Baptisan: Sebuah Perjalanan Iman, Sejarah, dan Hidup Baru

Baptisan, sebuah ritual yang kaya akan sejarah dan makna teologis, merupakan salah satu praktik paling fundamental dan dihormati dalam tradisi Kristen. Lebih dari sekadar upacara, baptisan melambangkan sebuah titik balik krusial dalam perjalanan spiritual seorang individu, menandai komitmen yang mendalam terhadap iman dan permulaan kehidupan yang baru dalam Kristus. Ritual kuno ini, yang melibatkan air, telah dihayati oleh jutaan orang sepanjang sejarah, menghubungkan mereka dengan warisan iman yang tak lekang oleh waktu dan komunitas global umat percaya. Memahami baptisan secara komprehensif berarti menyelami akar sejarahnya, menafsirkan makna teologisnya yang berlapis, serta merenungkan implikasinya bagi kehidupan seorang pengikut Kristus.

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek baptisan, mulai dari etimologi dan konteks historisnya dalam Perjanjian Lama dan praktik Yohanes Pembaptis, hingga perkembangannya dalam Perjanjian Baru dan interpretasi modern di berbagai denominasi. Kita akan membahas makna teologisnya yang dalam, berbagai mode pelaksanaannya, perbedaan pandangan mengenai baptisan anak dan baptisan percaya, serta perannya sebagai sakramen atau ordinansi. Tujuan utama dari eksplorasi ini adalah untuk membongkar lapisan-lapisan kompleks yang menyelimuti baptisan, memberikan pemahaman yang lebih kaya dan apresiasi yang lebih mendalam terhadap signifikansinya yang abadi dalam iman Kristen. Melalui peninjauan ini, diharapkan setiap pembaca dapat memperoleh perspektif yang lebih jelas tentang mengapa baptisan tetap menjadi pilar sentral dalam ekspresi iman Kristen hingga saat ini.

Etimologi dan Akar Historis Baptisan

Kata "baptisan" dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Yunani "baptizo" (βαπτίζω), yang secara harfiah berarti "menyelamkan," "mencelupkan," atau "membenamkan." Makna dasar ini sangat penting untuk memahami praktik baptisan yang paling awal. Konsep pencucian atau pembersihan dengan air, baik secara fisik maupun ritual, bukanlah hal yang asing dalam banyak budaya dan agama kuno. Namun, dalam konteks Yudaisme dan Kekristenan, praktik ini mengambil dimensi spiritual yang unik dan mendalam.

Praktik Pencucian dalam Perjanjian Lama

Sebelum munculnya baptisan Kristen, Perjanjian Lama memuat banyak referensi tentang ritual pencucian atau pemurnian yang menggunakan air. Ini bukan baptisan dalam pengertian Kristen, tetapi merupakan prekursor penting yang membentuk latar belakang budaya dan religius untuk praktik selanjutnya. Ritual-ritual ini biasanya terkait dengan:

Meskipun ritual-ritual ini memiliki tujuan pembersihan dan pemurnian, mereka bersifat sementara dan berulang. Mereka menunjukkan kebutuhan manusia akan kebersihan di hadapan Tuhan, tetapi belum sepenuhnya mencapai makna transformatif dan sekali untuk selamanya yang akan ditemukan dalam baptisan Kristen.

Yohanes Pembaptis: Jembatan Menuju Baptisan Kristen

Sosok kunci dalam transisi dari praktik pencucian Yahudi ke baptisan Kristen adalah Yohanes Pembaptis. Pelayanannya yang unik, yang ditandai dengan seruan pertobatan dan baptisan air di Sungai Yordan, menjadi jembatan profetik yang menghubungkan Perjanjian Lama dengan kedatangan Mesias.

Baptisan Yohanes berbeda dari ritual Yahudi sebelumnya dalam beberapa aspek penting:

Pelayanan Yohanes menciptakan antisipasi dan menyoroti tema-tema penting seperti pertobatan, pengampunan, dan persiapan hati untuk kehadiran Tuhan. Ketika Yesus sendiri datang untuk dibaptis oleh Yohanes, peristiwa itu menjadi puncak dari misi Yohanes dan penanda dimulainya pelayanan publik Yesus.

Ilustrasi sederhana bejana air baptisan atau kolam baptis.

Baptisan Yesus dan Awal Baptisan Kristen

Momen baptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis adalah peristiwa krusial yang mengesahkan praktik baptisan dan memberikan fondasi bagi makna teologisnya dalam Kekristenan. Meskipun Yesus sendiri "tidak berbuat dosa," Ia memilih untuk dibaptis, menyatakan bahwa itu adalah cara untuk "menggenapi seluruh kehendak Allah." Ini bukan pertobatan bagi-Nya, melainkan sebuah identifikasi diri dengan umat manusia yang berdosa dan penegasan misi-Nya.

Dalam peristiwa baptisan Yesus, terjadi penampakan Trinitas (Allah Tritunggal) yang jelas: Yesus, Anak Allah, dibaptis; Roh Kudus turun dalam rupa seperti burung merpati; dan suara Bapa terdengar dari surga, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." Peristiwa ini secara definitif menghubungkan baptisan dengan kehadiran dan kuasa ilahi, menetapkannya sebagai tindakan yang kudus dan penuh arti.

Amanat Agung dan Praktik Gereja Perdana

Setelah kebangkitan-Nya, Yesus memberikan Amanat Agung kepada murid-murid-Nya, yang menjadi perintah eksplisit untuk melaksanakan baptisan sebagai bagian integral dari misi gereja:

"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu." (Matius 28:19-20)

Perintah ini secara tegas menetapkan baptisan sebagai prasyarat bagi murid-murid Kristus. Segera setelah pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta, kita melihat gereja perdana dengan cepat mengintegrasikan baptisan sebagai langkah pertama bagi mereka yang merespons pemberitaan Injil.

Misalnya, setelah khotbah Petrus pada hari Pentakosta, ketika orang-orang bertanya apa yang harus mereka lakukan, Petrus menjawab:

"Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus." (Kisah Para Rasul 2:38)

Ribuan orang dibaptis pada hari itu juga, menandai kelahiran gereja dengan baptisan sebagai tanda penerimaan dan identifikasi yang tak terpisahkan. Sepanjang Kitab Kisah Para Rasul, kita menemukan banyak contoh baptisan yang mengikuti pertobatan dan iman: Filipus membaptis sida-sida Etiopia, Paulus dibaptis setelah pertemuannya dengan Kristus di jalan menuju Damsyik, Kornelius dan seisi rumahnya dibaptis, serta keluarga Lidia. Semua contoh ini menegaskan praktik universal baptisan sebagai tanggapan iman terhadap Injil.

Makna Teologis Baptisan Kristen

Baptisan Kristen lebih dari sekadar ritual simbolis; ia merangkum beberapa kebenaran teologis yang paling mendalam tentang iman, keselamatan, dan hubungan orang percaya dengan Kristus dan gereja-Nya. Memahami makna-makna ini sangat penting untuk mengapresiasi pentingnya baptisan.

1. Pertobatan dan Pengampunan Dosa

Seperti baptisan Yohanes, baptisan Kristen juga erat kaitannya dengan pertobatan. Air baptisan melambangkan pembersihan dosa, mencuci bersih kehidupan lama yang dikuasai oleh dosa. Ini adalah tanda lahiriah dari perubahan hati yang sejati, di mana seseorang berbalik dari dosa dan berbalik kepada Allah. Pengampunan dosa yang diterima melalui iman kepada Kristus ditegaskan secara visual dalam baptisan. Ini bukan berarti air itu sendiri yang mengampuni dosa, melainkan bahwa baptisan adalah respons iman yang terlihat terhadap kasih karunia Allah yang telah mengampuni dosa.

2. Kematian, Penguburan, dan Kebangkitan Bersama Kristus

Salah satu makna teologis yang paling kuat dari baptisan, terutama melalui mode penyelaman, adalah identifikasi dengan kematian, penguburan, dan kebangkitan Yesus Kristus. Rasul Paulus menjelaskan hal ini dengan gamblang:

"Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Roma 6:3-4)

Ketika seseorang diselamkan ke dalam air, itu melambangkan kematian terhadap dosa dan penguburan kehidupan lama. Ketika ia diangkat dari air, itu melambangkan kebangkitan kepada hidup yang baru dalam Kristus, sebuah kehidupan yang ditandai oleh Roh Kudus dan tujuan ilahi. Ini adalah transformatif, bukan hanya seremonial.

3. Persatuan dengan Kristus dan Tubuh-Nya (Gereja)

Baptisan adalah tindakan yang menyatukan orang percaya secara mendalam dengan Kristus. Kita menjadi "satu dalam Kristus." Lebih jauh, baptisan juga merupakan tanda penerimaan dan integrasi ke dalam Tubuh Kristus, yaitu gereja lokal dan universal. Ini adalah deklarasi publik bahwa seseorang telah meninggalkan dunia lama dan bergabung dengan keluarga Allah. Melalui baptisan, hambatan-hambatan sosial dan etnis yang memisahkan manusia dihilangkan dalam identitas yang lebih besar sebagai umat Allah.

4. Penerimaan Roh Kudus

Meskipun penerimaan Roh Kudus pada dasarnya terjadi melalui iman, baptisan seringkali terkait erat dengan janji Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul 2:38, Petrus mengaitkan pertobatan, baptisan, dan penerimaan Roh Kudus. Roh Kudus adalah meterai Allah, yang memberikan kuasa untuk hidup sesuai kehendak-Nya dan menjadi saksi Kristus. Baptisan menjadi penanda eksternal dari realitas internal bahwa orang percaya telah diisi dan dihidupi oleh Roh Kudus.

5. Tanda Perjanjian Baru

Dalam teologi Kristen, baptisan sering dilihat sebagai tanda Perjanjian Baru, menggantikan sunat dalam Perjanjian Lama. Sunat adalah tanda perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya, yang menandai mereka sebagai umat pilihan Allah. Baptisan, di sisi lain, menandai orang-orang yang telah menerima perjanjian baru melalui iman kepada Kristus. Ini bukan lagi perjanjian berdasarkan garis keturunan, melainkan berdasarkan iman dan pertobatan. Ini adalah tanda bahwa individu tersebut telah dimasukkan ke dalam hubungan perjanjian yang baru dengan Allah melalui Kristus.

6. Inisiasi dan Identifikasi Publik

Baptisan adalah tindakan inisiasi, menandai masuknya seseorang ke dalam kehidupan Kristen. Ini adalah pernyataan publik dan visual dari iman seseorang. Dengan dibaptis, seseorang secara terbuka menyatakan bahwa ia adalah pengikut Kristus, tidak lagi malu atau takut untuk mengidentifikasikan diri dengan-Nya. Ini adalah kesaksian kepada dunia, kepada komunitas gereja, dan kepada diri sendiri bahwa prioritas hidup telah berubah dan komitmen telah dibuat.

Ilustrasi burung merpati, simbol Roh Kudus.

Mode-mode Baptisan: Penyelaman, Pencurahan, dan Percikan

Sepanjang sejarah Kekristenan, berbagai mode pelaksanaan baptisan telah dipraktikkan, memunculkan diskusi dan perbedaan di antara denominasi. Tiga mode utama adalah penyelaman (immersion), pencurahan (affusion), dan percikan (aspersion).

1. Penyelaman (Immersion)

Ini adalah mode di mana seluruh tubuh orang yang dibaptis diselamkan sepenuhnya ke dalam air. Ini dianggap sebagai bentuk baptisan yang paling awal dan paling representatif secara simbolis oleh banyak teolog, terutama yang menganut pandangan baptisan percaya. Argumentasi untuk penyelaman meliputi:

Banyak gereja Baptis, Pentakosta, dan beberapa gereja non-denominasi menganggap penyelaman sebagai satu-satunya mode baptisan yang sah dan alkitabiah.

2. Pencurahan (Affusion)

Mode ini melibatkan penuangan air ke atas kepala orang yang dibaptis. Ini adalah praktik yang umum di Gereja Katolik Roma, Ortodoks Timur, dan banyak denominasi Protestan seperti Metodis dan Lutheran. Argumen untuk pencurahan meliputi:

Pencurahan juga dianggap melambangkan pembersihan dan identifikasi dengan Kristus, meskipun tidak secara dramatis seperti penyelaman.

3. Percikan (Aspersion)

Mode ini melibatkan percikan air ke atas kepala orang yang dibaptis, biasanya hanya beberapa tetes. Ini adalah praktik yang dominan di gereja-gereja Reformed dan Presbiterian. Argumen untuk percikan meliputi:

Meskipun ada perbedaan dalam mode, banyak denominasi Kristen percaya bahwa yang terpenting adalah iman dan pertobatan yang mendahului baptisan, dan bahwa semua mode yang sah dapat mewakili kebenaran inti baptisan.

Baptisan Anak (Paedobaptism) vs. Baptisan Percaya (Credobaptism)

Perdebatan mengenai apakah baptisan seharusnya diberikan kepada bayi atau hanya kepada orang yang telah mencapai usia iman dan dapat membuat pengakuan percaya secara sadar adalah salah satu perbedaan teologis terbesar di antara denominasi Kristen.

Baptisan Anak (Paedobaptism)

Praktik membaptis bayi atau anak kecil yang belum dapat menyatakan iman secara pribadi dianut oleh banyak denominasi besar, termasuk Gereja Katolik Roma, Ortodoks Timur, Lutheran, Presbiterian, Metodis, dan Anglikan. Argumen untuk baptisan anak didasarkan pada:

1. Teologi Perjanjian (Covenant Theology)

Ini adalah argumen utama. Penganut paedobaptism melihat kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, sunat adalah tanda perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya, termasuk bayi laki-laki yang berumur delapan hari. Mereka berpendapat bahwa baptisan adalah "sunat Kristen" atau tanda Perjanjian Baru yang menggantikan sunat. Sama seperti anak-anak dalam Perjanjian Lama termasuk dalam komunitas perjanjian Allah melalui sunat, demikian pula anak-anak dalam Perjanjian Baru termasuk dalam komunitas perjanjian Allah melalui baptisan.

2. Rumah Tangga Dibaptis

Dalam Kisah Para Rasul, ada beberapa kasus di mana "seisi rumah" dibaptis (misalnya, keluarga Kornelius, Lidia, kepala penjara Filipi). Penganut paedobaptism berpendapat bahwa istilah "seisi rumah" kemungkinan besar mencakup anak-anak kecil, karena dalam konteks budaya waktu itu, rumah tangga mencakup semua anggota keluarga, termasuk anak-anak, bahkan budak. Ini menunjukkan bahwa baptisan tidak hanya terbatas pada individu dewasa yang telah membuat pengakuan iman verbal.

3. Yesus dan Anak-anak

Yesus sendiri menyambut anak-anak dan memberkati mereka, menyatakan bahwa "Kerajaan Surga adalah milik orang-orang seperti mereka." Meskipun ini bukan argumen langsung untuk baptisan anak, ini menunjukkan sikap inklusif Yesus terhadap anak-anak dan peran mereka dalam Kerajaan Allah. Penganut paedobaptism percaya bahwa menolak baptisan bagi anak-anak adalah kontradiktif dengan kasih dan penerimaan Allah terhadap mereka.

4. Kasih Karunia Allah

Baptisan anak sering dilihat sebagai tanda dan meterai kasih karunia Allah yang mendahului respons manusia. Ini adalah anugerah Allah yang diberikan kepada anak, menunjukkan bahwa keselamatan adalah inisiatif Allah, bukan hanya respons manusia. Meskipun anak tersebut belum dapat beriman, baptisan menegaskan janji-janji Allah kepada orang tua yang beriman dan kepada anak itu sendiri, serta meletakkan dasar bagi pertumbuhan iman di kemudian hari.

5. Peran Komunitas

Baptisan anak juga menekankan peran komunitas gereja dalam membesarkan anak dalam iman. Orang tua dan gereja berjanji untuk mengajar dan membimbing anak agar suatu hari nanti mereka dapat secara pribadi menegaskan iman yang telah dibaptiskan. Ini adalah praktik yang mengakar dalam tradisi gereja selama berabad-abad, dengan bukti sejarah yang menunjukkan bahwa baptisan anak telah dipraktikkan sejak gereja mula-mula.

Baptisan Percaya (Credobaptism)

Praktik membaptis hanya orang yang telah secara sadar dan sukarela menyatakan iman mereka kepada Yesus Kristus dianut oleh gereja-gereja Baptis, Pentakosta, Injili, dan sebagian besar gereja non-denominasi. Argumen untuk baptisan percaya meliputi:

1. Perintah Alkitabiah

Penganut credobaptism menekankan bahwa setiap perintah untuk membaptis dalam Perjanjian Baru selalu didahului oleh pertobatan dan iman. Contoh-contoh seperti Kisah Para Rasul 2:38 ("Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis...") atau Amanat Agung ("Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka...") menyiratkan bahwa seseorang harus menjadi murid atau bertobat terlebih dahulu sebelum dibaptis. Tidak ada contoh eksplisit dalam Alkitab tentang bayi yang dibaptis.

2. Urutan Logis

Secara teologis, mereka berpendapat bahwa iman dan pertobatan adalah prasyarat spiritual yang mutlak untuk baptisan. Baptisan adalah respons iman yang terlihat, dan jika tidak ada iman pribadi, baptisan kehilangan makna utamanya sebagai deklarasi komitmen pribadi kepada Kristus. Seseorang tidak dapat "percaya" melalui orang tuanya atau gerejanya.

3. Simbolisme

Simbolisme kematian, penguburan, dan kebangkitan bersama Kristus (Roma 6) hanya memiliki makna penuh jika individu tersebut secara sadar mengidentifikasi diri dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Bayi tidak dapat melakukan identifikasi personal seperti ini.

4. Ketiadaan Bukti Langsung

Meskipun ada referensi tentang "seisi rumah" yang dibaptis, tidak ada satu pun ayat dalam Alkitab yang secara eksplisit menyebutkan atau memerintahkan baptisan bayi. Mereka berpendapat bahwa jika baptisan anak adalah praktik yang penting, Alkitab pasti akan menjelaskannya secara lebih terang benderang.

5. Batasan Sunat dan Baptisan

Penganut credobaptism berpendapat bahwa sunat dan baptisan tidak dapat sepenuhnya disamakan. Sunat adalah ritual fisik yang dilakukan pada keturunan biologis, sementara baptisan adalah ritual spiritual yang dilakukan pada mereka yang telah dilahirkan kembali secara spiritual melalui iman. Mereka melihat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memiliki perbedaan penting dalam bagaimana perjanjian itu diatur.

Meskipun kedua pandangan ini memiliki dasar teologis yang kuat dan telah dipraktikkan selama berabad-abad, penting untuk diingat bahwa keduanya dilakukan dengan ketulusan hati dan keinginan untuk menghormati perintah Allah. Perbedaan ini tidak seharusnya menjadi alasan perpecahan fundamental di antara orang-orang Kristen, melainkan mendorong pemahaman dan penghargaan terhadap keragaman dalam ekspresi iman.

Ilustrasi sekelompok orang, melambangkan komunitas dan gereja.

Baptisan sebagai Sakramen atau Ordinansi

Terminologi dan pemahaman tentang baptisan bervariasi antara tradisi Kristen. Secara umum, ada dua kategori utama: sakramen dan ordinansi. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan teologis yang mendalam mengenai bagaimana kasih karunia Allah bekerja dalam ritual gereja.

Sakramen

Dalam tradisi Katolik Roma, Ortodoks Timur, Anglikan, dan beberapa denominasi Protestan (seperti Lutheran), baptisan dipandang sebagai sebuah sakramen. Sakramen didefinisikan sebagai tanda lahiriah yang kelihatan dari anugerah batiniah yang tak kelihatan, yang dilembagakan oleh Kristus. Kunci dari pemahaman sakramental adalah bahwa sakramen itu sendiri adalah sarana di mana anugerah Allah disampaikan kepada orang yang menerimanya, asalkan ada penerimaan yang tepat (misalnya, iman pada orang dewasa, atau iman gereja dan orang tua pada bayi).

Karakteristik Baptisan sebagai Sakramen:

  1. Sarana Anugerah: Baptisan bukan hanya simbol, tetapi juga saluran yang melaluinya anugerah Allah (seperti pengampunan dosa, regenerasi, dan pengisian Roh Kudus) secara objektif diberikan.
  2. Efektif Secara Otomatis (Ex Opere Operato): Dalam pandangan Katolik, efektivitas sakramen tidak bergantung pada kekudusan pelayan atau penerima, melainkan pada kuasa Kristus yang bekerja melaluinya. Meskipun demikian, pada orang dewasa, disposisi yang tepat (iman dan pertobatan) diperlukan untuk menerima buah-buahnya secara penuh. Untuk bayi, anugerah Allah dicurahkan, dan anak itu dibawa ke dalam persekutuan gereja, dengan harapan iman akan berkembang di kemudian hari.
  3. Penyatuan dengan Gereja: Baptisan secara sakramental mengintegrasikan individu ke dalam Tubuh Kristus dan menjadi gerbang ke sakramen-sakramen lainnya.
  4. Tidak Terulang: Karena baptisan memberikan meterai spiritual yang tak terhapuskan, ia tidak dapat diulang.

Bagi mereka yang memandang baptisan sebagai sakramen, ritual ini memiliki efek spiritual yang riil dan transformatif, bukan hanya representasi visual dari sesuatu yang telah terjadi secara internal. Air yang digunakan dalam baptisan dianggap sebagai instrumen ilahi.

Ordinansi

Dalam tradisi Protestan Injili, khususnya Baptis, Pentakosta, dan banyak gereja non-denominasi, baptisan dipandang sebagai sebuah ordinansi. Ordinansi didefinisikan sebagai tindakan simbolis yang diperintahkan oleh Kristus, yang dilakukan oleh orang-orang percaya sebagai tanda ketaatan dan kesaksian publik terhadap iman mereka. Perbedaannya terletak pada penekanan bahwa ordinansi tidak secara otomatis mengalirkan anugerah keselamatan, melainkan melambangkan anugerah yang telah diterima melalui iman.

Karakteristik Baptisan sebagai Ordinansi:

  1. Simbol dan Kesaksian: Baptisan adalah simbol eksternal dari perubahan internal yang sudah terjadi di dalam hati orang percaya (pertobatan, iman, kelahiran baru). Ia adalah kesaksian publik atas iman pribadi kepada Kristus.
  2. Tindakan Ketaatan: Melakukan baptisan adalah tindakan ketaatan terhadap perintah Kristus (Amanat Agung). Ini adalah cara orang percaya mengikuti teladan Kristus dan menyatakan kepemilikan mereka kepada-Nya.
  3. Bukan Sarana Keselamatan: Ordinansi tidak dipandang sebagai sarana untuk mencapai atau mengalirkan keselamatan. Keselamatan sepenuhnya diperoleh melalui anugerah Allah oleh iman kepada Kristus saja. Baptisan adalah respons terhadap keselamatan yang sudah diterima.
  4. Diperuntukkan Bagi Orang Percaya: Karena baptisan adalah kesaksian dan tindakan ketaatan, ia hanya diperuntukkan bagi mereka yang telah mencapai usia pertanggungjawaban moral dan telah secara pribadi menempatkan iman mereka kepada Kristus (maka disebut "baptisan percaya").

Meskipun ada perbedaan dalam pemahaman ini, baik sebagai sakramen maupun ordinansi, semua tradisi Kristen sepakat bahwa baptisan adalah praktik penting yang diperintahkan oleh Yesus Kristus dan memiliki makna spiritual yang mendalam bagi kehidupan orang percaya dan gereja.

Persiapan dan Proses Upacara Baptisan

Proses baptisan tidak hanya melibatkan upacara itu sendiri, tetapi juga serangkaian persiapan yang penting untuk memastikan bahwa calon baptisan memahami sepenuhnya makna dan implikasi dari tindakan tersebut.

Persiapan untuk Baptisan

  1. Katekisasi (Pengajaran Iman): Hampir semua gereja yang mempraktikkan baptisan percaya akan mewajibkan calon baptisan untuk mengikuti kelas katekisasi atau sesi pengajaran iman. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa individu tersebut memiliki pemahaman yang jelas tentang dasar-dasar iman Kristen, makna baptisan, pertobatan, keselamatan, dan komitmen yang terlibat dalam menjadi pengikut Kristus. Bagi baptisan anak, orang tua biasanya menjalani pengajaran tentang tanggung jawab mereka dalam membesarkan anak dalam iman.
  2. Pengakuan Iman: Calon baptisan dewasa diharapkan untuk memberikan pengakuan iman secara personal. Ini bisa berupa pernyataan lisan di hadapan majelis gereja atau pendeta, atau dalam beberapa kasus, melalui kesaksian tertulis. Pengakuan ini menegaskan bahwa calon baptisan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi mereka.
  3. Waktu dan Tempat: Baptisan bisa dilakukan di berbagai tempat: di dalam gereja (menggunakan kolam baptis), di sungai, danau, atau laut. Pemilihan waktu juga bisa bervariasi, seringkali diintegrasikan ke dalam ibadah raya gereja untuk menekankan aspek komunitas dan kesaksian publik.
  4. Pakaian dan Perlengkapan: Bagi mode penyelaman, pakaian putih longgar seringkali disediakan atau dianjurkan, melambangkan kemurnian dan kehidupan baru. Untuk mode percikan/pencurahan, pakaian yang sopan sudah cukup.

Proses Upacara Baptisan

Meskipun ada variasi antar denominasi, elemen inti dari upacara baptisan biasanya mencakup:

  1. Penyambutan dan Penjelasan: Pendeta atau pemimpin ibadah akan menyambut calon baptisan dan menjelaskan makna penting dari baptisan kepada jemaat yang hadir.
  2. Pertanyaan atau Janji:
    • Untuk Baptisan Percaya: Calon baptisan akan ditanya tentang iman mereka kepada Kristus, pertobatan mereka, dan janji mereka untuk hidup sebagai pengikut Kristus.
    • Untuk Baptisan Anak: Orang tua dan wali baptis (jika ada) akan ditanya tentang iman mereka sendiri dan janji mereka untuk membesarkan anak dalam ajaran Kristen. Jemaat juga mungkin diminta untuk berjanji mendukung keluarga tersebut.
  3. Doa: Doa pengudusan air dan permohonan berkat bagi calon baptisan akan diucapkan.
  4. Pelaksanaan Baptisan:
    • Penyelaman: Calon baptisan akan turun ke dalam air bersama pendeta. Pendeta akan mengucapkan rumus baptisan (misalnya, "Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus") dan kemudian menyelamkan seluruh tubuh calon ke dalam air, lalu mengangkatnya kembali.
    • Pencurahan/Percikan: Calon baptisan akan berdiri atau berlutut di hadapan pendeta. Pendeta akan mengucapkan rumus baptisan dan menuangkan atau memercikkan air ke atas kepala calon.
  5. Deklarasi dan Doa Berkat: Setelah baptisan, pendeta akan menyatakan bahwa orang tersebut kini telah dibaptis dan anggota tubuh Kristus (jika sudah dewasa, atau dibawa ke dalam perjanjian jika bayi). Doa berkat akan dipanjatkan untuk kehidupan spiritual mereka ke depan.
  6. Penyambutan oleh Jemaat: Jemaat seringkali menyambut anggota baru dengan tepuk tangan, nyanyian, atau salam, menegaskan penerimaan mereka ke dalam komunitas iman.

Setiap langkah dalam upacara ini dirancang untuk memperkuat makna baptisan sebagai tindakan iman, ketaatan, dan permulaan kehidupan baru dalam komunitas Kristen.

Simbolisme Mendalam dalam Ritual Baptisan

Di balik tindakan fisik baptisan, terdapat lapisan-lapisan simbolisme yang kaya, masing-masing menambahkan kedalaman pada pemahaman kita tentang ritual suci ini.

1. Air: Pemurnian, Kehidupan, dan Kematian

Air adalah elemen sentral dalam baptisan, dan simbolismenya sangat kuat:

2. Pakaian Putih: Kemurnian dan Kebenaran Kristus

Meskipun tidak universal, tradisi banyak gereja menggunakan pakaian putih (atau jubah putih) bagi calon baptisan. Pakaian putih adalah simbol:

3. Nama Trinitas: Identifikasi Ilahi

Rumus baptisan, "Dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus," sebagaimana diperintahkan oleh Yesus dalam Amanat Agung, juga kaya akan simbolisme:

4. Minyak Urapan (dalam Beberapa Tradisi): Pengudusan dan Roh Kudus

Beberapa tradisi, terutama Katolik dan Ortodoks, menyertakan urapan dengan minyak (krisma) sebagai bagian dari ritual baptisan atau sesudahnya (sebagai sakramen Krisma/Konfirmasi yang terpisah tetapi terkait). Minyak urapan melambangkan:

Semua simbolisme ini bekerja sama untuk menciptakan pengalaman baptisan yang mendalam dan multidimensional, yang tidak hanya merupakan pernyataan iman tetapi juga suatu perjumpaan yang kuat dengan kebenaran-kebenaran inti Kekristenan.

Implikasi Baptisan Terhadap Kehidupan Kristen

Baptisan bukanlah akhir dari perjalanan iman, melainkan sebuah awal yang baru dan sebuah komitmen yang memiliki implikasi mendalam bagi seluruh kehidupan orang percaya. Menerima baptisan berarti menerima panggilan untuk hidup yang berbeda, yang tercermin dalam beberapa aspek kunci:

1. Hidup dalam Ketaatan dan Kekudusan

Baptisan melambangkan kematian terhadap dosa dan kebangkitan kepada hidup yang baru dalam Kristus. Ini berarti orang yang dibaptis dipanggil untuk meninggalkan pola hidup lama yang dikuasai dosa dan hidup dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Ini adalah komitmen untuk mengejar kekudusan dan kemurnian, membiarkan Roh Kudus mengubah karakter dan tindakan mereka agar semakin menyerupai Kristus.

Paulus dalam Roma 6 mendorong kita untuk "menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran." Baptisan adalah pernyataan publik dari niat ini.

2. Pertumbuhan Rohani Berkelanjutan

Baptisan adalah benih, bukan panen. Setelah baptisan, orang percaya diharapkan untuk terus bertumbuh dalam iman, pengetahuan, dan kasih. Ini melibatkan disiplin rohani seperti:

Baptisan menandai dimulainya perjalanan seumur hidup untuk menjadi lebih seperti Kristus.

3. Tanggung Jawab dalam Komunitas Gereja

Baptisan mengintegrasikan individu ke dalam tubuh Kristus, yaitu gereja. Ini berarti orang yang dibaptis memiliki tanggung jawab untuk secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan gereja:

Baptisan adalah pengakuan akan panggilan untuk tidak hidup sebagai individu terisolasi, tetapi sebagai bagian integral dari keluarga Allah.

4. Kesaksian kepada Dunia

Sebagai deklarasi publik, baptisan berfungsi sebagai kesaksian yang kuat kepada dunia. Ini adalah cara bagi orang percaya untuk secara terbuka menyatakan iman mereka kepada Kristus, bahkan di tengah penolakan atau penganiayaan. Hidup yang diubah setelah baptisan menjadi "surat yang terbuka" yang dibaca oleh semua orang, menunjukkan kuasa Injil untuk mentransformasi.

Orang yang dibaptis dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia, mencerminkan kasih dan kebenaran Kristus dalam setiap aspek kehidupan mereka, sehingga orang lain dapat tertarik kepada Injil.

5. Pengharapan akan Kehidupan Kekal

Pada akhirnya, baptisan adalah tanda jaminan dan pengharapan akan kehidupan kekal. Melambangkan identifikasi dengan kematian dan kebangkitan Kristus, baptisan mengingatkan orang percaya akan janji kebangkitan dan hidup abadi yang menunggu mereka yang tetap setia sampai akhir. Ini memberikan kekuatan dan penghiburan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup.

Singkatnya, baptisan adalah momen sakral yang melampaui ritual sederhana. Ia adalah pintu gerbang menuju kehidupan yang penuh makna, di mana individu dipanggil untuk hidup dalam ketaatan, bertumbuh secara rohani, melayani dalam komunitas, bersaksi kepada dunia, dan berpegang pada pengharapan akan kemuliaan yang kekal.

Kesalahpahaman Umum Mengenai Baptisan

Meskipun baptisan adalah salah satu ajaran dan praktik sentral dalam Kekristenan, ada beberapa kesalahpahaman umum yang perlu diluruskan untuk memahami signifikansinya yang sebenarnya.

1. Baptisan Secara Otomatis Menyelamatkan

Ini adalah kesalahpahaman yang paling berbahaya. Beberapa orang percaya bahwa dengan dibaptis, mereka secara otomatis dijamin keselamatan atau masuk ke surga. Namun, Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa keselamatan adalah oleh kasih karunia melalui iman kepada Yesus Kristus, bukan oleh perbuatan atau ritual (Efesus 2:8-9). Baptisan adalah respons iman dan tanda luar dari perubahan internal, bukan penyebabnya.

Tanpa pertobatan yang tulus dan iman yang sejati kepada Kristus, baptisan hanyalah tindakan ritual tanpa makna spiritual yang menyelamatkan. Air baptisan tidak memiliki kekuatan intrinsik untuk menghapus dosa atau menganugerahkan kehidupan kekal. Kekuatan itu berasal dari pekerjaan Kristus di kayu salib, yang diterima melalui iman.

2. Baptisan adalah Sebuah Opsi atau Pilihan Sekunder

Beberapa orang mungkin menganggap baptisan sebagai "tradisi gereja" yang opsional atau tidak terlalu penting. Namun, Amanat Agung Yesus ("baptislah mereka") dengan jelas menunjukkan bahwa baptisan adalah perintah bagi semua orang yang menjadi murid-Nya. Yesus sendiri memberikan teladan dengan dibaptis. Oleh karena itu, baptisan adalah tindakan ketaatan yang fundamental bagi orang percaya, bukan sekadar saran atau pilihan kedua.

Mengabaikan baptisan berarti mengabaikan perintah Kristus dan kesempatan untuk secara publik mengidentifikasi diri dengan-Nya dan gereja-Nya. Ini adalah bagian integral dari kesaksian Kristen.

3. Baptisan Ulang Diperlukan Setelah Kesalahan atau Dosa Berat

Bagi kebanyakan denominasi, baptisan adalah peristiwa "sekali untuk selamanya" (one-time event). Ia melambangkan kematian terhadap dosa dan kebangkitan untuk hidup baru. Meskipun seseorang mungkin jatuh ke dalam dosa setelah dibaptis, atau merasa imannya goyah, ia tidak perlu dibaptis ulang. Jika baptisan pertama dilakukan atas dasar iman dan pertobatan yang tulus (bahkan jika iman itu masih bertumbuh), maka baptisan tersebut sah.

Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah pertobatan yang diperbarui, pengakuan dosa, dan pemulihan dalam persekutuan dengan Allah dan gereja. Konsep "baptisan ulang" (re-baptism) biasanya hanya diterima jika baptisan pertama dianggap tidak sah sejak awal (misalnya, jika dilakukan tanpa iman, atau dengan modus yang tidak diakui oleh denominasi tersebut, atau oleh seseorang yang tidak memiliki otoritas).

4. Mode Baptisan Tertentu Adalah Satu-satunya yang Sah

Sebagaimana telah dibahas, ada perbedaan dalam mode baptisan (penyelaman, pencurahan, percikan) yang dipraktikkan oleh berbagai denominasi. Meskipun setiap denominasi memiliki alasan teologis yang kuat untuk preferensi mereka, penting untuk menghindari kesimpulan bahwa hanya satu mode yang sepenuhnya sah dan semua mode lainnya tidak valid.

Banyak teolog dan denominasi mengakui bahwa inti dari baptisan—iman, pertobatan, identifikasi dengan Kristus—lebih penting daripada bentuk fisiknya. Meskipun penyelaman adalah bentuk yang paling merepresentasikan simbolisme kematian dan kebangkitan, gereja-gereja yang menggunakan pencurahan atau percikan juga percaya bahwa mereka melambangkan kebenaran yang sama. Diskusi tentang mode harus dilakukan dengan hormat dan pemahaman, tanpa meragukan iman sesama orang percaya.

5. Baptisan Roh Kudus dan Baptisan Air Adalah Sama

Alkitab berbicara tentang "baptisan air" dan "baptisan Roh Kudus." Penting untuk memahami bahwa ini adalah dua pengalaman yang berbeda, meskipun terkait:

Meskipun baptisan air bisa menjadi saat di mana seseorang juga mengalami pencurahan Roh Kudus, keduanya tidak identik. Yesus membaptis dengan Roh Kudus, sementara manusia membaptis dengan air (Yohanes 1:33, Kisah Para Rasul 1:5).

Dengan meluruskan kesalahpahaman ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih akurat dan menghargai baptisan sesuai dengan ajaran Alkitab dan tujuan ilahinya.

Tantangan dan Relevansi Baptisan di Era Modern

Di tengah masyarakat yang semakin sekuler dan pluralistik, baptisan Kristen menghadapi tantangan unik, namun juga mempertahankan relevansinya yang tak tergoyahkan. Memahami tantangan dan relevansi ini membantu kita melihat mengapa praktik ini tetap vital bagi iman Kristen.

Tantangan Modern

  1. Sekularisme dan Skeptisisme: Di banyak bagian dunia, agama semakin dipandang sebagai masalah pribadi atau bahkan tidak relevan. Konsep ritual keagamaan seperti baptisan sering dipertanyakan atau dianggap kuno oleh mereka yang tidak memiliki pandangan spiritual. Skeptisisme terhadap hal-hal supranatural membuat orang sulit memahami makna rohani baptisan.
  2. Individualisme yang Berlebihan: Masyarakat modern sangat menekankan individualisme. Baptisan, sebagai tindakan yang menghubungkan individu dengan komunitas gereja dan sejarah iman yang lebih besar, mungkin terasa kontradiktif dengan keinginan untuk otonomi penuh. Beberapa orang mungkin menginginkan spiritualitas tanpa komitmen institusional.
  3. Konsumerisme Agama: Di era "agama sesuai selera," orang cenderung memilih elemen iman yang paling nyaman atau menarik bagi mereka. Komitmen seumur hidup yang dilambangkan oleh baptisan mungkin terasa terlalu berat atau "mengikat."
  4. Perbedaan Denominasi: Perbedaan pandangan mengenai mode baptisan atau baptisan anak vs. percaya dapat membingungkan orang di luar gereja dan bahkan menjadi sumber perpecahan di dalam komunitas Kristen. Hal ini bisa menghambat orang untuk melihat makna inti baptisan.
  5. Kurangnya Pengajaran yang Mendalam: Jika gereja gagal memberikan pengajaran yang komprehensif tentang makna baptisan, praktik ini bisa merosot menjadi sekadar tradisi kosong atau formalitas tanpa pemahaman yang benar.

Relevansi Baptisan di Era Modern

Meskipun ada tantangan, baptisan tetap sangat relevan dan penting untuk alasan-alasan berikut:

  1. Identitas yang Jelas dalam Dunia yang Kacau: Di dunia yang penuh dengan identitas yang cair dan perubahan konstan, baptisan menawarkan identitas yang kokoh dan permanen dalam Kristus. Ini adalah deklarasi publik yang jelas tentang siapa kita dan kepada siapa kita milik, memberikan jangkar spiritual.
  2. Komitmen di Era Komitmen yang Lemah: Di mana komitmen seringkali bersifat sementara, baptisan adalah pernyataan komitmen seumur hidup kepada Kristus dan gereja-Nya. Ini menantang budaya yang menghindari ikatan jangka panjang dan mengajarkan ketekunan.
  3. Transformasi Sejati di Tengah Pencarian Makna: Banyak orang mencari makna dan tujuan di luar materialisme. Baptisan menunjukkan realitas transformasi rohani—kematian terhadap dosa dan kebangkitan untuk hidup yang baru—yang memberikan makna yang mendalam dan abadi. Ini adalah jawaban terhadap pencarian jiwa akan pemenuhan.
  4. Penyatuan dalam Komunitas: Di zaman isolasi digital dan individualisme, baptisan menyatukan individu ke dalam komunitas nyata—gereja. Ini mengatasi kesepian dan memberikan jaringan dukungan, kasih, dan tujuan bersama.
  5. Kesaksian yang Berkuasa: Dalam masyarakat yang sinis, kesaksian seseorang yang secara terbuka menyatakan iman mereka melalui baptisan adalah tindakan keberanian dan keyakinan. Ini menunjukkan bahwa iman Kristen adalah sesuatu yang patut diperjuangkan dan hidupi, dan bahwa Injil memiliki kekuatan untuk mengubah hidup.
  6. Tindakan Ketaatan kepada Kristus: Sebagai perintah ilahi, baptisan tetap merupakan tindakan ketaatan yang esensial bagi orang percaya. Ketaatan ini sendiri merupakan bagian dari ibadah dan penyerahan diri kepada Tuhan.

Dengan demikian, baptisan bukan hanya relik masa lalu, tetapi merupakan praktik yang sangat relevan dan transformatif, menawarkan identitas, komitmen, makna, dan komunitas di tengah kompleksitas kehidupan modern. Ia terus menjadi kesaksian abadi tentang kasih karunia Allah yang bekerja dalam kehidupan individu dan komunitas orang percaya.

Memahami Kehidupan Baru Setelah Baptisan

Baptisan, seperti yang telah kita bahas, bukanlah akhir dari perjalanan iman, melainkan sebuah gerbang menuju kehidupan yang penuh dengan potensi dan panggilan baru. Hidup setelah baptisan adalah sebuah perjalanan transformasi berkelanjutan, yang ditandai oleh beberapa prinsip inti.

1. Hidup di Bawah Kepemimpinan Roh Kudus

Dengan dibaptis, terutama jika disertai dengan pencurahan Roh Kudus, orang percaya dipanggil untuk hidup di bawah kepemimpinan dan kuasa Roh Kudus. Ini berarti:

Roh Kudus adalah penolong dan penghibur, kekuatan di balik perubahan dan pertumbuhan spiritual kita.

2. Pergumulan Melawan Dosa dan Daging

Meskipun baptisan melambangkan kematian terhadap dosa, itu tidak berarti orang percaya akan secara otomatis bebas dari pergumulan dengan dosa. Sifat dosa (daging) masih ada dalam diri kita, dan kita akan terus menghadapi godaan dan jatuh. Namun, perbedaan krusialnya adalah bahwa sebelum baptisan (tanpa Kristus), dosa adalah tuan kita. Setelah baptisan (dalam Kristus), kita memiliki kuasa Roh Kudus untuk melawan dosa dan kemenangan atasnya.

Hidup baru melibatkan:

Pergumulan ini adalah bagian dari proses penyucian seumur hidup.

3. Membangun Hubungan yang Lebih Dalam dengan Allah

Baptisan membuka jalan menuju hubungan yang lebih intim dengan Allah Bapa melalui Yesus Kristus. Ini adalah undangan untuk mengenal Allah lebih dalam, bukan hanya sebagai Juru Selamat, tetapi sebagai Bapa yang penuh kasih. Hubungan ini diperdalam melalui:

Kehidupan baru adalah tentang terus-menerus mencari wajah Allah dan bertumbuh dalam kasih bagi-Nya.

4. Hidup Misioner dan Pelayanan

Setiap orang percaya, setelah dibaptis, dipanggil untuk ambil bagian dalam misi Kristus untuk menjangkau dunia. Ini bukan hanya tugas para pendeta atau misionaris, tetapi panggilan universal bagi semua orang percaya. Hidup misioner bisa berarti:

Baptisan adalah inisiasi ke dalam kehidupan pelayanan, di mana kita menjadi tangan dan kaki Kristus di dunia.

5. Bertahan dalam Ujian dan Penganiayaan

Mengikuti Kristus tidak selalu mudah. Orang yang dibaptis harus siap menghadapi ujian, tantangan, dan bahkan penganiayaan karena iman mereka. Baptisan adalah tanda komitmen, dan komitmen seringkali diuji. Namun, janji Kristus adalah bahwa Dia akan menyertai kita sampai akhir.

Dalam menghadapi kesulitan, orang percaya dipanggil untuk:

Kehidupan setelah baptisan adalah sebuah panggilan untuk ketekunan dan kesetiaan, dengan pengharapan yang teguh akan kedatangan Kristus dan kehidupan kekal.

Salib Kristen, simbol kematian dan kebangkitan Yesus.

Kesimpulan: Sebuah Komitmen Abadi

Baptisan adalah salah satu pilar fundamental iman Kristen, sebuah ritual yang telah menghubungkan orang-orang percaya sepanjang generasi dengan Kristus dan satu sama lain. Lebih dari sekadar simbolisme, baptisan adalah sebuah pernyataan yang mendalam tentang identitas baru dalam Kristus, sebuah komitmen yang mengikat, dan sebuah gerbang menuju kehidupan yang diubahkan secara radikal.

Kita telah menelusuri perjalanan baptisan dari akar etimologisnya yang berarti "menyelamkan," melalui praktik-praktik pembersihan ritual dalam Perjanjian Lama, pelayanan transformatif Yohanes Pembaptis, hingga penetapannya sebagai perintah ilahi oleh Yesus Kristus sendiri dan adopsinya yang cepat dalam gereja perdana. Setiap episode dalam sejarah ini memperkaya pemahaman kita tentang evolusi dan kedalaman makna baptisan.

Secara teologis, baptisan merangkum kebenaran-kebenaran inti Injil: pertobatan dari dosa dan pengampunan, identifikasi dengan kematian, penguburan, dan kebangkitan Kristus, persatuan dengan Tubuh Kristus, penerimaan Roh Kudus, dan penandaan perjanjian baru dengan Allah. Baik dipandang sebagai sakramen yang mengalirkan kasih karunia atau ordinansi sebagai tindakan ketaatan dan kesaksian, semua tradisi Kristen sepakat akan signifikansi spiritualnya yang tak terbantahkan.

Perbedaan mengenai mode (penyelaman, pencurahan, percikan) dan subjek (anak-anak atau orang percaya) memang ada dan telah melahirkan diskusi teologis yang kaya. Namun, di balik perbedaan-perbedaan ini, terletak inti yang sama: keinginan untuk menghormati perintah Kristus dan merayakan kasih karunia Allah yang mengubah hidup. Yang terpenting bukanlah rincian ritualnya, melainkan iman dan pertobatan yang mendahuluinya, serta komitmen yang mengikutinya.

Kehidupan setelah baptisan adalah panggilan untuk sebuah perjalanan seumur hidup dalam ketaatan, kekudusan, pertumbuhan rohani, pelayanan dalam komunitas, dan kesaksian kepada dunia. Ini adalah janji untuk hidup di bawah kepemimpinan Roh Kudus, bergumul melawan dosa dengan anugerah Tuhan, membangun hubungan yang lebih dalam dengan Sang Pencipta, dan menjadi agen perubahan di dunia yang membutuhkan terang dan harapan. Baptisan mempersiapkan kita untuk tantangan modern, sekaligus memberikan jangkar yang kokoh di tengah arus perubahan.

Pada akhirnya, baptisan adalah undangan untuk merayakan kasih karunia Allah yang luar biasa—kasih karunia yang memungkinkan kita mati terhadap diri yang lama dan bangkit untuk berjalan dalam hidup yang baru bersama Kristus. Ini adalah tanda yang kelihatan dari anugerah yang tak kelihatan, sebuah komitmen yang abadi yang membentuk dan mendefinisikan seorang pengikut Kristus. Semoga setiap orang percaya dapat merenungkan kembali makna baptisan mereka dan hidup sepenuhnya sesuai dengan panggilan suci ini.