi Hanfu tradisional sebagai pakaian sehari-hari untuk pria Han. Meskipun wanita Han masih diizinkan mengenakan pakaian Hanfu mereka, banyak yang juga mengadopsi gaya Manchu atau memadukan elemen-elemennya.
Pakaian Manchu yang paling terkenal adalah Changshan (長衫) untuk pria dan Qipao (旗袍) untuk wanita. Changshan adalah jubah panjang dan lurus, sementara Qipao awalnya adalah jubah longgar dengan potongan lurus yang dikenakan oleh wanita Manchu. Evolusi Qipao modern akan dibahas lebih lanjut di bagian berikutnya.
Jenis-Jenis Baju Cina Tradisional yang Ikonik
Setelah menelusuri sejarah Hanfu, kini saatnya kita melihat lebih dekat beberapa jenis pakaian Cina yang paling terkenal dan signifikan, baik dalam sejarah maupun di era modern. Masing-masing memiliki cerita, bentuk, dan peran unik yang menjadikannya permata dalam warisan budaya Cina.
Hanfu (漢服): Pakaian Etnis Han
Seperti yang telah dijelaskan, Hanfu adalah istilah umum untuk pakaian tradisional etnis Han. Namun, dalam konteks modern, istilah ini seringkali merujuk pada gaya yang lebih spesifik yang telah dihidupkan kembali. Hanfu dicirikan oleh fitur-fitur seperti kerah melintang (交領, jiāolǐng), lengan lebar dan panjang (大袖, dàxiù), serta potongan yang mengalir dan berlapis. Ia dirancang untuk memuliakan tubuh dan memancarkan keanggunan, bukan untuk menonjolkan bentuk tubuh.
Komponen Utama Hanfu:
- Yi (衣): Pakaian atasan yang dikenakan di atas.
- Chang (裳): Rok atau bawahan.
- Pao (袍): Jubah panjang satu potong.
- Ru (襦): Jaket atau blus pendek.
- Qun (裙): Rok, bisa berlapis atau satu lapis.
- Ku (褲): Celana, meskipun kurang umum untuk pakaian luar wanita.
- Duanhe (褖): Mantel luar, seringkali lebih kasual.
Gaya-Gaya Hanfu Populer:
- Quju Shenyi (曲裾深衣): Jubah melingkar yang membungkus tubuh beberapa kali, populer di Dinasti Han. Memberikan siluet berlapis dan anggun.
- Zhiju Shenyi (直裾深衣): Jubah lurus yang lebih sederhana, dengan bukaan di samping, juga populer di Dinasti Han dan periode selanjutnya. Lebih praktis untuk aktivitas sehari-hari.
- Ruqun (襦裙): Kombinasi blus pendek (ru) dan rok panjang (qun). Ini adalah gaya Hanfu yang paling umum dan bervariasi sepanjang sejarah, dengan adaptasi di hampir setiap dinasti, terutama Dinasti Tang dan Ming.
- Yuanlingpao (圓領袍): Jubah kerah bundar, populer untuk pria dan wanita di Dinasti Tang, seringkali dengan lengan lebar dan motif hiasan. Digunakan sebagai pakaian resmi dan sehari-hari.
- Aoqun (袄裙): Kombinasi jaket (ao) dan rok (qun), mirip dengan ruqun tetapi jaketnya lebih panjang dan seringkali lebih formal. Populer di Dinasti Ming.
- Beizi (褙子) atau Pifeng (披風): Mantel atau jubah luar tanpa kancing di depan, dikenakan di atas pakaian utama. Menawarkan kehangatan dan keanggunan, seringkali dihiasi dengan bordir.
Gerakan kebangkitan Hanfu di abad ke-21 telah menarik minat baru, terutama di kalangan generasi muda, yang melihatnya sebagai cara untuk terhubung kembali dengan warisan budaya mereka. Ini bukan hanya tentang mode, tetapi juga tentang identitas dan kebanggaan budaya.
Qipao (旗袍) / Cheongsam (長衫): Ikon Modern
Qipao, atau dikenal sebagai Cheongsam di Barat (nama yang berasal dari dialek Kanton), adalah gaun wanita yang ramping dan pas badan, yang menjadi simbol keanggunan dan modernitas Cina. Asal-usulnya berbeda dari Hanfu. Qipao berevolusi dari changpao (長袍), jubah panjang yang dikenakan oleh wanita Manchu pada Dinasti Qing. Awalnya, Qipao Manchu sangat longgar, menutupi sebagian besar tubuh, dan dikenakan dengan celana panjang.
Transformasi dramatis Qipao terjadi pada tahun 1920-an di Shanghai, ketika desainer dan wanita modern mulai memodifikasinya. Untuk merangkul gaya hidup modern yang lebih aktif, Qipao dipotong lebih ramping, pas badan, dengan belahan samping yang lebih tinggi, dan kerah mandarin yang khas. Bahan-bahan seperti sutra, brokat, dan beludru sering digunakan, dan motif tradisional seperti naga, phoenix, bunga, dan kaligrafi diaplikasikan dengan indah. Pada tahun 1930-an, Qipao mencapai puncak kejayaannya, menjadi pakaian pilihan bagi wanita elit Shanghai dan ikon mode internasional. Qipao melambangkan perpaduan antara tradisi dan modernitas, timur dan barat.
Evolusi Qipao:
- Qipao Awal (Abad 17-19): Jubah Manchu longgar, potongan lurus, nyaman untuk berkuda, biasanya terbuat dari kapas atau sutra sederhana.
- Revolusi 1920-an: Dipersingkat, dipotong lebih ramping, belahan samping muncul, kerah mandarin standar.
- Puncak 1930-an-1940-an: Gaun pas badan yang menekankan siluet wanita, seringkali dengan bahu berlapis dan pinggang yang menonjol. Panjang dan belahan bervariasi.
- Pasca-1949: Popularitasnya menurun di daratan Cina karena kebijakan yang menolak kemewahan. Namun, tetap berkembang di Hong Kong dan Taiwan.
- Revival Modern: Kembali populer di Cina daratan sejak tahun 1980-an, sering dikenakan dalam acara formal, pernikahan, atau sebagai seragam. Para desainer modern terus bereksperimen dengan siluet, bahan, dan motifnya.
Qipao juga telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sinema dan budaya populer, terutama melalui film-film seperti "In the Mood for Love" yang semakin mempopulerkan keindahannya di mata dunia. Kini, Qipao tidak hanya menjadi pakaian formal, tetapi juga inspirasi bagi desainer fashion global yang mencari sentuhan oriental dalam koleksi mereka.
Tangzhuang (唐裝): Jaket Gagah Modern
Tangzhuang adalah jenis jaket Cina kontemporer yang sering dipakai oleh pria dan wanita. Meskipun namanya secara harfiah berarti "pakaian Tang", desainnya sebenarnya berevolusi dari jaket Manchu (馬褂, mǎguà) yang dikenakan di Dinasti Qing dan kemudian menjadi lebih umum di awal Republik Cina.
Tangzhuang modern dicirikan oleh kerah mandarin tegak, kancing simpul Cina (盘扣, pánkòu) yang khas di bagian depan (sering disebut frog buttons), dan seringkali lengan yang lebih lurus atau sedikit meruncing. Umumnya terbuat dari brokat sutra, linen, atau katun, dan sering dihiasi dengan motif tradisional seperti naga, awan, atau karakter keberuntungan. Tangzhuang menjadi populer di kalangan pemimpin Cina dan diaspora sebagai pakaian formal yang mewakili identitas Cina modern. Ia sangat umum dikenakan saat Tahun Baru Imlek, pernikahan, atau acara-acara resmi lainnya, menawarkan perpaduan antara kesederhanaan, martabat, dan sentuhan tradisional.
Changshan (長衫): Jubah Pria Tradisional
Changshan adalah versi pria dari Changpao Manchu yang juga menjadi dasar Qipao wanita. Ini adalah jubah panjang dan longgar dengan potongan lurus, biasanya terbuat dari sutra atau katun. Seperti Qipao, Changshan juga memiliki kerah mandarin dan kancing simpul Cina di sepanjang sisi kanan. Di masa lalu, Changshan sering dipadukan dengan jaket Maqua (馬褂) di atasnya untuk tampilan yang lebih formal atau untuk menunjukkan status sosial. Meskipun popularitasnya menurun di kehidupan sehari-hari, Changshan tetap menjadi pilihan untuk acara formal, pertunjukan budaya, atau sebagai pakaian tradisional di komunitas diaspora Cina.
Pakaian Etnis Minoritas
Penting untuk diingat bahwa Cina adalah negara multietnis dengan 56 kelompok etnis yang diakui secara resmi. Selain Hanfu, ada beragam pakaian tradisional yang menakjubkan dari kelompok-kelompok seperti Mongol, Tibet, Uyghur, Miao, Zhuang, dan Yi. Setiap kelompok memiliki gaya, motif, dan bahan yang unik, yang mencerminkan lingkungan, kepercayaan, dan sejarah mereka sendiri. Misalnya, pakaian Miao terkenal dengan bordiran perak dan kainnya yang rumit, sementara pakaian Tibet seringkali berupa jubah wol tebal yang disebut chuba. Keanekaragaman ini menambah kekayaan luar biasa pada permadani busana Cina.
Simbolisme Mendalam dalam Desain Baju Cina
Di balik keindahan visualnya, setiap aspek baju Cina dipenuhi dengan simbolisme dan makna. Warna, motif, dan bahan tidak dipilih secara acak, melainkan dengan pertimbangan mendalam yang mencerminkan filosofi, kepercayaan, dan pandangan dunia masyarakat Cina kuno dan modern.
Warna dan Maknanya
Warna memegang peranan krusial dalam budaya Cina, seringkali dikaitkan dengan lima elemen (kayu, api, tanah, logam, air), arah mata angin, musim, dan bahkan emosi.
- Merah (紅色, hóngsè): Warna paling penting dan menguntungkan. Melambangkan kebahagiaan, keberuntungan, kemakmuran, gairah, dan vitalitas. Sangat umum dalam pernikahan, festival Tahun Baru Imlek, dan upacara perayaan.
- Kuning (黃色, huángsè): Warna kekaisaran, dulunya hanya boleh dikenakan oleh kaisar atau keluarga kerajaan. Melambangkan kekuatan, kekayaan, kemuliaan, dan pusat alam semesta. Terkait dengan elemen tanah.
- Emas (金色, jīnsè): Serupa dengan kuning, melambangkan kemewahan, kekayaan, dan status tinggi. Sering digunakan untuk detail hiasan.
- Hijau (綠色, lǜsè): Melambangkan pertumbuhan, harmoni, kemudaan, dan alam. Terkait dengan elemen kayu.
- Biru (藍色, lánsè): Melambangkan ketenangan, kesetiaan, keabadian, dan juga sering dikaitkan dengan langit dan laut. Kadang juga terkait dengan elemen kayu atau air.
- Hitam (黑色, hēisè): Melambangkan kehormatan, keabadian, stabilitas, dan kekuatan. Dulunya warna yang dipakai pejabat tinggi. Terkait dengan elemen air.
- Putih (白色, báisè): Melambangkan kemurnian, kesederhanaan, tetapi juga sering dikaitkan dengan duka dan kematian. Biasanya dihindari dalam perayaan. Terkait dengan elemen logam.
Motif dan Simbolnya
Motif yang terukir atau disulam pada pakaian Cina adalah sebuah bahasa visual yang kaya, menceritakan legenda, harapan, dan aspirasi.
- Naga (龍, lóng): Simbol kekuasaan kekaisaran, kekuatan ilahi, keberuntungan, dan kemakmuran. Naga emas dengan lima cakar adalah lambang kaisar.
- Phoenix (鳳凰, fènghuáng): Simbol keindahan, keanggunan, kebajikan, dan kebangkitan. Phoenix adalah pasangan naga dan melambangkan permaisuri kekaisaran atau wanita bangsawan.
- Awan (雲, yún): Melambangkan surga, nasib baik, kesuburan, dan transformasi. Awan keberuntungan (祥雲, xiángyún) sering terlihat.
- Bunga Peony (牡丹, mǔdān): "Ratu bunga", melambangkan kekayaan, kehormatan, kemakmuran, dan status tinggi.
- Bunga Lotus (蓮花, liánhuā): Simbol kemurnian, pencerahan, keindahan, dan kesempurnaan spiritual dalam Buddhisme.
- Bunga Plum (梅花, méihuā): Melambangkan ketahanan, kekuatan, dan harapan, karena mekar di musim dingin.
- Bambu (竹, zhú): Simbol kekuatan, ketahanan, integritas, dan kesederhanaan, karena tumbuh lurus dan kuat.
- Burung Bangau (鶴, hè): Melambangkan umur panjang, kebijaksanaan, dan keabadian. Sering muncul pada pakaian pejabat tinggi.
- Kelelawar (蝠, fú): Kata untuk kelelawar (fú) terdengar seperti kata untuk keberuntungan (福, fú), sehingga menjadi simbol keberuntungan dan kebahagiaan.
- Ikan (魚, yú): Melambangkan kelimpahan, kemakmuran, dan kesuburan, karena kata ikan (yú) terdengar seperti kata sisa/kelebihan (余, yú).
- Simbol Delapan Abadi (八仙, bāxiān): Simbol dari Taoisme, setiap Abadi memiliki instrumen atau barang tertentu yang diwakilinya, membawa keberuntungan.
- Fu (福): Karakter Cina untuk "keberuntungan" atau "kemakmuran", sering digambarkan secara dekoratif.
Bahan dan Tekstil
Pilihan bahan tidak hanya mempengaruhi tampilan dan rasa pakaian, tetapi juga mencerminkan status, kekayaan, dan kadang-kadang filosofi.
- Sutra (絲綢, sīchóu): Raja dari semua kain di Cina. Sutra adalah penemuan Cina yang dijaga kerahasiaannya selama ribuan tahun dan menjadi tulang punggung Jalur Sutra. Melambangkan kemewahan, keindahan, dan status tinggi. Pakaian kekaisaran dan bangsawan hampir selalu terbuat dari sutra.
- Brokat (錦, jǐn): Jenis sutra yang ditenun dengan pola rumit, seringkali menggunakan benang emas atau perak. Sangat mewah dan digunakan untuk pakaian seremonial atau sangat formal.
- Katun (棉, mián): Lebih terjangkau dan nyaman, katun banyak digunakan oleh masyarakat umum untuk pakaian sehari-hari. Simbol kepraktisan dan kesederhanaan.
- Rami (麻, má): Digunakan sejak zaman kuno, rami adalah bahan yang kuat, tahan lama, dan sejuk, cocok untuk iklim panas dan untuk pakaian kerja.
- Beludru (絨, róng): Diperkenalkan lebih kemudian, beludru memberikan tekstur yang kaya dan mewah, sering digunakan pada Qipao dan jaket musim dingin.
Bordir dan Sulaman
Seni bordir Cina adalah warisan yang tak ternilai, dengan empat gaya utama yang terkenal: Su (蘇繡), Xiang (湘繡), Shu (蜀繡), dan Yue (粵繡). Setiap gaya memiliki teknik, pola, dan penggunaan warna yang unik.
- Bordir Su (Suzhou): Terkenal karena detailnya yang halus, warna-warna lembut, dan penggunaan benang sutra yang sangat tipis untuk menciptakan gambar yang menyerupai lukisan. Sering menampilkan bunga, burung, dan pemandangan.
- Bordir Xiang (Hunan): Menampilkan gaya yang lebih berani, dengan kontras warna yang kuat dan penggunaan benang sutra dan kapas. Sering menggambarkan hewan, terutama harimau.
- Bordir Shu (Sichuan): Dikenal dengan penggunaan benang berwarna terang dan gelap, menciptakan efek tiga dimensi. Seringkali menampilkan bunga, burung, bambu, dan naga.
- Bordir Yue (Guangdong): Ditandai dengan penggunaan benang emas dan perak, menciptakan efek berkilau. Sering menampilkan naga, phoenix, dan motif mitologi.
Bordir tidak hanya menambah keindahan pada pakaian tetapi juga berfungsi sebagai media untuk menyampaikan pesan simbolis dan narasi budaya yang rumit, menjadikannya salah satu elemen paling berharga dari busana Cina.
Peran Sosial dan Budaya Baju Cina
Pakaian di Cina kuno bukan hanya penutup tubuh, melainkan sebuah deklarasi. Ia adalah bahasa visual yang kaya, menyampaikan informasi tentang status sosial, identitas etnis, profesi, dan bahkan filosofi hidup seseorang. Perannya dalam masyarakat sangat dalam dan multifaset.
Penanda Status Sosial dan Hierarki
Pada sebagian besar sejarah Cina, pakaian adalah indikator utama status sosial. Aturan yang ketat mengatur siapa yang boleh mengenakan warna tertentu, motif tertentu, atau jenis kain tertentu. Ini memastikan bahwa hierarki sosial yang kompleks dapat dilihat dengan jelas.
- Kaisar dan Keluarga Kekaisaran: Hanya kaisar yang boleh mengenakan jubah berwarna kuning kekaisaran, seringkali dengan motif naga lima cakar. Bahan yang digunakan adalah sutra terbaik, dihiasi dengan bordiran emas dan perak yang paling rumit. Para pangeran, bangsawan, dan pejabat tinggi memiliki aturan warna dan motif mereka sendiri, yang semakin rendah statusnya, semakin sederhana dan kurang mencolok pakaiannya.
- Pejabat dan Bangsawan: Memiliki hak istimewa untuk mengenakan warna-warna cerah seperti merah, ungu, dan hijau, serta bahan sutra berkualitas tinggi. Motif seperti bangau, awan, dan bambu sering ditemukan pada pakaian mereka, menandakan umur panjang, integritas, dan kebijaksanaan.
- Cendekiawan dan Sarjana: Seringkali mengenakan pakaian yang lebih sederhana namun elegan, seringkali dalam warna gelap atau alami seperti hitam, biru tua, atau abu-abu. Ini mencerminkan penekanan pada intelektualitas dan kesederhanaan daripada kemewahan.
- Masyarakat Umum (Petani, Pengrajin, Pedagang): Dibatasi pada warna-warna yang lebih netral seperti abu-abu, biru, coklat, atau putih, dan bahan seperti kapas atau rami. Sutra biasanya di luar jangkauan mereka. Pakaian mereka lebih fungsional dan sederhana.
Bahkan bentuk dan panjang lengan atau jubah dapat menunjukkan status. Lengan yang sangat lebar dan panjang seringkali merupakan tanda status tinggi, karena tidak praktis untuk pekerjaan fisik. Ikat pinggang dan hiasan kepala juga memainkan peran penting dalam membedakan pangkat.
Pakaian dalam Upacara dan Ritual
Untuk upacara pernikahan, festival, atau ritual keagamaan, pakaian khusus dikenakan untuk menandai kesucian dan makna acara tersebut.
- Pernikahan: Pengantin wanita tradisional mengenakan gaun merah yang kaya (鳳冠霞帔, fèngguān xiápèi) dihiasi dengan motif phoenix, naga, dan keberuntungan, melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran. Pengantin pria mungkin mengenakan jubah Changshan merah atau hitam yang dihiasi. Warna merah dominan karena melambangkan keberuntungan dan mengusir roh jahat.
- Festival Tahun Baru Imlek: Orang-orang mengenakan pakaian baru, seringkali berwarna merah, untuk merayakan awal baru dan menarik keberuntungan. Anak-anak sering mengenakan pakaian dengan motif hewan zodiak atau simbol keberuntungan.
- Pemakaman: Warna putih adalah warna duka di Cina, jadi pakaian pemakaman biasanya berwarna putih atau hitam, sederhana, dan tanpa hiasan. Ini berlawanan dengan konvensi Barat di mana hitam adalah warna duka primer.
- Upacara Adat dan Keagamaan: Para biksu, biarawan Tao, dan praktisi spiritual mengenakan jubah khusus yang menunjukkan afiliasi dan peran mereka dalam ritual.
Identitas Budaya dan Nasional
Pakaian Cina juga berfungsi sebagai penanda identitas budaya yang kuat, terutama di tengah interaksi dengan budaya lain.
- Pakaian sebagai Simbol Kebanggaan: Di era modern, gerakan kebangkitan Hanfu dan popularitas Qipao dan Tangzhuang adalah manifestasi kebanggaan budaya. Memakai pakaian tradisional adalah cara untuk menunjukkan penghormatan terhadap sejarah dan warisan.
- Representasi Nasional: Pada acara-acara internasional, pemimpin Cina sering mengenakan Tangzhuang, sementara Qipao adalah pilihan populer bagi wanita Cina yang ingin mewakili negara mereka dengan keanggunan. Kedua pakaian ini telah menjadi simbol yang mudah dikenali dari identitas Cina di panggung global.
- Pakaian Etnis Minoritas: Bagi kelompok etnis minoritas, pakaian tradisional mereka adalah inti dari identitas mereka, membedakan mereka dari etnis Han dan dari kelompok etnis minoritas lainnya. Ini adalah cara untuk melestarikan tradisi, seni, dan sejarah mereka.
Pengaruh Politik pada Busana
Pemerintahan Cina, baik kekaisaran maupun modern, seringkali menggunakan pakaian sebagai alat kontrol sosial atau propaganda.
- Perintah Cukur Rambut Qing: Salah satu contoh paling terkenal adalah perintah Dinasti Qing kepada pria Han untuk mengadopsi gaya rambut kuncir Manchu (queue) dan pakaian Changshan. Ini adalah simbol penyerahan dan dominasi Manchu.
- Mao Suit (中山裝, Zhōngshānzhuāng): Setelah berdirinya Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, Mao Zedong mempopulerkan "Mao Suit", yang didasarkan pada seragam militer dan jaket gaya Sun Yat-sen. Ini adalah pakaian utilitarian, sederhana, dan seragam yang melambangkan kesetaraan, keseragaman, dan semangat revolusioner. Untuk waktu yang lama, ini adalah pakaian standar bagi pria dan wanita di Cina daratan, menggeser pakaian tradisional yang lebih rumit. Meskipun bukan pakaian tradisional dalam arti historis, ia menjadi simbol busana Cina selama beberapa dekade.
- Larangan dan Promosi: Di berbagai era, pemerintah dapat melarang gaya pakaian tertentu (misalnya, Qipao di masa Revolusi Kebudayaan) atau mempromosikan gaya lain untuk mencapai tujuan politik atau sosial.
Dengan demikian, baju Cina adalah cerminan kompleks dari kekuatan yang membentuk masyarakatnya – dari kaisar hingga petani, dari ritual suci hingga manifesto politik, ia terus menceritakan kisah yang kaya dan tak ada habisnya.
Proses Pembuatan Baju Cina: Sebuah Kerajinan Seni
Pembuatan baju Cina tradisional adalah sebuah kerajinan yang memerlukan keahlian, kesabaran, dan pemahaman mendalam tentang estetika dan simbolisme. Dari pemilihan bahan hingga sentuhan akhir, setiap langkah adalah bagian dari warisan seni yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Pemilihan Bahan
Langkah pertama dan paling fundamental adalah pemilihan kain. Kualitas kain menentukan tampilan dan jatuh pakaian, serta kenyamanan pemakainya. Kain yang paling umum digunakan adalah:
- Sutra: Untuk pakaian formal, mewah, dan kekaisaran. Pemilihan jenis sutra (misalnya, sutra murbei, dupioni, habotai, krep de chine) tergantung pada efek yang diinginkan. Sutra juga dipilih berdasarkan kemampuan menyerap warna dan ketahanan terhadap bordir.
- Brokat: Sutra yang ditenun dengan pola rumit, seringkali dengan benang emas atau perak. Ini adalah pilihan untuk Qipao atau Tangzhuang yang sangat mewah.
- Katun/Linen: Untuk pakaian sehari-hari, musim panas, atau desain yang lebih kasual. Bahan ini lebih mudah dirawat dan nyaman.
- Beludru: Untuk Qipao atau jaket musim dingin, memberikan kehangatan dan tampilan yang mewah.
Selain jenis kain, warna dan motif yang sudah ada pada kain juga sangat diperhatikan agar sesuai dengan makna dan tujuan pakaian tersebut.
Pengukuran dan Pola
Untuk pakaian pas badan seperti Qipao, pengukuran yang sangat akurat adalah kunci. Pengrajin akan mengambil banyak pengukuran, termasuk lingkar dada, pinggang, pinggul, bahu, panjang lengan, dan panjang gaun. Untuk Hanfu yang lebih longgar, pengukuran juga penting tetapi toleransinya lebih besar.
Kemudian, pola dibuat di atas kertas berdasarkan pengukuran. Ini adalah seni tersendiri, karena pola harus memperhitungkan bagaimana kain akan jatuh, lipatan yang diinginkan, dan kesesuaian dengan bentuk tubuh. Pola tradisional Cina seringkali mengutamakan garis lurus dan potongan panel yang digabungkan, berbeda dengan pola Barat yang sering menggunakan darts untuk membentuk siluet.
Pemotongan Kain
Dengan pola yang sudah jadi, kain dipotong dengan hati-hati. Ini memerlukan presisi tinggi, terutama untuk kain sutra yang licin atau brokat dengan pola yang harus dijajar dengan sempurna. Pemotongan yang salah dapat merusak keseluruhan pakaian.
Penjahitan
Penjahitan baju Cina seringkali dilakukan dengan tangan, meskipun mesin jahit juga digunakan untuk bagian-bagian tertentu. Untuk Hanfu, penjahitan biasanya lebih mengutamakan jahitan yang kuat dan tersembunyi, agar kain dapat mengalir bebas. Untuk Qipao, penekanan adalah pada jahitan yang rapi dan kuat untuk menciptakan siluet pas badan yang sempurna. Bagian-bagian penting seperti kerah mandarin dan belahan samping membutuhkan keahlian khusus.
Kerah mandarin, misalnya, harus dijahit dengan kaku namun tetap nyaman. Kancing simpul Cina (pánkòu) juga dibuat secara manual dari kain yang sama atau kain kontras, lalu dijahit dengan sangat hati-hati. Proses ini tidak hanya fungsional tetapi juga menjadi elemen dekoratif yang penting.
Bordir dan Hiasan
Ini adalah salah satu tahap yang paling memakan waktu dan artistik dalam pembuatan baju Cina. Bordir tangan adalah bentuk seni yang dihargai, dengan setiap tusukan benang menceritakan kisah. Motif-motif seperti naga, phoenix, bunga, atau awan seringkali dibordir dengan tangan menggunakan benang sutra atau emas/perak.
Teknik bordir bervariasi tergantung pada gaya dan wilayah. Misalnya, bordir Su terkenal dengan detail halus dan dua sisi, di mana motif dapat dilihat dengan sempurna dari kedua sisi kain. Proses ini bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk pakaian yang sangat rumit.
Selain bordir, hiasan lain seperti manik-manik, payet, atau aplikasi kain juga dapat ditambahkan untuk mempercantik pakaian, terutama untuk pakaian pernikahan atau upacara.
Penyelesaian Akhir
Setelah semua bagian dijahit dan dihias, pakaian melewati tahap penyelesaian akhir. Ini termasuk pemangkasan benang yang longgar, penekanan dan penyetrikaan, serta pemeriksaan kualitas yang cermat. Pakaian juga bisa diberi lapisan dalam (lining) untuk kenyamanan dan kerapian.
Seluruh proses ini adalah sebuah perpaduan antara keahlian teknis dan ekspresi artistik, yang menghasilkan tidak hanya sebuah pakaian tetapi juga sebuah karya seni yang dapat dikenakan, membawa sejarah dan budaya dalam setiap seratnya. Para pengrajin yang melakukan pekerjaan ini adalah penjaga tradisi yang berharga, memastikan warisan busana Cina terus hidup.
Baju Cina di Era Modern: Adaptasi dan Inovasi
Di abad ke-21, baju Cina tidak lagi hanya menjadi relik masa lalu atau pakaian untuk acara khusus. Ia telah menemukan kembali tempatnya dalam kehidupan sehari-hari, di panggung mode global, dan sebagai simbol identitas budaya yang dinamis. Dari kebangkitan Hanfu hingga adaptasi Qipao, busana Cina terus beradaptasi dan berinovasi.
Kebangkitan Hanfu (Hanfu Movement)
Sejak awal tahun 2000-an, Cina telah menyaksikan kebangkitan Hanfu yang signifikan, terutama di kalangan generasi muda. Gerakan ini didorong oleh keinginan untuk terhubung kembali dengan warisan budaya Han dan mengekspresikan identitas nasional. Anak muda mengenakan Hanfu tidak hanya untuk festival atau acara khusus, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari seperti pergi kuliah, berjalan-jalan, atau bahkan berbelanja.
Gerakan ini tidak hanya tentang memakai pakaian lama. Ada banyak desainer modern yang menciptakan Hanfu dengan sentuhan kontemporer, menggunakan kain dan teknik modern, sambil tetap mempertahankan siluet dan elemen desain inti. Ini mencakup Hanfu yang lebih praktis untuk dipakai sehari-hari (改良汉服, gǎiliáng hànfú, atau Hanfu yang ditingkatkan/modern) dan Hanfu yang lebih tradisional untuk perayaan. Media sosial memainkan peran besar dalam mempopulerkan gerakan ini, dengan banyak influencer yang memamerkan gaya Hanfu mereka.
Qipao/Cheongsam dalam Fashion Global
Qipao telah lama menjadi ikon fashion Cina yang paling dikenal secara internasional. Desainer Barat sering mengambil inspirasi dari siluet, kerah mandarin, atau kancing simpulnya. Di Cina sendiri, Qipao terus berevolusi. Desainer kontemporer sering memadukan elemen Qipao dengan gaya modern, menciptakan gaun malam, pakaian kantor, atau bahkan pakaian kasual dengan sentuhan Qipao. Mereka bereksperimen dengan kain baru seperti denim, renda, atau bahan transparan, serta motif abstrak atau geometris.
Qipao tetap menjadi pilihan populer untuk acara formal, pernikahan, dan kontes kecantikan, baik di Cina maupun di kalangan diaspora Cina di seluruh dunia. Fleksibilitasnya memungkinkan Qipao untuk terus menjadi relevan dan menarik, membuktikan bahwa tradisi dapat selaras dengan inovasi.
Inspirasi dalam Busana Kontemporer
Selain Hanfu dan Qipao, elemen-elemen desain tradisional Cina lainnya juga terus menginspirasi fashion kontemporer:
- Kerah Mandarin: Diterapkan pada jaket, blus, dan gaun modern, memberikan sentuhan elegan dan eksotis.
- Kancing Simpul Cina (Frog Buttons): Digunakan sebagai detail hiasan pada jaket, rompi, atau tas, menambahkan sentuhan etnik.
- Motif Tradisional: Naga, phoenix, awan, dan bunga sering diadaptasi ke dalam cetakan kain, bordir, atau aksesori dalam koleksi desainer global.
- Siluet Longgar dan Berlapis: Inspirasi dari Hanfu dan pakaian dinasti Tang terlihat dalam desain longgar, mengalir, dan berlapis yang populer dalam beberapa tren fashion.
Desainer Cina di Panggung Dunia
Desainer Cina modern seperti Guo Pei telah meraih pengakuan internasional dengan menciptakan karya-karya haute couture yang menggabungkan kemewahan tradisional Cina dengan desain futuristik. Gaun Guo Pei yang rumit, dihiasi dengan bordiran tangan yang luar biasa dan siluet dramatis, telah dikenakan oleh selebriti di karpet merah dan dipamerkan di museum-museum bergengsi.
Generasi baru desainer Cina juga berani bereksperimen, memadukan estetika Timur dan Barat, menciptakan busana yang unik dan menarik. Mereka menggunakan kain tradisional dengan cara baru, bereksperimen dengan potongan asimetris, dan menggabungkan seni kaligrafi atau lukisan Cina ke dalam desain busana. Ini menunjukkan bahwa fashion Cina tidak hanya melihat ke belakang tetapi juga terus bergerak maju, memadukan masa lalu dengan masa kini dan masa depan.
Globalisasi dan Identitas
Di era globalisasi, pakaian Cina juga menjadi arena perdebatan tentang identitas budaya, apropriasi budaya, dan autentisitas. Pertanyaan tentang siapa yang boleh memakai pakaian Cina, bagaimana cara memakainya dengan hormat, dan bagaimana tradisi dapat dipertahankan di tengah modernisasi terus muncul.
Namun, yang jelas adalah bahwa pakaian Cina telah melampaui batas geografis dan budaya. Ia adalah bukti dari kekuatan artistik dan filosofis sebuah peradaban, yang terus menginspirasi dan memikat dunia, membuktikan bahwa keindahan tradisi dapat hidup berdampingan dengan inovasi modern, bahkan menjadi pendorongnya.
Kesimpulan: Warisan yang Terus Bersemi
Perjalanan kita menelusuri dunia baju Cina, dari akar sejarahnya yang dalam di dinasti-dinasti kuno hingga manifestasinya yang dinamis di panggung mode modern, telah mengungkapkan permadani yang kaya akan budaya, seni, dan filosofi. Kita telah melihat bagaimana setiap lipatan kain, setiap pilihan warna, dan setiap motif bordir adalah pembawa cerita yang melampaui estetika semata. Baju Cina bukanlah sekadar pakaian; ia adalah identitas, status, ritual, dan sebuah deklarasi kebanggaan budaya.
Dari Hanfu yang mengalir bebas dan anggun, yang mencerminkan harmoni Konfusianisme dan keterbukaan Dinasti Tang, hingga Qipao yang ramping dan berani, yang menjadi simbol revolusi mode wanita Shanghai, dan Tangzhuang yang gagah sebagai representasi identitas modern, setiap gaya memiliki narasi uniknya sendiri. Simbolisme naga, phoenix, bunga peony, dan warna-warna fundamental seperti merah dan kuning, semuanya berbicara tentang kepercayaan, harapan, dan pandangan dunia masyarakat Cina yang telah bertahan selama ribuan tahun.
Proses pembuatannya, yang melibatkan keahlian tangan yang luar biasa dalam memotong, menjahit, dan membordir, adalah bukti lain dari apresiasi mendalam terhadap kerajinan seni. Di tangan para pengrajin, kain berubah menjadi karya seni yang dapat dikenakan, membawa warisan budaya dari masa lalu ke masa kini.
Di era modern, baju Cina telah menunjukkan kapasitas adaptasi dan inovasi yang luar biasa. Gerakan kebangkitan Hanfu, dengan generasi muda yang dengan bangga mengenakan pakaian tradisional mereka, adalah manifestasi kuat dari keinginan untuk terhubung kembali dengan akar budaya. Qipao terus memikat dunia mode internasional, sementara desainer Cina kontemporer mendorong batas-batas kreativitas, memadukan tradisi dengan inovasi untuk menciptakan busana yang relevan dan visioner.
Sebagai sebuah warisan yang terus bersemi, baju Cina melampaui fungsi dasar pakaian. Ia adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan, sebuah ekspresi identitas yang kuat, dan sumber inspirasi yang tak ada habisnya bagi desainer, seniman, dan siapa pun yang menghargai keindahan budaya. Dalam setiap benang dan setiap jahitan, terdapat kebijaksanaan, ketahanan, dan keanggunan peradaban yang kaya, yang terus menenun kisahnya di panggung dunia.
Mengenal baju Cina adalah mengenal lebih jauh tentang jiwa sebuah bangsa, tentang bagaimana seni dan kehidupan menyatu dalam keindahan yang abadi.