Pengantar: Lebih dari Sekadar Perhiasan
Di tengah gemerlap kekayaan budaya Indonesia yang tak terhingga, tersemat sebuah mahakarya perhiasan yang bukan hanya memancarkan keindahan visual, namun juga menyimpan lapisan-lapisan sejarah, filosofi, dan identitas masyarakatnya: Badong. Istilah "badong" mungkin terasa asing bagi sebagian orang awam, namun di berbagai daerah di Nusantara, terutama Bali, Jawa, dan Sumatera, badong adalah elemen krusial dalam busana adat, tari-tarian, upacara sakral, hingga penanda status sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Artikel ini akan mengajak Anda menyingkap tabir di balik perhiasan dada yang menawan ini, menjelajahi asal-usulnya, keberagamannya, makna yang terkandung di dalamnya, proses pembuatannya yang rumit, hingga relevansinya di era modern.
Badong, sebagai perhiasan dada, seringkali dibuat dari logam mulia seperti emas, perak, atau perunggu, dihiasi dengan permata, ukiran rumit, atau manik-manik. Bentuknya pun beragam, mulai dari lempengan besar yang menutupi bagian dada, untaian kalung berlapis-lapis, hingga hiasan rumit yang terinspirasi dari flora, fauna, atau motif-motif mitologis. Keberadaan badong bukan sekadar aksesoris pelengkap, melainkan sebuah narasi visual yang bercerita tentang kebesaran kerajaan, kesakralan ritual, kemewahan bangsawan, dan keanggunan seorang penari.
Dalam konteks global, perhiasan tradisional seperti badong adalah cerminan dari peradaban yang membentuknya. Ia adalah bukti keahlian artistik, penguasaan material, dan kedalaman spiritual masyarakat di masa lalu. Setiap lekukan, setiap ukiran, dan setiap material yang digunakan dalam badong adalah representasi dari nilai-nilai budaya yang dipegang teguh. Memahami badong berarti menyelami sebagian jiwa Nusantara yang kaya dan multidimensional.
Sejarah dan Asal-Usul Badong di Nusantara
Sejarah perhiasan di Nusantara adalah catatan panjang tentang interaksi budaya, perkembangan teknologi, dan perubahan sosial. Badong, dalam berbagai wujudnya, merupakan salah satu artefak yang merekam jejak-jejak peradaban tersebut. Jejak-jejak awal penggunaan perhiasan dada dapat ditelusuri kembali ke masa prasejarah, terutama pada periode megalitikum dan perunggu, di mana masyarakat mulai menggunakan benda-benda alam seperti batu, tulang, dan kulit kerang sebagai ornamen tubuh.
Pengaruh Awal dan Migrasi Budaya
Kedatangan pengaruh Hindu-Buddha dari India sekitar abad ke-1 Masehi membawa revolusi besar dalam seni perhiasan di Nusantara. Pengenalan konsep dewa-dewi yang digambarkan mengenakan perhiasan mewah, serta teknik-teknik pengolahan logam yang lebih canggih seperti cetakan lilin hilang (lost-wax casting) dan penempaan, mengubah lanskap pembuatan perhiasan. Relief candi-candi seperti Borobudur dan Prambanan menjadi saksi bisu betapa perhiasan, termasuk ornamen dada, telah menjadi bagian integral dari busana bangsawan dan tokoh-tokoh spiritual.
Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha seperti Sriwijaya, Mataram Kuno, Singasari, hingga Majapahit, perhiasan bukan hanya simbol kecantikan, tetapi juga penanda status sosial, kekuasaan, dan bahkan identitas spiritual. Badong dalam bentuk lempengan atau untaian kalung besar yang menghiasi dada raja, ratu, atau pendeta, melambangkan kemewahan dan legitimasi ilahi. Materialnya pun semakin berharga, dengan dominasi emas dan perak yang menunjukkan kekayaan sumber daya alam dan keahlian para pengrajin.
Perkembangan di Era Kesultanan dan Pengaruh Islam
Ketika Islam masuk dan berkembang di Nusantara, seni perhiasan tidak serta merta hilang, melainkan mengalami adaptasi dan asimilasi. Meskipun Islam cenderung menghindari penggambaran makhluk hidup secara realistis, motif-motif flora, kaligrafi, dan geometris justru semakin berkembang. Badong tetap dipertahankan dalam busana adat di banyak kesultanan, terutama di daerah Melayu seperti Sumatera dan Kalimantan. Bentuknya mungkin sedikit berubah, namun fungsinya sebagai perhiasan seremonial tetap kuat.
Pada masa ini, teknik-teknik seperti filigri (kerawang) dan granulasi semakin populer, memungkinkan pembuatan badong dengan detail yang lebih halus dan rumit. Perdagangan internasional juga membawa pengaruh baru, seperti permata dari India, Persia, atau Tiongkok, yang semakin memperkaya estetika badong. Di beberapa daerah, badong mulai dihiasi dengan koin-koin emas atau perak yang disatukan, menunjukkan nilai ekonomi dan status pemiliknya.
Era Kolonial dan Modern
Masa kolonial Belanda membawa masuk teknologi dan bahan baru, namun juga menyebabkan pergeseran dalam produksi dan konsumsi perhiasan tradisional. Sebagian besar badong kuno disimpan sebagai harta warisan keluarga atau koleksi museum, sementara produksinya cenderung menurun. Namun, semangat pelestarian budaya tetap hidup, terutama di kalangan bangsawan dan kelompok-kelompok adat yang masih memegang teguh tradisi.
Di era modern, badong kembali mendapatkan perhatian sebagai warisan budaya yang tak ternilai. Desainer kontemporer mulai mencari inspirasi dari bentuk-bentuk klasik badong, menciptakan interpretasi baru yang relevan dengan tren masa kini tanpa menghilangkan esensi aslinya. Badong kini tidak hanya menjadi properti tari atau upacara adat, tetapi juga simbol identitas dan kebanggaan akan akar budaya Nusantara.
Makna Filosofis dan Simbolisme Badong
Di balik kilaunya yang memesona, badong adalah cawan yang menampung beragam makna filosofis dan simbolisme yang mendalam, mencerminkan pandangan dunia, keyakinan spiritual, dan struktur sosial masyarakat Nusantara. Ini bukan sekadar benda mati, melainkan sebuah artefak yang "hidup" dengan cerita dan nilai-nilai luhur.
Simbol Status, Kekuasaan, dan Kekayaan
Secara paling langsung, badong adalah penanda status sosial dan kekuasaan. Semakin besar, rumit, dan berharga material yang digunakan (terutama emas dan permata), semakin tinggi pula kedudukan sosial pemiliknya. Di banyak kerajaan, badong menjadi atribut wajib bagi raja, ratu, pangeran, dan bangsawan tinggi lainnya. Penggunaannya dalam upacara penobatan atau pertemuan agung menegaskan otoritas dan legitimasi kekuasaan.
- Emas: Seringkali melambangkan kemuliaan, keabadian, dan status ilahi, karena emas adalah logam yang tidak berkarat dan tetap berkilau.
- Permata: Batu-batu mulia seperti intan, rubi, atau zamrud tidak hanya menambah keindahan, tetapi juga dipercaya memiliki khasiat pelindung atau membawa keberuntungan. Jumlah dan kualitas permata menunjukkan kekayaan yang luar biasa.
Pelindung dan Penangkal Bala
Dalam banyak tradisi di Nusantara, perhiasan tidak hanya berfungsi estetis, tetapi juga apotropaic, yaitu sebagai pelindung atau penangkal bala. Badong yang dikenakan di dada, area yang dianggap vital dan dekat dengan jantung, diyakini dapat melindungi pemakainya dari energi negatif, roh jahat, atau bahaya fisik. Motif-motif tertentu pada badong, seperti singa, naga, atau Garuda, seringkali diyakini memiliki kekuatan protektif.
Bentuk-bentuk geometris, mantra, atau simbol-simbol kosmologis yang terukir pada badong juga diyakini dapat mengalirkan energi positif, menjaga keseimbangan spiritual, atau menjadi jimat keberuntungan. Ini adalah perpaduan antara seni, kepercayaan, dan spiritualitas yang khas dalam budaya Timur.
Kesuburan, Keindahan, dan Keseimbangan
Badong juga erat kaitannya dengan simbolisme kesuburan dan keindahan, terutama ketika dikenakan oleh wanita dalam upacara pernikahan atau tarian. Keindahan dan kilau badong diharapkan dapat memancarkan aura positif, menarik keberuntungan, dan melambangkan kemakmuran bagi pengantin atau penari. Motif flora seperti bunga teratai, daun, atau sulur-suluran yang sering ditemukan pada badong, secara universal melambangkan kehidupan, pertumbuhan, dan kesuburan.
Selain itu, desain badong yang seringkali simetris mencerminkan konsep keseimbangan dan harmoni dalam kosmologi masyarakat Nusantara. Keseimbangan ini tidak hanya secara visual, tetapi juga keseimbangan antara alam semesta, manusia, dan dimensi spiritual.
Identitas dan Warisan Leluhur
Bagi banyak keluarga atau kelompok adat, badong adalah benda pusaka yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ia menjadi pengikat antara masa lalu, masa kini, dan masa depan, menghubungkan pemiliknya dengan leluhur dan identitas budaya mereka. Menggunakan badong pusaka bukan hanya sekadar mengenakan perhiasan, melainkan juga menghormati tradisi, mengenang para pendahulu, dan menegaskan keberlanjutan budaya.
Setiap badong memiliki ceritanya sendiri, tentang siapa yang pernah memakainya, dalam upacara apa ia digunakan, dan peristiwa penting apa yang menyertainya. Kisah-kisah ini dituturkan dari mulut ke mulut, menjadikan badong sebagai repositori memori kolektif dan jati diri suatu komunitas.
Ragam Badong di Nusantara: Sebuah Etnografi Perhiasan
Nusantara adalah mozaik budaya yang kaya, dan keberagaman ini tercermin jelas dalam bentuk, material, dan fungsi badong di berbagai daerah. Meskipun sama-sama disebut "badong" atau memiliki fungsi sebagai perhiasan dada, setiap etnis dan wilayah memiliki ciri khasnya sendiri yang unik.
Badong Bali: Keagungan dalam Tarian dan Upacara
Di Bali, badong adalah elemen yang tak terpisahkan dari busana tari klasik dan upacara adat. Badong Bali umumnya berbentuk lempengan besar yang terbuat dari kulit atau kayu, dilapisi kain beludru, kemudian dihias dengan tatahan (prada) emas, kepingan kaca cermin, atau permata tiruan. Ia dirancang untuk dikenakan di dada dan menutupi bahu, memberikan kesan anggun dan megah pada penari.
- Badong Penari Legong/Janger: Badong untuk tarian ini biasanya memiliki motif flora seperti patra cina atau bunga teratai, dan seringkali dihiasi dengan permata imitasi yang berkilauan untuk menambah dramatisasi gerak tari di bawah cahaya lampu. Warnanya cerah, dominan merah, hijau, atau biru dengan prada emas.
- Badong Patih/Raja: Dalam drama tari seperti Arja atau pertunjukan yang melibatkan karakter raja atau patih, badong yang digunakan lebih besar, lebih kokoh, dan seringkali memiliki motif ukiran figuratif atau mitologis.
- Badong Upacara: Untuk upacara keagamaan seperti potong gigi (metatah) atau pernikahan, badong yang dikenakan cenderung lebih sederhana namun tetap berwibawa, seringkali terbuat dari logam perak atau emas asli bagi keluarga bangsawan.
Badong Bali tidak hanya berfungsi estetis, tetapi juga mempertegas karakter dan peran penari, serta menambah kesan sakral pada upacara yang sedang berlangsung. Gerakan gemulai penari yang diiringi kilauan badong menciptakan harmoni visual yang memukau.
Badong Melayu: Kemegahan Adat Perkawinan dan Kebangsawanan
Di wilayah Melayu, terutama Sumatera (Riau, Jambi, Palembang, Minangkabau) dan Semenanjung Malaya, badong dikenal dengan berbagai nama lain seperti "dokoh" atau "pending" yang lebih spesifik. Meskipun demikian, fungsinya sebagai perhiasan dada yang besar dan menonjol tetap sama. Badong Melayu umumnya terbuat dari emas atau perak, diukir dengan motif flora, fauna (seperti burung merak, naga), atau kaligrafi Arab.
- Dokoh: Biasanya berbentuk lempengan bertingkat tiga, lima, atau tujuh, dihubungkan dengan rantai-rantai kecil. Dokoh sering menjadi perhiasan wajib bagi pengantin wanita Melayu, melambangkan keanggunan dan kemakmuran. Motifnya seringkali adalah sulur-suluran atau motif bunga setaman.
- Pending: Ini adalah gesper atau kepala ikat pinggang yang besar dan mewah, namun dalam beberapa konteks ia dikenakan di dada sebagai ornamen tambahan, terutama di kalangan bangsawan. Pending biasanya diukir dengan sangat detail dan kadang dihiasi permata.
- Badong Sumatera (khusus): Di Minangkabau, misalnya, ada "galang gadang" atau perhiasan dada besar yang dikenakan pengantin wanita. Di Palembang, perhiasan dada yang dikenal dengan nama "bunga cempaka" atau "kalung peninggalan" juga memiliki fungsi serupa dengan badong. Ciri khasnya adalah penggunaan emas murni dengan teknik ukiran yang sangat halus.
Badong Melayu adalah simbol kemewahan, status, dan penegasan identitas budaya. Pengantin wanita yang mengenakan dokoh akan terlihat lebih anggun dan berwibawa, mencerminkan nilai-nilai luhur adat Melayu.
Badong Jawa: Keindahan dalam Wayang dan Tari Klasik
Di Jawa, perhiasan dada yang mirip badong seringkali dijumpai pada busana tari klasik seperti tari Srimpi, Bedhaya, atau dalam tata rias wayang orang. Meskipun tidak selalu disebut "badong", fungsi dan letaknya sangat mirip. Perhiasan ini biasanya terbuat dari logam imitasi berwarna keemasan, dihiasi dengan motif lung-lungan (sulur-suluran) atau motif bunga.
- Selo Badong (Pada Wayang): Dalam wayang orang atau wayang kulit, karakter raja atau dewa sering mengenakan perhiasan dada yang disebut "selo badong", berupa lempengan berukir yang terletak di dada, mirip dengan bentuk badong umum. Ini melambangkan keagungan dan kekuatan karakter tersebut.
- Perhiasan Dada Putri Keraton: Para putri atau penari di lingkungan keraton Jawa juga mengenakan perhiasan dada yang elegan, meski ukurannya tidak sebesar badong Bali atau Melayu. Bentuknya lebih ramping, seringkali berupa untaian kalung besar dengan liontin bertingkat.
Kehalusan ukiran dan keanggunan desain adalah ciri khas perhiasan dada Jawa, yang mencerminkan filosofi Jawa tentang keharmonisan dan keindahan yang tenang.
Badong Kalimantan (Dayak): Kekuatan Alam dan Manik-Manik
Masyarakat Dayak di Kalimantan memiliki perhiasan dada yang sangat unik, meskipun tidak selalu disebut "badong" secara eksplisit, fungsinya serupa. Mereka menggunakan manik-manik (batang manik) yang dirangkai sedemikian rupa membentuk motif-motif geometris, figur manusia, atau binatang mitologis. Ada juga yang menggunakan kulit kerang atau logam perunggu yang ditempa.
- Kalung Manik-Manik Dada: Beberapa suku Dayak mengenakan kalung manik-manik yang sangat panjang dan lebar, menutupi sebagian besar dada hingga perut, melambangkan kekayaan, status, dan kekuatan spiritual. Warna manik-manik seringkali cerah dan memiliki makna simbolis tersendiri.
- Lempengan Logam Berukir: Beberapa perhiasan dada Dayak juga berupa lempengan logam perunggu atau kuningan yang diukir dengan motif-motif khas Dayak, seperti motif naga, burung enggang, atau wajah manusia.
Perhiasan dada Dayak mencerminkan hubungan erat mereka dengan alam dan kepercayaan animisme, di mana setiap motif memiliki kekuatan spiritual atau makna perlindungan.
Ragam Lain di Nusantara
Selain daerah-daerah di atas, beberapa daerah lain di Nusantara juga memiliki perhiasan dada dengan fungsi serupa:
- Badong di Sulawesi (Bugis-Makassar): Dikenal dengan "dokoh" atau "patuntung" yang terbuat dari emas atau perak, dengan motif geometris atau flora, dikenakan dalam upacara adat dan pernikahan.
- Badong di Nusa Tenggara: Beberapa suku di NTT memiliki perhiasan dada dari perunggu atau perak yang ditempa, seringkali berbentuk bulan sabit atau cakram, melambangkan kesuburan dan kesejahteraan.
- Badong di Maluku dan Papua: Meskipun lebih jarang, beberapa kelompok masyarakat juga memiliki perhiasan dada dari cangkang kerang, gigi binatang, atau manik-manik, yang menunjukkan status sosial dan keberanian.
Keragaman badong ini menegaskan bahwa perhiasan bukan sekadar benda mati, tetapi adalah cerminan hidup dari keberagaman budaya, nilai-nilai, dan sejarah yang membentuk Nusantara.
Proses Pembuatan dan Material Badong: Jejak Keahlian Mpu Perhiasan
Di balik kemegahan setiap badong tersimpan kisah panjang tentang keahlian para perajin, ketekunan, dan penguasaan teknik-teknik tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Proses pembuatannya sangat bervariasi tergantung bahan dan gaya regional, namun secara umum melibatkan tahapan yang membutuhkan presisi tinggi.
Material Utama Badong
Pemilihan material adalah langkah awal yang krusial, menentukan nilai, kilau, dan daya tahan badong.
- Emas: Material paling berharga dan paling sering digunakan untuk badong kerajaan atau bangsawan. Emas murni (24 karat) terlalu lunak, sehingga sering dicampur dengan perak atau tembaga untuk mendapatkan kekerasan yang diinginkan (18K, 22K) dan variasi warna.
- Perak: Material yang lebih terjangkau namun tetap memancarkan keindahan. Perak sering diukir dengan motif-motif halus atau dihias dengan filigri. Terkadang perak disepuh emas untuk tampilan yang lebih mewah.
- Perunggu/Kuningan: Paduan logam ini digunakan sejak zaman kuno. Lebih mudah ditempa dan diukir, sering digunakan untuk badong yang lebih besar atau untuk hiasan busana tari yang tidak membutuhkan material seberharga emas.
- Kulit/Kayu: Terutama untuk badong Bali, dasar badong sering dibuat dari kulit sapi atau kayu tipis yang kemudian dilapisi kain beludru dan dihias dengan prada (lapisan emas imitasi), kepingan kaca, atau payet.
- Manik-Manik: Untuk badong di Kalimantan atau beberapa daerah Timur Indonesia, manik-manik dari kaca, batu, atau cangkang kerang menjadi material utama yang dirangkai menjadi pola-pola kompleks.
- Batu Permata/Kaca Cermin: Sebagai hiasan tambahan untuk menambah kilau. Batu permata asli untuk badong mewah, sementara kaca cermin atau permata imitasi sering digunakan untuk badong tari atau upacara yang lebih umum.
Teknik-Teknik Pembuatan Badong Tradisional
Keahlian tangan perajin, yang sering disebut "Mpu Perhiasan", adalah jantung dari setiap badong. Beberapa teknik utama meliputi:
1. Teknik Cetak Lilin Hilang (Lost-Wax Casting - Cire Perdue)
Ini adalah salah satu teknik tertua dan paling rumit, digunakan untuk membuat badong dengan bentuk tiga dimensi atau detail rumit.
- Model Lilin: Perajin membuat model badong yang diinginkan dari lilin khusus, mengukir semua detailnya.
- Penyelubungan: Model lilin diselubungi dengan campuran tanah liat dan bahan tahan panas lainnya, membentuk cetakan.
- Pembakaran: Cetakan dibakar dalam suhu tinggi, menyebabkan lilin meleleh dan keluar, meninggalkan rongga kosong di dalam cetakan yang persis sama dengan model lilin.
- Penuangan Logam: Logam mulia cair (emas, perak, perunggu) dituangkan ke dalam rongga cetakan.
- Pembongkaran: Setelah logam mendingin, cetakan tanah liat dipecah, menampakkan badong yang telah terbentuk.
- Penyelesaian: Badong kemudian dihaluskan, dipoles, dan diberi detail tambahan.
2. Teknik Tempa dan Repoussé (Ketok)
Teknik ini melibatkan pemukulan lembaran logam dari bagian belakang untuk menciptakan relief timbul pada permukaan depan, atau dari depan untuk membuat ukiran cekung (chasing).
- Penyiapan Logam: Lembaran logam mulia (emas, perak) dipanaskan dan ditempa untuk membuatnya lebih lunak.
- Penandaan Pola: Pola atau motif badong digambar pada permukaan logam.
- Pemukulan: Menggunakan palu kecil dan berbagai jenis pahat, perajin memukul lembaran logam secara hati-hati dari sisi belakang atau depan untuk membentuk relief yang diinginkan. Ini membutuhkan kontrol yang sangat presisi agar logam tidak pecah.
- Penghalusan dan Detail: Setelah bentuk dasar tercipta, detail-detail halus ditambahkan, dan permukaan dihaluskan.
3. Teknik Filigri (Kerawang)
Filigri adalah seni membentuk perhiasan dari benang-benang logam yang sangat tipis, seringkali dari perak atau emas, yang kemudian dipelintir, dibentuk pola, dan disolder bersama. Teknik ini menghasilkan badong yang terlihat ringan, berongga, dan sangat detail.
- Penarikan Kawat: Logam ditarik melalui lubang-lubang kecil hingga menjadi kawat yang sangat halus.
- Pembentukan Pola: Kawat-kawat ini dipelintir dan dibentuk menjadi pola-pola rumit seperti sulur-suluran, bunga, atau bentuk geometris.
- Penyolderan: Potongan-potongan kawat yang telah dibentuk kemudian disolder satu sama lain untuk membentuk struktur badong.
- Penyelesaian: Badong dibersihkan, dipoles, dan jika perlu, disepuh.
4. Teknik Granulasi
Granulasi adalah teknik menghias permukaan logam dengan butiran-butiran logam kecil yang disolder tanpa terlihat jejak solder. Teknik ini menghasilkan tekstur yang unik dan menambah detail pada badong.
- Pembuatan Granul: Butiran-butiran logam kecil dibuat dengan memotong kawat logam dan memanaskannya hingga membentuk bola-bola kecil.
- Penyolderan Granul: Butiran-butiran ini kemudian disusun pada permukaan badong dan disolder dengan sangat hati-hati menggunakan api yang terkontrol, sehingga butiran melekat tanpa meleleh atau kehilangan bentuknya.
5. Teknik Tatahan (Prada) dan Pemasangan Hiasan
Khusus untuk badong Bali atau perhiasan yang menggunakan dasar kulit/kayu, teknik tatahan atau prada sangat umum. Ini melibatkan penempelan lembaran emas tipis (prada) atau kaca cermin kecil pada permukaan yang sudah diukir.
- Persiapan Dasar: Kulit atau kayu diukir dengan pola yang diinginkan.
- Pemberian Lem: Lem khusus dioleskan pada bagian yang akan diprada.
- Penempelan Prada/Kaca: Lembaran prada atau potongan kaca cermin ditempelkan dengan hati-hati.
- Finishing: Sisa-sisa prada dibersihkan, dan permukaan dilindungi dengan lapisan pernis.
Setiap badong adalah hasil dari dedikasi dan keterampilan tinggi, mencerminkan warisan artistik yang telah diasah selama berabad-abad. Perajin badong bukan hanya pengrajin, tetapi juga penjaga tradisi dan penafsir budaya melalui karya seni mereka.
Badong dalam Adat dan Upacara: Simbol Keagungan Ritual
Kehadiran badong dalam berbagai adat dan upacara di Nusantara bukanlah sekadar hiasan semata, melainkan memiliki peran fundamental sebagai simbol keagungan, kesakralan, dan identitas. Ia menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi ritual, mempertegas makna, dan meningkatkan estetika upacara.
Peran Badong dalam Pernikahan Adat
Dalam upacara pernikahan adat, terutama di budaya Melayu, Minangkabau, dan beberapa bagian Jawa, badong seringkali menjadi perhiasan inti bagi pengantin wanita. Penggunaan badong dalam pernikahan melambangkan:
- Status dan Kemuliaan: Badong yang terbuat dari emas murni atau perak berlapis emas, dihiasi permata, menunjukkan status keluarga pengantin yang terpandang dan kemuliaan kedua mempelai. Ini adalah investasi yang melambangkan kemapanan dan harapan akan masa depan yang gemilang.
- Kesuburan dan Kemakmuran: Motif-motif flora atau figuratif pada badong seringkali mengandung doa atau harapan akan kesuburan, melahirkan keturunan yang baik, dan kemakmuran dalam rumah tangga yang baru.
- Kecantikan dan Keanggunan: Badong menyempurnakan penampilan pengantin wanita, memancarkan aura kecantikan dan keanggunan yang sesuai dengan martabat upacara pernikahan.
- Pelindung: Seperti makna umum perhiasan, badong juga dipercaya sebagai pelindung bagi pengantin dari gangguan spiritual atau kesialan selama prosesi pernikahan yang sakral.
Sebagai contoh, dokoh di kalangan pengantin Melayu atau kalung gadang di Minangkabau adalah visualisasi nyata dari simbolisme ini. Mereka bukan hanya perhiasan, melainkan 'mahkota' yang dikenakan di dada, mengukuhkan peran pengantin sebagai pusat perhatian dan simbol harapan baru.
Badong dalam Tari Tradisional
Di Bali, Jawa, dan beberapa daerah lain, badong adalah properti wajib bagi penari tradisional, terutama dalam tari-tarian klasik yang mengandung nilai sakral atau penceritaan epik.
- Pembentuk Karakter: Ukuran, bentuk, dan material badong membantu membentuk karakter yang dibawakan penari. Badong yang besar dan mewah mungkin dikenakan oleh karakter raja atau dewa, sementara badong yang lebih ramping untuk karakter putri atau penari yang lincah.
- Dramatisasi Gerak: Kilauan badong yang memantulkan cahaya menambah dramatisasi pada setiap gerakan penari. Ia menarik perhatian penonton ke bagian dada, tempat jantung dan emosi berada, sehingga memperkuat ekspresi tari.
- Kesakralan Pertunjukan: Dalam tarian yang memiliki dimensi spiritual, seperti tari Rejang di Bali atau tari Bedhaya di Jawa, badong yang dikenakan menambah kesan sakral dan membumikan esensi ritual. Badong seolah menjadi jembatan antara dunia manusia dan dunia ilahi.
- Identitas Tarian: Badong juga menjadi ciri khas dari jenis tarian tertentu, membedakannya dari tarian lain dan membantu mengidentifikasi asal-usul budayanya.
Contoh yang paling jelas adalah badong yang dikenakan penari Legong di Bali, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keindahan dan keanggunan tarian tersebut, seolah badong itu sendiri "menari" bersama penari.
Badong dalam Upacara Adat dan Keagamaan Lainnya
Di luar pernikahan dan tarian, badong juga memiliki tempat dalam berbagai upacara adat atau keagamaan:
- Upacara Adat Kenegaraan/Kerajaan: Pada masa lalu, raja dan pembesar kerajaan mengenakan badong dalam upacara penobatan, pertemuan penting dengan kerajaan lain, atau saat menerima tamu agung, sebagai simbol kebesaran dan kedaulatan.
- Upacara Potong Gigi (Metatah) di Bali: Remaja yang menjalani upacara ini sering mengenakan badong sebagai bagian dari busana adat lengkap, melambangkan transisi menuju kedewasaan dan keanggunan spiritual.
- Upacara Adat Kelahiran/Kematian: Meskipun jarang, di beberapa komunitas, badong pusaka dapat dihadirkan atau dikenakan oleh anggota keluarga tertentu dalam upacara penting yang menandai siklus kehidupan.
Dalam setiap konteks ini, badong bertindak lebih dari sekadar aksesoris. Ia adalah simbol yang mengikat masa lalu dengan masa kini, individu dengan komunitas, dan dunia fisik dengan dimensi spiritual. Ia adalah perwujudan dari nilai-nilai budaya yang terus dipegang teguh.
Tantangan Modern dan Upaya Pelestarian Badong
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang tak terelakkan, badong, seperti banyak warisan budaya tradisional lainnya, menghadapi berbagai tantangan. Namun, di saat yang sama, muncul pula upaya-upaya gigih untuk melestarikan dan merevitalisasi mahakarya perhiasan ini.
Tantangan yang Dihadapi
Beberapa tantangan utama dalam pelestarian badong meliputi:
- Keterbatasan Perajin: Proses pembuatan badong yang rumit dan membutuhkan keahlian khusus menjadikan jumlah perajin semakin berkurang. Minat generasi muda untuk mempelajari teknik-teknik tradisional ini seringkali rendah karena dianggap tidak menjanjikan secara ekonomi atau terlalu sulit.
- Bahan Baku Mahal: Penggunaan logam mulia seperti emas dan perak, serta batu permata, membuat badong memiliki harga yang sangat tinggi. Ini membatasi kemampuan masyarakat umum untuk memiliki atau bahkan sekadar memesannya untuk upacara adat.
- Penggantian dengan Material Tiruan: Untuk menekan biaya, banyak badong modern dibuat dari bahan imitasi seperti tembaga berlapis emas atau plastik yang diwarnai. Meskipun secara estetika mungkin mirip, nilai budaya dan otentisitasnya jauh berkurang.
- Kurangnya Apresiasi dan Pengetahuan: Generasi muda seringkali lebih tertarik pada tren fesyen global dibandingkan perhiasan tradisional. Kurangnya edukasi dan pemahaman tentang makna serta sejarah badong membuat apresiasi terhadapnya menurun.
- Persaingan dengan Produksi Massal: Industri perhiasan modern dengan produksi massal yang cepat dan murah sulit ditandingi oleh produksi badong tradisional yang membutuhkan waktu, kesabaran, dan biaya tinggi.
- Pencurian dan Penyelundupan: Badong pusaka yang bernilai tinggi rentan terhadap pencurian dan penyelundupan ke luar negeri, yang mengikis kekayaan warisan budaya Indonesia.
Upaya-Upaya Pelestarian
Meskipun tantangan yang besar, berbagai pihak terus berupaya untuk melestarikan badong sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya bangsa:
1. Edukasi dan Sosialisasi
Pendidikan tentang badong di sekolah-sekolah, museum, dan komunitas adat sangat penting. Workshop, pameran, dan seminar dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap badong, tidak hanya sebagai benda estetis, tetapi juga sebagai artefak sejarah dan filosofi. Dokumentasi yang lengkap tentang badong dari berbagai daerah juga krusial untuk transfer pengetahuan.
2. Revitalisasi Perajin Tradisional
Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas adat perlu memberikan dukungan kepada para perajin tradisional. Ini bisa berupa pelatihan bagi generasi muda, fasilitasi akses ke bahan baku, atau bantuan pemasaran. Menciptakan skema insentif agar profesi perajin perhiasan tradisional menjadi lebih menarik juga penting.
3. Adaptasi dan Inovasi Desain
Melestarikan bukan berarti stagnan. Desainer kontemporer dapat mengambil inspirasi dari bentuk dan motif badong klasik, mengadaptasinya menjadi perhiasan modern yang relevan dengan selera masa kini, namun tetap mempertahankan esensi tradisional. Misalnya, membuat liontin kecil dengan motif badong, atau aksesoris lain yang lebih praktis namun tetap mengusung ciri khas badong.
4. Peran Museum dan Lembaga Kebudayaan
Museum memainkan peran vital dalam menyimpan, merawat, dan memamerkan badong-badong kuno. Ini tidak hanya melindungi artefak dari kerusakan dan pencurian, tetapi juga memungkinkan publik untuk mengapresiasi keindahan dan sejarahnya. Lembaga kebudayaan dapat menjadi fasilitator dalam penelitian, publikasi, dan pertukaran budaya terkait badong.
5. Kebijakan Perlindungan dan Hak Kekayaan Intelektual
Pemerintah perlu memperkuat kebijakan perlindungan terhadap warisan budaya, termasuk badong, dari pencurian dan klaim budaya oleh pihak asing. Pendaftaran motif atau desain tradisional sebagai hak kekayaan intelektual kolektif juga dapat melindungi hak-hak komunitas adat.
6. Promosi Pariwisata Budaya
Memasukkan badong dalam paket wisata budaya dapat meningkatkan visibilitas dan nilai ekonominya. Turis dapat mengunjungi bengkel perajin, menyaksikan proses pembuatan, atau membeli replika badong sebagai suvenir, yang secara tidak langsung mendukung keberlanjutan tradisi ini.
Melestarikan badong berarti menjaga sebuah jembatan ke masa lalu, menghargai keahlian leluhur, dan memastikan bahwa kilau sejarah serta budaya perhiasan Nusantara akan terus bersinar bagi generasi mendatang.
Badong dalam Konteks Seni dan Fesyen Kontemporer
Seiring berjalannya waktu, badong telah melampaui fungsinya sebagai perhiasan adat dan atribut ritual semata. Ia kini menemukan tempat baru dalam lanskap seni rupa modern dan industri fesyen kontemporer, menjadi inspirasi bagi seniman dan desainer untuk menciptakan karya-karya inovatif.
Inspirasi dalam Seni Rupa
Bentuk, motif, dan makna filosofis badong menjadi sumber inspirasi yang kaya bagi seniman visual. Beberapa seniman menggunakan badong sebagai objek utama dalam lukisan, patung, atau instalasi mereka, menafsirkan ulang keindahan tradisional ini dengan perspektif modern.
- Lukisan: Seniman dapat melukis potret penari atau tokoh adat lengkap dengan badong, menonjolkan detail dan kilau perhiasan tersebut. Atau, badong itu sendiri menjadi subjek abstrak, diinterpretasikan melalui warna, tekstur, dan komposisi yang baru.
- Patung dan Instalasi: Seniman pahat atau pembuat instalasi dapat menciptakan replika badong dalam skala besar, atau menggunakan elemen-elemen desain badong untuk membangun struktur artistik yang mengeksplorasi tema identitas, sejarah, atau keindahan tradisional.
- Fotografi: Fotografer, terutama dalam genre fashion atau dokumenter, seringkali menangkap keindahan badong dalam konteks aslinya maupun dalam penataan yang lebih kontemporer, menunjukkan bagaimana perhiasan ini tetap relevan dan memesona.
Dalam konteks seni rupa, badong bukan hanya benda mati, melainkan sebuah narasi yang terus hidup dan berevolusi, memprovokasi dialog antara tradisi dan modernitas.
Adaptasi dalam Fesyen Modern
Para desainer fesyen dan perhiasan kontemporer semakin melirik badong sebagai sumber inspirasi untuk koleksi mereka. Mereka berusaha mengadaptasi elemen-elemen badong agar sesuai dengan selera pasar global tanpa menghilangkan esensi budayanya.
- Perhiasan Minimalis Terinspirasi Badong: Alih-alih membuat badong berukuran besar, desainer menciptakan liontin, bros, atau kalung dengan ukuran lebih kecil namun motif dan bentuknya masih mengadopsi elemen badong. Misalnya, penggunaan filigri halus atau bentuk simetris yang elegan.
- Busana Adat Kontemporer: Beberapa desainer busana adat mengintegrasikan badong atau interpretasinya ke dalam rancangan mereka, menciptakan gaun atau busana pesta yang modern namun tetap berakar kuat pada tradisi. Badong bisa menjadi pusat perhatian pada busana tersebut.
- Aksesori Bergaya Etnik: Badong juga menginspirasi pembuatan aksesori lain seperti tas, selendang, atau bahkan sepatu yang dihiasi dengan motif atau detail yang terinspirasi dari badong, menawarkan sentuhan etnik yang mewah.
- Perpaduan Material: Desainer dapat bereksperimen dengan material baru yang lebih ringan atau terjangkau, seperti resin, akrilik, atau logam campuran, untuk membuat interpretasi badong yang lebih kasual dan mudah diakses.
- Koleksi Mode "Heritage": Beberapa rumah mode Indonesia ternama secara berkala meluncurkan koleksi yang mengangkat warisan budaya, dan badong seringkali menjadi bagian penting dari narasi mereka, merayakan kekayaan estetika Nusantara.
Transformasi badong dari perhiasan ritual menjadi inspirasi fesyen menunjukkan fleksibilitas dan daya tariknya yang universal. Ini adalah bukti bahwa tradisi dapat terus hidup dan beradaptasi tanpa kehilangan identitas, selama ada kreativitas dan penghormatan terhadap akar budayanya.
Melalui tangan-tangan seniman dan desainer, badong terus menarasikan kisah keindahan, sejarah, dan filosofi Nusantara kepada audiens yang lebih luas, menjadikannya bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari identitas budaya yang terus berkembang.
Studi Kasus Mendalam: Badong Bali dan Spiritualitas Gerak
Badong Bali adalah salah satu wujud badong yang paling dikenal luas, terutama karena keterkaitannya yang erat dengan seni tari klasik Bali yang memukau. Dalam setiap gerak tari, badong tidak hanya menjadi penambah keindahan, melainkan mitra yang ikut menarasikan makna dan spirit tarian.
Fungsi Integral dalam Seni Tari Bali
Dalam tarian Bali, seperti Legong, Baris, Janger, Rejang, dan Topeng, badong adalah bagian dari busana atau 'kostum' yang secara teliti dipersiapkan. Ini bukan sekadar aksesoris, melainkan elemen integral yang berkontribusi pada keseluruhan estetika dan makna pertunjukan.
- Penentu Karakter: Ukuran dan detail badong dapat membantu penonton mengidentifikasi karakter yang dibawakan oleh penari. Misalnya, karakter dewa atau raja biasanya mengenakan badong yang lebih besar dan berhiaskan lebih banyak prada emas, melambangkan keagungan dan kekuatan. Sementara karakter putri atau penari wanita mungkin mengenakan badong dengan desain yang lebih ramping dan anggun.
- Fokus Visual: Badong dikenakan di dada, area yang secara kultural dianggap vital dan dekat dengan jantung. Ini menarik perhatian penonton ke gerakan tubuh bagian atas penari, terutama saat tangan bergerak ke dada atau bahu. Kilauan prada emas atau cermin pada badong memantulkan cahaya, menciptakan efek visual yang memukau dan menekankan setiap gerak tari.
- Penambah Kesakralan: Banyak tarian Bali berakar pada ritual keagamaan. Dalam konteks ini, badong tidak hanya mempercantik, tetapi juga menambah aura sakral pada penari. Ia menjadi seolah 'pakaian ilahi' yang menghubungkan penari dengan entitas spiritual yang direpresentasikan dalam tarian.
- Keseimbangan Estetik: Desain badong seringkali simetris, mencerminkan konsep keseimbangan alam semesta (rwa bhineda) yang sangat penting dalam filosofi Hindu Bali. Keseimbangan ini juga terpancar dalam gerakan tari yang harmonis dan proporsional.
Variasi Badong Bali
Badong di Bali memiliki beberapa variasi tergantung jenis tarian dan peran yang dimainkan:
- Badong Legong: Biasanya terbuat dari kulit yang diukir, dilapisi kain beludru, kemudian dihias dengan prada emas, kepingan kaca cermin, dan permata imitasi. Bentuknya seringkali menyerupai sayap burung atau pola bunga yang simetris, dirancang untuk memperindah siluet penari Legong yang gemulai.
- Badong Baris: Untuk tarian Baris yang heroik, badong yang dikenakan oleh penari pria mungkin lebih kokoh, dengan motif yang melambangkan kekuatan atau keberanian, terkadang dihiasi dengan jumbai-jumbai atau ornamen yang lebih maskulin.
- Badong Janger: Serupa dengan Legong, namun kadang memiliki variasi warna dan motif yang lebih cerah dan dinamis, sesuai dengan karakteristik tari Janger yang ceria dan energik.
- Badong Topeng: Dalam tari Topeng, badong biasanya dikenakan oleh penari yang memerankan karakter bangsawan atau tokoh penting lainnya, disesuaikan dengan kemewahan topeng dan busana lainnya.
Proses Pembuatan Badong Bali
Pembuatan badong Bali merupakan perpaduan seni ukir kulit dan seni tatah prada. Ini melibatkan beberapa tahapan:
- Desain dan Pola: Perajin membuat desain badong di atas kertas, yang kemudian diaplikasikan pada lembaran kulit sapi atau babi yang sudah diolah.
- Mengukir Kulit: Kulit diukir dengan pahat khusus, menciptakan relief dan tekstur yang diinginkan. Ini membutuhkan ketelitian tinggi agar detail motif terlihat jelas.
- Pewarnaan Dasar: Kulit yang sudah diukir kemudian diwarnai, seringkali dengan warna dasar seperti merah, hijau, atau biru.
- Penempelan Prada: Setelah warna dasar kering, lem khusus (biasanya dari getah pohon) dioleskan pada bagian-bagian yang akan dilapisi emas. Lembaran prada (lapisan emas tipis) ditempelkan dengan hati-hati. Teknik ini juga bisa menggunakan kaca cermin kecil atau payet untuk efek berkilau.
- Finishing: Setelah prada kering, badong dihaluskan, dibersihkan dari sisa-sisa prada, dan diberi lapisan pernis untuk melindungi dan menambah kilau.
Setiap badong Bali adalah hasil dari kerja keras dan keahlian perajin yang memahami betul filosofi di balik setiap lekukan dan kilauan, menjadikannya lebih dari sekadar aksesoris, melainkan perwujudan spirit kebudayaan Bali yang agung.
Studi Kasus Mendalam: Badong Melayu dan Identitas Kerajaan
Di dunia Melayu, perhiasan dada yang dikenal luas adalah "dokoh" atau "pending", yang secara fungsional mirip dengan badong. Dokoh, khususnya, adalah simbol kemuliaan dan identitas yang mendalam, terutama dalam upacara pernikahan adat dan di lingkungan kerajaan.
Dokoh: Mahkota di Dada Pengantin
Dokoh adalah perhiasan dada yang khas di kalangan masyarakat Melayu, meliputi Malaysia, Brunei, Singapura, dan sebagian besar Sumatera (Riau, Jambi, Palembang, Minangkabau). Secara harfiah, "dokoh" merujuk pada kalung berlapis atau beruntai yang besar dan berat, seringkali berbentuk lempengan bertingkat yang dihubungkan oleh rantai-rantai kecil. Dokoh umumnya terbuat dari emas murni atau perak yang disepuh emas, diukir dengan motif-motif tradisional yang kaya makna.
- Simbol Pernikahan: Dokoh adalah perhiasan wajib bagi pengantin wanita Melayu. Ia dikenakan di bagian dada dan menjadi pusat perhatian pada busana pengantin. Penggunaannya melambangkan kesucian, kemuliaan, dan harapan akan kebahagiaan serta kemakmuran dalam perkawinan. Keindahan dokoh diharapkan memancarkan aura positif pada pengantin.
- Penanda Status Bangsawan: Pada masa lalu, dokoh yang paling mewah dan besar seringkali hanya dimiliki dan dikenakan oleh keluarga kerajaan atau bangsawan tinggi. Material emas murni, ukiran yang sangat rumit, dan kadang dihiasi dengan intan atau batu mulia lainnya, menunjukkan kekayaan dan status sosial yang tinggi dari pemakainya.
- Motif Religius dan Filosofis: Motif ukiran pada dokoh seringkali mengambil inspirasi dari alam (flora seperti bunga teratai, sulur-suluran, pucuk rebung; fauna seperti burung merak atau naga) atau bahkan kaligrafi Arab. Motif-motif ini tidak hanya estetis, tetapi juga membawa makna filosofis, seperti kesuburan, keberuntungan, keindahan, atau bahkan ajaran agama Islam. Misalnya, motif pucuk rebung melambangkan pertumbuhan yang tak pernah berhenti dan sifat merendah.
Variasi dan Bentuk Dokoh
Dokoh hadir dalam berbagai variasi bentuk dan ukuran, mencerminkan kekayaan budaya Melayu di berbagai daerah:
- Dokoh Bertingkat: Ini adalah bentuk yang paling umum, di mana beberapa lempengan dokoh (biasanya ganjil: tiga, lima, tujuh) disusun secara bertingkat dari yang terbesar di bawah hingga terkecil di atas, dihubungkan oleh rantai-rantai. Jumlah tingkat dapat melambangkan status atau usia pemakai.
- Dokoh Berbentuk Koin: Beberapa dokoh terbuat dari rangkaian koin-koin emas atau perak kuno yang dirangkai, kadang dengan tambahan liontin besar di tengah. Ini menunjukkan nilai ekonomi dan juga koleksi pribadi.
- Dokoh Berbentuk Bulan Sabit/Bintang: Meskipun lebih jarang, beberapa dokoh memiliki motif islami seperti bulan sabit atau bintang, terutama di daerah yang sangat kental dengan pengaruh Islam.
- Dokoh Minangkabau (Galang Gadang): Di Minangkabau, perhiasan dada pengantin wanita yang mirip dokoh dikenal sebagai "galang gadang" atau perhiasan lain yang menonjolkan kekayaan emas dan desain yang spesifik sesuai adat mereka.
Proses Pembuatan Dokoh Tradisional
Pembuatan dokoh tradisional adalah seni tinggi yang membutuhkan keahlian teknik perhiasan logam yang rumit:
- Penempaan Logam: Logam (emas atau perak) ditempa hingga menjadi lembaran tipis yang diinginkan.
- Ukiran dan Pahat: Pola atau motif diukir dengan pahat halus pada permukaan logam. Teknik ukiran ini bisa berupa ukiran dalam (engraving) atau ukiran timbul (repoussé).
- Filigri (Kerawang): Untuk dokoh yang lebih halus, teknik filigri sering digunakan, di mana benang-benang logam tipis dibentuk menjadi pola rumit dan disolder pada permukaan dokoh, menciptakan efek renda logam.
- Penyolderan Komponen: Lempengan dokoh yang sudah diukir dan dihias kemudian disolder satu sama lain dan dihubungkan dengan rantai-rantai kecil.
- Pemolesan dan Penyepuhan: Setelah semua komponen terpasang, dokoh dipoles hingga berkilau. Jika terbuat dari perak, ia mungkin disepuh emas untuk memberikan tampilan kemewahan emas murni.
- Pemasangan Permata: Jika ada, batu permata atau intan dipasang pada tempat-tempat yang sudah disiapkan.
Dokoh Melayu adalah perwujudan dari keanggunan, status, dan kekayaan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Ia adalah mahakarya yang tidak hanya menghiasi tubuh, tetapi juga menceritakan sejarah dan nilai-nilai luhur masyarakat Melayu.
Kesimpulan: Badong, Jantung Warisan Nusantara
Dari penelusuran panjang ini, jelaslah bahwa badong adalah permata sejati dalam khazanah warisan budaya Nusantara. Ia lebih dari sekadar perhiasan; ia adalah manifestasi artistik, penanda sejarah, pembawa makna filosofis, dan penguat identitas yang telah berakar kuat dalam berbagai lapisan masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Dari kemegahan istana kerajaan hingga keanggunan panggung tari, dari kesakralan upacara adat hingga simbol pernikahan, badong selalu hadir dengan pesonanya yang tak lekang oleh waktu.
Perjalanan badong dimulai dari jejak-jejak peradaban kuno, terpengaruh oleh interaksi budaya dari India hingga Timur Tengah, lalu beradaptasi dan bertransformasi di tangan para mpu perhiasan lokal. Setiap lekukan ukiran, setiap butir permata, dan setiap helaan benang logam menceritakan kisah tentang kekuasaan, spiritualitas, kesuburan, dan kecantikan. Badong Bali dengan kilaunya dalam gerak tari, dokoh Melayu dengan kemewahannya dalam pernikahan, hingga perhiasan dada Dayak dengan kekuatan manik-maniknya, semuanya adalah bukti keberagaman yang memperkaya.
Meskipun menghadapi tantangan modern seperti kelangkaan perajin, mahalnya bahan baku, dan derasnya arus budaya global, badong tetap bertahan. Upaya-upaya pelestarian melalui edukasi, revitalisasi perajin, inovasi desain, serta peran museum dan lembaga kebudayaan menjadi kunci untuk memastikan bahwa badong akan terus bernafas dan bersinar. Transformasinya ke dalam konteks seni rupa dan fesyen kontemporer juga menunjukkan adaptabilitasnya yang luar biasa, membuktikan bahwa warisan tidak harus terpaku pada masa lalu, melainkan dapat terus hidup dan relevan di masa kini dan masa depan.
Badong adalah cermin jiwa Nusantara. Ia mengingatkan kita akan keagungan peradaban yang dibangun oleh para leluhur, kehalusan seni yang diwariskan, dan kedalaman makna yang terkandung dalam setiap detail budaya. Melalui badong, kita tidak hanya melihat keindahan fisik, tetapi juga merasakan denyut nadi sejarah, kekayaan spiritual, dan kebanggaan akan identitas bangsa yang tak tergantikan. Mari kita terus menjaga dan merayakan kilau abadi badong, sebagai jantung warisan yang tak ternilai harganya.