Pendahuluan: Memahami Ares, Sang Dewa Perang
Dalam panteon Dewa Olimpus Yunani, Ares memegang posisi yang unik dan seringkali kontroversial. Dia bukan hanya sekadar dewa perang, melainkan personifikasi murni dari kekerasan, pertumpahan darah, dan kegilaan pertempuran itu sendiri. Berbeda dengan dewi Athena yang merepresentasikan strategi, kebijaksanaan, dan perang yang terencana, Ares adalah impulsif, brutal, dan seringkali liar. Kehadirannya di medan perang membawa kehancuran tanpa pandang bulu, gairah yang membara, dan kekejaman yang tak terhindarkan. Pemahaman tentang Ares mengharuskan kita untuk menghadapi sisi gelap sifat manusia – dorongan primordial untuk konflik, agresi, dan dominasi. Artikel ini akan menyelami lebih dalam siapa Ares itu, asal-usulnya, sifat-sifatnya yang kompleks, mitos-mitos kunci yang melingkupinya, keturunannya yang beragam, atributnya, pemujaannya, serta perbandingannya dengan dewa perang Romawi, Mars, dan warisannya dalam budaya modern. Mari kita jelajahi dunia sang dewa yang, meskipun ditakuti dan sering dicemooh oleh dewa-dewi lain, tetap menjadi kekuatan yang tak terbantahkan di alam semesta mitologi Yunani.
Helm dan tombak, atribut utama Ares yang melambangkan kekejaman dan dominasi di medan perang.
Asal-Usul dan Kedudukan di Olimpus
Kelahiran dan Garis Keturunan
Ares adalah salah satu dari dua belas Dewa Olimpus, namun asal-usulnya sedikit berbeda dari kebanyakan dewa dan dewi lainnya. Dia adalah putra dari dua dewa terkuat dan paling berkuasa: Zeus, Raja para Dewa, dan Hera, Ratu para Dewa. Meskipun demikian, kelahiran Ares sering digambarkan sebagai hasil dari ketidakpuasan Hera terhadap Zeus, dan beberapa versi mitos bahkan menyatakan bahwa Hera melahirkan Ares tanpa bantuan Zeus, mungkin sebagai upaya untuk meniru kelahiran Athena dari kepala Zeus. Versi ini, yang disebutkan oleh penyair Ovid, menggambarkan Hera yang menyentuh bunga ajaib atau ramuan yang diberikan oleh Flora, dewi bunga Romawi. Apapun asal-usulnya, hubungan Ares dengan kedua orang tuanya terbilang rumit. Zeus seringkali menyatakan ketidaksukaannya yang terang-terangan terhadap Ares, menganggapnya sebagai dewa yang paling menjijikkan dari semua dewa Olimpus karena sifatnya yang haus darah dan brutal. Hera, di sisi lain, meskipun ia adalah ibunya, juga tidak selalu menunjukkan kasih sayang yang berlebihan; meskipun ia terkadang mendukungnya di medan perang, ia juga seringkali terlibat dalam perselisihan dengan Zeus yang melibatkan Ares.
Sebagai saudara dari dewa-dewi penting lainnya seperti Hephaestus (dewa pandai besi, yang ironisnya menikahi kekasih utama Ares, Aphrodite), Eileithyia (dewi kelahiran), dan Hebe (dewi masa muda), Ares memiliki koneksi yang mendalam dalam hierarki Olimpus. Namun, sifatnya yang agresif membuatnya sering terisolasi dari sebagian besar keluarganya, yang lebih menghargai kebijaksanaan, seni, atau keterampilan praktis daripada kekerasan murni.
Posisi di antara Dua Belas Olimpus
Meskipun menjadi dewa Olimpus, Ares tidak pernah menjadi sosok yang sangat populer atau dihormati di antara dewa-dewi lainnya, apalagi di antara manusia. Dia seringkali digambarkan sebagai seorang yang suka bertengkar, tidak bisa diatur, dan cenderung menciptakan kekacauan. Homer dalam Iliad secara terang-terangan menggambarkan Zeus menegur Ares, mengatakan bahwa ia adalah dewa yang paling dibenci di Olimpus. Perasaan ini bukan tanpa alasan; keberadaan Ares mengganggu tatanan dan kedamaian, meskipun perannya sebagai dewa perang tak dapat disangkal penting dalam menjaga keseimbangan dunia. Dia mewakili aspek perang yang paling mengerikan dan merusak, yang mana dewa-dewi lain, seperti Athena, mencoba untuk mengendalikan atau memanfaatkan dengan cara yang lebih strategis dan bermanfaat bagi peradaban.
Oleh karena itu, meskipun Ares memiliki tempat di antara dua belas dewa utama yang mendiami Gunung Olimpus, ia seringkali menjadi pihak luar yang tidak disukai, seorang yang kehadirannya ditoleransi karena kekuatan yang ia wakili, tetapi bukan karena kebijaksanaan atau kebaikannya.
Wajah Sejati Perang: Karakteristik dan Sifat Ares
Ares adalah personifikasi perang dalam bentuknya yang paling primitif dan tidak terkendali. Sifat-sifatnya membentuk gambaran dewa yang kompleks, di mana kekuatan fisik, kekerasan, dan gairah bercampur dengan keangkuhan, impulsivitas, dan kadang-kadang, bahkan rasa takut.
Kemarahan dan Kekejaman yang Tak Terkendali
Ciri paling menonjol dari Ares adalah kemarahannya yang membara dan kekejamannya yang tak terbatas. Dia menikmati suara pertempuran, jeritan orang-orang yang terluka, dan pemandangan darah yang tumpah di medan perang. Bagi Ares, perang bukan tentang tujuan strategis atau kemenangan moral, melainkan tentang sensasi pertempuran itu sendiri. Dia adalah dewa yang berdiri di tengah-tengah kekacauan, mendorong prajurit untuk saling membunuh tanpa ampun, dan tidak peduli siapa yang menang atau kalah, asalkan pertumpahan darah terus berlanjut. Kebahagiaan terbesarnya adalah dalam melihat kehancuran total dan penderitaan yang disebabkan oleh konflik.
Implusivitas dan Keangkuhan
Ares dikenal karena impulsivitasnya. Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, seringkali tanpa memikirkan konsekuensi. Hal ini membuatnya mudah diprovokasi dan rentan terhadap tipuan. Keangkuhannya juga sering menempatkannya dalam masalah, karena ia percaya akan keunggulan kekuatannya dan meremehkan musuh atau rintangan. Ini sering terlihat dalam mitos di mana ia terluka atau dipermalukan, seperti dalam Perang Troya ketika ia dilukai oleh Diomedes, seorang manusia yang dibantu oleh Athena.
Gairah dan Seksualitas
Meskipun ia adalah dewa perang, Ares juga merupakan dewa dengan gairah yang kuat. Ia dikenal memiliki banyak kekasih, baik dewi maupun manusia, dan banyak keturunan. Hubungannya yang paling terkenal adalah dengan Aphrodite, dewi cinta dan kecantikan, sebuah ironi yang menarik. Persatuan antara dewa perang yang brutal dan dewi cinta yang lembut menunjukkan bahwa gairah dan konflik seringkali saling terkait, bahwa di balik kekerasan ada dorongan primitif yang kuat, dan bahwa cinta dan perang adalah dua sisi dari koin emosi manusia yang intens. Hubungan ini juga menyoroti aspek kesuburan dari Ares; meskipun ia membawa kehancuran, ia juga merupakan sumber kehidupan baru.
Berbeda dari Athena: Dua Wajah Perang
Salah satu cara terbaik untuk memahami Ares adalah dengan membandingkannya dengan dewi perang lainnya, Athena. Perbedaan antara keduanya sangat mencolok dan esensial dalam mitologi Yunani:
- Ares: Merepresentasikan perang sebagai kekejaman, agresi, pertumpahan darah, dan kegilaan. Dia adalah dewa yang bersorak atas kematian dan kehancuran, tanpa strategi atau tujuan yang lebih besar selain kekerasan itu sendiri. Dia mewakili perang yang kacau dan tidak terorganisir, yang didorong oleh emosi murni dan haus darah.
- Athena: Merepresentasikan perang sebagai strategi, taktik, kebijaksanaan militer, dan keadilan. Dia adalah dewi yang memimpin pasukan dalam pertempuran yang terencana dengan baik, melindungi kota, dan hanya berperang demi tujuan yang mulia atau untuk mempertahankan diri. Dia mewakili perang yang terkendali, rasional, dan seringkali defensif atau untuk menegakkan keadilan.
Perbedaan ini membuat Ares seringkali dipandang rendah oleh dewa-dewi lain, termasuk Zeus dan Athena sendiri, yang melihatnya sebagai dewa yang vulgar dan berbahaya, kontras dengan kebijaksanaan dan keteraturan yang mereka wakili. Dalam banyak kisah, Athena seringkali mengalahkan atau mempermalukan Ares, menunjukkan superioritas strategi atas kekuatan murni yang tidak terkendali.
Perisai dan tombak yang disilangkan dengan hati, melambangkan dualitas Ares sebagai dewa perang brutal namun juga penuh gairah.
Keluarga dan Keturunan Ares
Kekasih Utama: Aphrodite
Hubungan paling terkenal dan kontroversial Ares adalah dengan Aphrodite, dewi cinta dan kecantikan. Ironi dari persatuan ini—antara dewa perang yang haus darah dan dewi cinta yang penuh gairah—telah menjadi subjek banyak puisi, drama, dan karya seni. Meskipun Aphrodite secara resmi menikah dengan Hephaestus, dewa pandai besi yang pincang dan kurang menarik, ia secara terbuka berselingkuh dengan Ares. Perselingkuhan mereka menghasilkan beberapa anak yang secara signifikan merepresentasikan aspek-aspek cinta, perang, dan harmoni.
Salah satu mitos terkenal tentang mereka adalah ketika Hephaestus, mengetahui perselingkuhan mereka, membuat jaring tak terlihat dari perunggu halus dan menjebak Ares dan Aphrodite saat mereka sedang bercinta. Hephaestus kemudian memanggil semua dewa Olimpus untuk menyaksikan penghinaan pasangannya dan Ares. Meskipun mereka menjadi bahan tertawaan, mereka akhirnya dibebaskan, dan hubungan mereka terus berlanjut.
Anak-Anak dengan Aphrodite
Dari persatuan Ares dan Aphrodite, lahirlah beberapa dewa dan personifikasi yang kuat, masing-masing membawa esensi dari orang tua mereka:
-
Eros (Dewa Cinta)
Dikenal juga sebagai Cupid dalam mitologi Romawi, Eros adalah dewa gairah cinta, keinginan, dan daya tarik. Meskipun dalam tradisi Homeric ia kadang-kadang disebut sebagai dewa primal yang lebih tua, versi paling populer menggambarkan Eros sebagai putra Ares dan Aphrodite. Kehadirannya melambangkan kekuatan cinta yang dapat menjadi pendorong di balik tindakan heroik atau destruktif, sebuah cerminan sempurna dari gairah yang dapat ditemukan baik dalam cinta maupun perang. Panahnya dapat menembus hati dewa dan manusia, memicu cinta yang tak terkendali.
-
Phobos (Personifikasi Rasa Takut)
Namanya berarti "ketakutan" atau "panik". Phobos sering digambarkan mendampingi ayahnya di medan perang, menyebarkan teror di antara musuh-musuh Ares. Ia adalah personifikasi dari rasa takut yang muncul saat menghadapi ancaman pertempuran. Kehadiran Phobos di sisi Ares menunjukkan bahwa ketakutan adalah bagian integral dari pengalaman perang, alat yang digunakan Ares untuk mematahkan semangat lawan.
-
Deimos (Personifikasi Teror dan Kengerian)
Saudara kembar Phobos, Deimos mewakili "teror" dan "kengerian". Ia juga merupakan pendamping konstan Ares, menambah kengerian dan kepanikan di medan perang. Jika Phobos adalah rasa takut yang mendadak, Deimos adalah teror yang melumpuhkan, membuat musuh kehilangan akal sehat dan lari. Bersama-sama, Phobos dan Deimos adalah manifestasi psikologis dari perang, menunjukkan bagaimana konflik tidak hanya menghancurkan tubuh tetapi juga jiwa.
-
Harmonia (Dewi Harmoni dan Keselarasan)
Salah satu anak Ares dan Aphrodite yang paling menarik adalah Harmonia, dewi harmoni, keselarasan, dan persetujuan. Kelahirannya dari dewa perang dan dewi cinta merupakan simbol yang kuat: dari konflik dan gairah dapat muncul keselarasan dan keteraturan. Harmonia kemudian menikah dengan Cadmus, pendiri Thebes, dan pernikahannya dihadiri oleh semua dewa, menjanjikan kedamaian dan kemakmuran bagi kota baru tersebut, meskipun takdirnya kelak diwarnai tragedi.
Anak-Anak Lain dari Hubungan Beragam
Ares memiliki banyak keturunan dari berbagai dewi dan wanita fana, mencerminkan sifatnya yang penuh gairah dan pengaruhnya yang luas. Beberapa di antaranya meliputi:
-
Amazons (Ratu Hippolyta dan Penthesilea)
Dari hubungan dengan Otrera, seorang nimfa atau ratu Amazon, Ares adalah ayah dari berbagai ratu dan pahlawan Amazon, termasuk Hippolyta dan Penthesilea. Amazon adalah suku prajurit wanita yang terkenal karena keberanian dan keterampilan bertempur mereka. Mereka mewarisi semangat perang Ares, tetapi juga mengembangkan budaya dan tatanan sosial mereka sendiri. Hubungan ini menunjukkan sisi maskulin dan kekuatan fisik Ares yang diturunkan kepada prajurit wanita yang tangguh.
-
Cycnus
Seorang putra Ares dari Pyrene (atau Pelopia atau Thyria), Cycnus adalah seorang brigand atau tiran yang kejam yang suka membunuh para peziarah yang lewat menuju Delphi. Ares sangat bangga padanya dan sering melindunginya. Cycnus akhirnya dibunuh oleh Heracles, yang didukung oleh Athena, setelah pertarungan yang sengit di mana Ares sendiri ikut campur untuk melindungi putranya, tetapi akhirnya terluka oleh Heracles.
-
Diomedes dari Thrace
Bukan Diomedes pahlawan Yunani dalam Perang Troya, melainkan seorang raja Thrace yang terkenal karena kuda-kudanya yang pemakan manusia. Diomedes ini adalah putra Ares dan Cyrene. Ia merupakan penguasa yang kejam dan akhirnya dikalahkan oleh Heracles sebagai bagian dari dua belas tugasnya.
-
Meleager
Pahlawan terkenal dari perburuan Babi Caledonian, Meleager adalah putra dari Raja Oeneus dari Calydon dan Althaea. Namun, ada tradisi yang mengatakan bahwa ia sebenarnya adalah putra Ares. Meleager mewarisi keberanian dan keterampilan bertarung yang luar biasa, tetapi juga sifat impulsif dan mudah marah dari Ares, yang akhirnya menyebabkan kematiannya sendiri dan banyak masalah bagi kerajaannya.
-
Oenomaus
Raja Pisa dan ayah dari Hippodamia, Oenomaus adalah putra Ares dan Harpinna. Ia terkenal karena balap kereta mautnya di mana ia menantang pelamar putrinya untuk lomba, membunuh mereka yang kalah. Ia adalah seorang ahli kereta kuda yang luar biasa, mewarisi kecepatan dan agresi dari ayahnya.
-
Dryas
Seorang raja dari Thrace, putra Ares dan Althaea (atau Euippe), yang terkenal karena melawan dewa Dionysus dan akhirnya dibunuh oleh para Maenads, pengikut Dionysus yang hiruk-pikuk.
-
Asclepius (dalam beberapa tradisi)
Meskipun Asclepius umumnya dikenal sebagai putra Apollo, ada beberapa tradisi yang menyebutkan bahwa Ares juga memiliki hubungan dengannya. Ini menunjukkan koneksi antara dewa perang dan penyembuhan, mungkin karena dalam perang selalu ada kebutuhan akan perawatan medis.
-
Tereus
Raja Thrace, putra Ares, yang terkenal karena kekejamannya terhadap Procne dan Philomela, kisah tragis yang berujung pada perubahan wujud mereka menjadi burung.
Daftar keturunan Ares yang panjang ini menunjukkan betapa luasnya jangkauan pengaruhnya dan bagaimana sifat-sifatnya diturunkan kepada anak-anaknya, baik dalam bentuk fisik maupun temperamen. Dari personifikasi abstrak seperti Ketakutan dan Teror hingga pahlawan perang dan tiran kejam, Ares meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di dunia mitologi Yunani.
Mitos dan Legenda Utama Ares
Ares mungkin tidak memiliki kisah pencarian pahlawan yang mulia seperti Heracles atau Theseus, tetapi perannya dalam mitos-mitos besar Yunani sangat signifikan, seringkali sebagai kekuatan pendorong konflik atau sebagai karakter yang menunjukkan sifat aslinya yang impulsif.
Perang Troya: Kekalahan dan Penghinaan
Peran Ares dalam Perang Troya adalah salah satu yang paling menonjol dan memalukan baginya. Dalam konflik besar ini, Ares berpihak pada bangsa Troya, seringkali mendampingi Hektor, pahlawan Troya. Keputusannya untuk mendukung Troya, meskipun Zeus telah melarang dewa-dewi untuk ikut campur secara langsung, mencerminkan sifatnya yang suka melanggar aturan dan cenderung pada pihak yang lebih lemah atau yang menunjukkan lebih banyak pertempuran sengit.
Namun, dalam salah satu episode paling terkenal dalam Iliad karya Homer, Ares mengalami penghinaan yang besar. Selama pertempuran yang intens, pahlawan Yunani, Diomedes, yang dibantu dan didorong oleh dewi Athena, berhadapan langsung dengan Ares. Athena bahkan mengarahkan tombak Diomedes ke tubuh Ares. Diomedes berhasil menusuk perut Ares, menyebabkan dewa itu menjerit kesakitan dengan suara yang begitu keras, dikatakan sebanding dengan seribu pria berteriak. Terluka parah dan malu, Ares segera melarikan diri dari medan perang menuju Gunung Olimpus untuk mengeluh kepada Zeus. Namun, Zeus tidak menunjukkan simpati. Sebaliknya, ia mencaci maki Ares karena sifatnya yang haus darah dan mengatakan bahwa jika bukan karena ia adalah anaknya, Zeus akan mengirimnya ke Tartarus. Episode ini dengan jelas menunjukkan betapa Ares seringkali dianggap sebagai dewa yang menjijikkan dan pengecut ketika menghadapi cedera pribadi, meskipun ia adalah personifikasi perang.
Keterlibatan Ares dalam Perang Troya juga menunjukkan bagaimana dewa-dewi secara aktif ikut campur dalam urusan manusia, mencerminkan bahwa perang seringkali bukan hanya konflik antar manusia tetapi juga pertarungan kekuatan yang lebih besar.
Penjebakan oleh Aloadai
Salah satu mitos yang kurang dikenal tetapi menunjukkan kerentanannya adalah ketika Ares ditangkap dan dipenjarakan oleh Aloadai (Aloadae), dua raksasa muda bernama Otus dan Ephialtes, putra Poseidon dan Iphimedeia. Aloadai adalah makhluk yang luar biasa besar dan kuat, yang pada usia sembilan tahun sudah mampu mengancam para dewa Olimpus. Mereka menumpuk gunung Ossa di atas Gunung Pelion dalam upaya untuk menyerbu Olimpus.
Sebelum mereka dapat melakukannya, mereka berhasil menjebak Ares. Mereka mengikatnya dengan rantai perunggu dan menguncinya dalam sebuah guci perunggu selama tiga belas bulan (sekitar satu tahun). Selama masa ini, tidak ada perang atau konflik yang terjadi di Bumi, sebuah bukti betapa eratnya Ares terhubung dengan kekerasan. Para dewa tidak menyadari keberadaannya yang hilang sampai Hermes mengetahui hal ini melalui ibu tiri mereka, Eeriboia. Hermes, dibantu oleh Artemis, akhirnya berhasil menyelamatkan Ares, yang telah sangat menderita dan hampir mati karena kelaparan dan kehausan selama penahanannya. Mitos ini sekali lagi menunjukkan bahwa meskipun Ares adalah dewa perang, ia tidak selalu tak terkalahkan dan dapat direndahkan.
Jaring Hephaestus: Penghinaan di Olimpus
Kisah ini telah disinggung sebelumnya, tetapi patut diuraikan lebih lanjut. Perselingkuhan Ares dengan Aphrodite, istri Hephaestus, adalah rahasia terbuka di Olimpus, namun Hephaestus, dewa pandai besi yang cerdas, memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia membuat jaring perunggu yang sangat halus dan tak terlihat, yang ia letakkan di atas ranjang perkawinannya. Saat Ares dan Aphrodite sedang bermesraan, jaring itu secara otomatis melilit mereka, menjebak mereka dalam posisi yang memalukan.
Hephaestus kemudian memanggil semua dewa Olimpus untuk menyaksikan penemuan ini. Mereka semua datang dan tertawa terbahak-bahak melihat pemandangan tersebut. Beberapa dewa membuat lelucon cabul, sementara Poseidon dan Hermes menawarkan diri untuk menggantikan posisi Ares jika saja mereka yang terperangkap. Ares dan Aphrodite merasa sangat malu. Setelah beberapa permohonan dari dewa-dewi lain, Hephaestus akhirnya membebaskan mereka. Ares melarikan diri ke Thrace karena malu, sementara Aphrodite pergi ke Paphos. Kisah ini tidak hanya menyoroti perselingkuhan mereka, tetapi juga menunjukkan bahwa Ares, meskipun kuat, dapat dipermainkan dan direndahkan oleh kecerdasan, dan bahwa bahkan dewa-dewi pun rentan terhadap rasa malu dan kecemburuan.
Pembunuhan Halirrhothius dan Areopagus
Mitos ini menjelaskan asal-usul bukit Areopagus ("Bukit Ares") di Athena, sebuah tempat yang kemudian menjadi pusat pengadilan penting di Athena kuno. Ares memiliki seorang putri bernama Alcippe dari hubungan dengan Agralos (atau Aglaurus). Suatu hari, Halirrhothius, seorang putra Poseidon, mencoba memperkosa Alcippe. Dalam kemarahan yang besar, Ares membunuh Halirrhothius.
Poseidon yang murka menuntut keadilan, dan kasus ini dibawa ke pengadilan para dewa di Athena. Ini adalah sidang pembunuhan pertama yang pernah diadakan. Zeus mengumpulkan dewa-dewi lainnya untuk menghakimi Ares. Sidang ini diadakan di sebuah bukit yang kemudian dinamai Areopagus untuk menghormati Ares. Setelah persidangan, Ares dibebaskan karena perbuatannya dianggap sebagai pembelaan atas kehormatan putrinya, atau setidaknya, dewa-dewa menganggapnya bertindak atas provokasi yang dapat dimengerti. Mitos ini tidak hanya memberikan etimologi sebuah lokasi penting, tetapi juga menunjukkan bahwa Ares, meskipun dikenal brutal, dapat bertindak atas dasar kehormatan keluarga dan dapat dihakimi oleh hukum dewa-dewi.
Naga Thebes dan Cadmus
Meskipun Ares tidak secara langsung terlibat dalam cerita ini seperti pada mitos-mitos lain, keturunannya memainkan peran penting dalam pendirian kota Thebes. Cadmus, pangeran Phoenicia, pergi mencari saudara perempuannya, Europa, yang diculik Zeus. Dalam perjalanannya, ia mengikuti sebuah sapi dan mendirikan kota di tempat sapi itu berhenti.
Untuk mendirikan kota, Cadmus perlu mengorbankan sapi tersebut, tetapi mata air terdekat dijaga oleh seekor naga ganas, putra Ares. Cadmus membunuh naga itu, dan atas nasihat Athena, ia menaburkan gigi naga itu ke tanah. Dari gigi-gigi itu muncul sekelompok prajurit bersenjata lengkap yang disebut Spartoi (orang-orang yang ditabur). Para Spartoi ini mulai saling bertarung sampai hanya lima yang tersisa, yang kemudian menjadi nenek moyang bangsawan Thebes. Peristiwa ini menunjukkan bahwa bahkan di luar medan perang utama, keturunan Ares—dalam hal ini naga ganas—dapat menjadi sumber konflik dan kehancuran, namun juga dasar bagi terbentuknya masyarakat baru.
Gigantomachy (Perang Para Raksasa)
Dalam perang epik antara para dewa Olimpus dan para Gigantes (Raksasa), Ares turut serta dalam pertempuran. Meskipun ia adalah dewa perang, catatannya dalam Gigantomachy tidak selalu menonjol seperti Heracles atau Athena. Beberapa versi menyebutkan bahwa ia membantu mengalahkan Gigant Mimas, tetapi secara umum, perannya lebih sebagai salah satu dari banyak dewa yang bertempur untuk mempertahankan Olimpus daripada sebagai pahlawan sentral. Hal ini mungkin karena Gigantomachy lebih mengedepankan kerja sama strategis dewa-dewi daripada kekerasan individu yang tidak terarah.
Mitos-mitos ini secara kolektif melukiskan gambaran Ares sebagai dewa yang kuat namun mudah terluka, impulsif namun penuh gairah, dan meskipun sering dibenci, perannya sebagai personifikasi perang mutlak tak tergantikan dalam kosmos mitologi Yunani.
Atribut dan Simbol Ares
Ares sering digambarkan dengan atribut-atribut spesifik yang mencerminkan perannya sebagai dewa perang. Simbol-simbol ini tidak hanya mengidentifikasi dirinya tetapi juga menggambarkan aspek-aspek inti dari konflik dan kekerasan.
Senjata dan Perlengkapan Perang
-
Tombak (Doru)
Tombak adalah senjata utama dan paling ikonik dari Ares. Ini melambangkan penetrasi, kekerasan langsung, dan kemampuan untuk menyerang dari jarak jauh. Tombak Ares sering digambarkan sebagai senjata yang menakutkan, mampu menyebabkan kehancuran yang luas dan tidak terkendali.
-
Perisai (Aspis)
Perisai adalah atribut penting lainnya, melambangkan pertahanan tetapi juga ancaman. Ares tidak hanya menyerang; kehadirannya sendiri dapat menjadi perisai bagi mereka yang ia dukung, atau, yang lebih umum, perisai yang ia gunakan untuk melindungi dirinya sambil melancarkan serangan brutal. Perisainya seringkali dihiasi dengan simbol-simbol yang menakutkan.
-
Helm (Kranos)
Helm, khususnya helm Korintus atau helm Spartan yang megah dengan jambul besar, adalah lambang prajurit dan perlindungan dalam pertempuran. Bagi Ares, helm menambah aura kekejaman dan impersonalitas; di balik helm itu, ia adalah kekuatan perang murni.
-
Pedang
Meskipun tombak adalah senjata utamanya, pedang juga sering digambarkan sebagai bagian dari arsenalnya untuk pertempuran jarak dekat.
Hewan Suci dan Pendamping
-
Babi Hutan (Kalyx)
Babi hutan adalah hewan yang dikaitkan erat dengan Ares. Hewan ini dikenal karena keganasan, keberanian, dan sifat agresifnya saat bertarung, menjadikannya simbol yang cocok untuk dewa perang yang brutal.
-
Anjing
Anjing, terutama anjing liar atau anjing pemburu, juga dikaitkan dengan Ares. Anjing-anjing ini sering digambarkan sebagai pemakan bangkai di medan perang, melambangkan aspek mengerikan dan kotor dari perang.
-
Burung Bangkai (Vulture)
Burung bangkai, yang memakan mayat-mayat yang ditinggalkan di medan perang, secara alami dikaitkan dengan Ares dan kehancuran yang ia timbulkan. Mereka adalah pertanda kematian dan hasil akhir dari pertempuran sengit.
-
Burung Hantu (Owl)
Meskipun lebih sering dikaitkan dengan Athena, beberapa tradisi juga mengaitkan burung hantu dengan Ares, mungkin melambangkan pengawasan atau pengetahuan gelap tentang perang.
Personifikasi Pendamping
Ares jarang bergerak sendirian di medan perang. Ia sering ditemani oleh personifikasi-personifikasi yang mewakili aspek-aspek perang:
- Phobos (Rasa Takut) dan Deimos (Teror): Putra-putranya dari Aphrodite, mereka selalu mendampingi Ares, menyebarkan ketakutan dan kepanikan di antara musuh-musuh.
- Enyo (Dewi Perang atau Kehancuran): Sering digambarkan sebagai saudara perempuan atau pendamping Ares, ia adalah dewi perang yang bertanggung jawab atas kehancuran kota dan pembantaian. Dalam beberapa versi, Enyo adalah aspek feminin dari Ares itu sendiri, atau personifikasi dari aspek-aspek pertempuran yang kejam.
- Ker atau Keres (Roh Kematian Kekerasan): Mereka adalah makhluk-makhluk berjiwa gelap yang menghisap darah dari medan perang dan membawa jiwa-jiwa orang mati ke alam baka.
Kombinasi atribut-atribut ini menciptakan gambaran yang jelas dan menakutkan tentang Ares sebagai dewa yang tidak hanya menguasai perang, tetapi juga mewakili semua elemen yang paling mengerikan dan tak terhindarkan dari konflik bersenjata.
Pemujaan dan Pusat Kultus Ares
Berbeda dengan dewa-dewi Olimpus lainnya seperti Zeus, Hera, Apollo, atau Athena yang memiliki kuil-kuil besar dan kultus-kultus yang tersebar luas, pemujaan terhadap Ares di Yunani kuno relatif terbatas. Ini sebagian besar disebabkan oleh sifatnya yang brutal dan tidak terkendali; ia adalah dewa yang ditakuti daripada dihormati atau dicintai. Namun, ada beberapa daerah dan kelompok masyarakat yang memberikan perhatian khusus kepadanya, terutama mereka yang sangat menghargai seni perang atau memiliki tradisi militeristik yang kuat.
Sparta: Pusat Pemujaan Utama
Salah satu tempat utama di mana Ares dipuja adalah di Sparta. Sparta adalah negara-kota Yunani yang paling terkenal karena keunggulan militeristiknya, gaya hidup prajuritnya yang keras, dan penekanannya pada disiplin dan kekuatan fisik. Dalam masyarakat seperti ini, dewa perang tentu saja akan memiliki tempat yang penting. Bagi Spartan, Ares mewakili keberanian, kekuatan, dan ketahanan dalam pertempuran – meskipun mereka mungkin juga menggabungkan aspek strategi dari Athena dalam pemikiran militer mereka.
Di Sparta, Ares mungkin dipuja dalam konteks yang sedikit berbeda dari personifikasi murni kekacauan; ia lebih menjadi simbol kekuatan tempur dan kemenangan yang ganas. Ada laporan bahwa Sparta memiliki patung Ares yang dibelenggu, sebuah simbol untuk memastikan bahwa roh perang tidak akan pernah meninggalkan kota mereka, atau untuk menunjukkan bahwa mereka mengendalikan kekuatan perang, bukan sebaliknya.
Thebes: Warisan Sang Naga
Kota Thebes juga memiliki hubungan yang signifikan dengan Ares, meskipun tidak secara langsung melalui kultus, melainkan melalui mitos pendiriannya. Seperti yang telah dijelaskan, putra Ares (naga yang menjaga mata air) dibunuh oleh Cadmus, dan gigi-giginya yang ditaburkan melahirkan Spartoi, para nenek moyang bangsawan Thebes. Oleh karena itu, darah Ares mengalir dalam garis keturunan para penguasa Thebes, memberikan kota itu ikatan mitologis dengan dewa perang.
Meskipun tidak ada kultus Ares yang dominan di Thebes, warisan ini mungkin berkontribusi pada reputasi Thebes sebagai kota yang kuat dalam militer dan sering terlibat dalam konflik, seperti Perang Tujuh Melawan Thebes.
Thrace: Tanah Kelahiran Mitis Ares
Dalam mitologi, Thrace, sebuah wilayah yang keras dan bergunung-gunung di timur laut Yunani kuno, sering disebut sebagai tanah air Ares. Wilayah ini dikenal karena penduduknya yang digambarkan sebagai suku-suku yang suka berperang dan kurang beradab, cocok dengan karakter Ares. Meskipun ia sering meninggalkan Olimpus untuk beristirahat atau berkumpul dengan kekasihnya di Thrace, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya kultus Ares yang terorganisir dan besar di sana. Kaitan ini lebih bersifat mitologis dan stereotipikal tentang sifat agresif penduduk Thrace.
Pemujaan yang Terbatas
Di sebagian besar Yunani, Ares tidak memiliki kuil-kuil megah atau festival-festival besar yang didedikasikan untuknya seperti yang dimiliki dewa-dewi lain. Doa dan persembahan kepadanya mungkin dilakukan oleh prajurit individu sebelum pertempuran untuk memohon kekuatan dan kemenangan, atau oleh mereka yang mencari keuntungan dalam konflik. Namun, secara umum, rakyat biasa lebih memilih untuk memohon bantuan kepada Athena untuk perlindungan dan strategi yang bijaksana dalam perang, atau kepada Zeus untuk keadilan. Rasa takut dan jijik terhadap kekerasan tak terkendali yang diwakili Ares membuat kultusnya tetap marginal.
Meskipun demikian, keberadaannya dalam mitos dan seni tetap menjadi pengingat yang kuat akan aspek tak terhindarkan dari konflik dan agresi dalam pengalaman manusia.
Ares dalam Seni dan Sastra
Sebagai dewa perang, Ares telah menjadi subjek inspirasi yang kaya dalam seni dan sastra sepanjang sejarah, dari epos kuno hingga karya-karya modern. Penggambarannya bervariasi, mencerminkan pemahaman yang berbeda tentang perang dan maskulinitas.
Ares dalam Sastra Klasik
-
Homer: Iliad
Karya paling berpengaruh dalam menggambarkan Ares adalah Iliad karya Homer. Di sini, Ares adalah karakter yang menonjol tetapi seringkali tidak simpatik. Ia digambarkan sebagai haus darah, impulsif, dan seringkali pengecut ketika menghadapi cedera. Homer secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan dewa-dewi lain terhadapnya, terutama Zeus dan Athena. Penggambaran Homer ini sangat kuat dan membentuk dasar bagi banyak interpretasi Ares selanjutnya.
-
Hesiod: Theogony
Hesiod dalam Theogony menggambarkan Ares sebagai anak dari Zeus dan Hera, dan menyoroti hubungannya dengan personifikasi Phobos dan Deimos. Hesiod juga menyebutkan Harmonia sebagai putrinya, menunjukkan aspek-aspek yang lebih beragam dari Ares.
-
Drama Yunani Kuno
Dalam tragedi Yunani, Ares sering muncul sebagai kekuatan penggerak di balik konflik dan kekerasan. Ia mewakili murka tak terkendali yang dapat menghancurkan keluarga dan kota. Misalnya, dalam Antigone karya Sophocles, kutukan yang menimpa Thebes sering dikaitkan dengan darah Ares (melalui naga Thebes).
-
Ovid: Metamorphoses
Penyair Romawi Ovid menceritakan kembali mitos-mitos Yunani, termasuk kisah perselingkuhan Ares dengan Aphrodite (disebut Venus oleh Romawi) dan jebakan yang dibuat Hephaestus (Vulcan). Ovid juga memberikan versi tentang kelahiran Ares dari Hera tanpa Zeus.
Ares dalam Seni Rupa
Dalam seni rupa kuno, Ares biasanya digambarkan sebagai pria muda yang kuat dan berotot, mengenakan helm, membawa tombak, dan perisai. Kadang-kadang ia telanjang dada atau mengenakan baju besi. Penggambaran ini menekankan kekuatan fisiknya dan perannya sebagai pejuang. Beberapa contoh penting meliputi:
-
"Ares Borghese"
Sebuah patung Romawi dari abad ke-2 M, yang merupakan salinan dari patung Yunani asli yang mungkin dibuat oleh Alcamenes atau Scopas. Menggambarkan Ares dalam pose santai namun berwibawa, mencerminkan karakteristik Mars Romawi yang lebih tenang.
-
"Ares Ludovisi"
Patung Romawi lainnya yang menunjukkan Ares muda, kadang-kadang dengan Eros di kakinya, menyoroti hubungannya dengan Aphrodite dan keturunannya.
-
Lukisan Vas Yunani
Banyak lukisan vas Yunani menggambarkan Ares dalam adegan pertempuran, seringkali melawan pahlawan atau dewa-dewi lain seperti Athena. Ini menunjukkan perannya yang aktif dalam mitologi dan konflik.
Selama era Renaisans dan Barok, Ares kembali menjadi subjek populer. Seniman seperti Botticelli, Rubens, dan Velázquez melukis adegan-adegan yang melibatkan Ares, seringkali berfokus pada hubungannya dengan Venus (Aphrodite) atau pertempuran mitologis.
Ares dalam Budaya Modern
Dalam budaya populer modern, Ares terus menjadi arketipe yang kuat untuk perang, konflik, dan kekuatan. Ia muncul dalam:
-
Sastra Fantasi dan Fiksi Ilmiah
Banyak novel fantasi dan fiksi ilmiah menggunakan nama atau karakteristik Ares untuk karakter yang berhubungan dengan perang, kekerasan, atau agresi. Contohnya termasuk seri Percy Jackson & the Olympians karya Rick Riordan, di mana Ares digambarkan sebagai pengendara sepeda motor berotot yang kasar.
-
Film dan Televisi
Ares telah muncul dalam berbagai adaptasi mitologi Yunani, seringkali sebagai antagonis atau kekuatan yang harus dihadapi. Ia biasanya digambarkan sebagai sosok yang kuat, mengancam, dan penuh kekerasan.
-
Permainan Video
Dalam permainan video, Ares seringkali menjadi bos atau karakter penting yang terkait dengan tema perang. Misalnya, dalam seri God of War, Ares adalah antagonis utama di game pertama, digambarkan sebagai dewa yang kejam dan menghancurkan.
-
Komik
Dalam komik, seperti Marvel Comics dan DC Comics, Ares (atau Mars) sering muncul sebagai musuh pahlawan super, terutama Wonder Woman, yang memiliki koneksi mendalam dengan mitologi Yunani. Ia menjadi simbol dari konflik abadi.
Terlepas dari era atau mediumnya, Ares terus berfungsi sebagai cerminan dari sisi manusia yang paling gelap dan primitif: dorongan untuk berperang, kekejaman, dan gairah tak terkendali. Penggambarannya yang beragam menunjukkan bahwa perang, dalam segala bentuknya, adalah tema abadi yang terus dieksplorasi oleh umat manusia.
Ares vs. Mars: Dua Wajah Dewa Perang
Memahami Ares secara penuh seringkali memerlukan perbandingan dengan padanannya dalam mitologi Romawi, Mars. Meskipun keduanya adalah dewa perang, perbedaan dalam karakter, pemujaan, dan signifikansi budaya mereka sangat mencolok dan memberikan wawasan tentang perbedaan antara peradaban Yunani dan Romawi.
Ares (Mitologi Yunani)
Ares dalam mitologi Yunani adalah personifikasi dari perang dalam bentuknya yang paling kasar, brutal, dan merusak. Sifat-sifat utamanya meliputi:
- Sifat Agresif dan Impulsif: Ares adalah tentang kekerasan langsung, pertumpahan darah, dan kegilaan pertempuran. Dia tidak peduli dengan strategi atau tujuan yang lebih besar; baginya, perang adalah kekacauan itu sendiri.
- Tidak Disukai: Di antara para dewa Olimpus dan sebagian besar manusia Yunani, Ares seringkali dibenci atau dicemooh. Zeus sendiri menyatakan ketidaksukaannya yang terang-terangan terhadapnya. Ia dianggap sebagai pembawa kehancuran yang tidak bijaksana.
- Kultus Terbatas: Pemujaan terhadap Ares tidak tersebar luas di Yunani. Sparta adalah pengecualian, tetapi sebagian besar kota-negara Yunani lebih memilih untuk memuja Athena untuk aspek perang yang lebih terencana dan beradab.
- Pengecut: Meskipun ia adalah dewa perang, Ares sering digambarkan sebagai pengecut saat ia terluka secara fisik, seperti dalam Perang Troya.
- Gairah Tanpa Kendali: Hubungannya dengan Aphrodite menyoroti sisi gairah yang kuat, di mana kekerasan dan keinginan saling terkait.
Secara keseluruhan, Ares adalah representasi dari kengerian perang yang tidak terkendali, sebuah kekuatan destruktif yang harus ditakuti dan dihindari sebisa mungkin.
Mars (Mitologi Romawi)
Sebaliknya, Mars adalah dewa yang jauh lebih kompleks dan dihormati dalam mitologi Romawi. Ia adalah dewa perang, tetapi juga dewa pertanian, pelindung Roma, dan leluhur bangsa Romawi. Sifat-sifat utamanya meliputi:
- Martabat dan Kemuliaan: Mars adalah dewa yang mulia, bermartabat, dan sering dikaitkan dengan kehormatan militer dan keberanian dalam pertempuran. Ia adalah dewa yang membimbing pasukan Romawi menuju kemenangan melalui disiplin dan keteguhan.
- Dihormati dan Dipuja: Mars adalah dewa yang sangat penting dan dihormati di Roma. Ia adalah dewa kedua setelah Jupiter dalam hierarki dewa-dewi Romawi. Banyak festival dan kuil didedikasikan untuknya.
- Pelindung Roma: Mars dianggap sebagai ayah dari Romulus dan Remus, pendiri legendaris Roma, menjadikannya leluhur ilahi bangsa Romawi. Oleh karena itu, ia adalah pelindung kota dan rakyatnya, bukan hanya dewa yang haus darah.
- Perang yang Benar (Bellum Iustum): Bagi bangsa Romawi, perang seringkali harus dibenarkan dan bertujuan untuk melindungi atau memperluas kekuasaan Roma secara terencana. Mars adalah dewa yang memimpin dalam "perang yang benar" (bellum iustum), bukan sekadar kekejaman tanpa tujuan.
- Dewa Kesuburan dan Pertanian: Sebelum ia menjadi dewa perang utama, Mars juga merupakan dewa kesuburan dan pertanian, melindung tanaman dan ternak. Aspek ini tidak sepenuhnya hilang, dan ia masih dikaitkan dengan musim semi, waktu dimulainya kampanye militer dan pertumbuhan baru.
Mars adalah simbol dari kekuatan militer Romawi yang terorganisir, disiplin, dan bertujuan, serta pelindung negara yang memberikan kemakmuran dan kehormatan.
Perbedaan Signifikan
Perbedaan antara Ares dan Mars mencerminkan perbedaan fundamental dalam pandangan Yunani dan Romawi terhadap perang:
-
Sikap Terhadap Perang
Orang Yunani, meskipun sering terlibat dalam perang, melihatnya sebagai kekuatan yang mengerikan dan kacau (diwakili oleh Ares), yang terbaik adalah diatasi dengan strategi dan kebijaksanaan (Athena). Mereka menghargai alasan di atas emosi.
Orang Romawi, sebagai bangsa yang didasarkan pada penaklukan militer, melihat perang sebagai alat yang diperlukan dan mulia untuk mempertahankan dan memperluas kekaisaran mereka. Mars adalah manifestasi dari kekuatan militer yang terorganisir dan berdisiplin yang membawa kejayaan.
-
Popularitas dan Pemujaan
Ares jarang dipuja secara luas, menandakan bahwa aspek perang yang ia wakili kurang menarik bagi masyarakat Yunani secara umum.
Mars adalah salah satu dewa terpenting dan paling banyak dipuja di Roma, mencerminkan nilai-nilai militeristik yang mendalam dalam budaya Romawi.
-
Hubungan dengan Masyarakat
Ares adalah kekuatan eksternal yang mengancam tatanan. Dia tidak memiliki hubungan fundamental dengan berdirinya atau perlindungan kota-negara Yunani mana pun (kecuali secara tidak langsung dengan Thebes).
Mars adalah inti dari identitas Romawi, sebagai nenek moyang dan pelindung kota. Ia adalah simbol kekuatan yang menjaga dan mengembangkan peradaban Romawi.
Dengan demikian, Ares dan Mars adalah dua sisi koin yang sama — dewa perang — tetapi mereka melambangkan filosofi yang sangat berbeda tentang konflik dan perannya dalam masyarakat. Ares adalah personifikasi perang yang harus ditakuti, sementara Mars adalah dewa perang yang dihormati sebagai arsitek kekuasaan dan kemuliaan.
Warisan dan Interpretasi Modern Ares
Meskipun ribuan tahun telah berlalu sejak mitologi Yunani aktif dipraktikkan, sosok Ares dan arketipe yang diwakilinya terus beresonansi dalam budaya modern. Ia tetap menjadi simbol universal untuk aspek-aspek tertentu dari pengalaman manusia dan konflik global.
Arketipe Psikologis
Dalam psikologi Jungian dan studi arketipe, Ares sering dilihat sebagai arketipe "Prajurit" atau "Agresor". Ia mewakili dorongan primordial dalam diri manusia untuk:
- Agresi dan Konflik: Energi untuk bertarung, bersaing, dan menegaskan diri. Ini bisa menjadi destruktif (perang, kekerasan) atau konstruktif (dorongan untuk mencapai tujuan, kompetisi sehat).
- Gairah dan Energi Maskulin: Keberanian, kekuatan fisik, dan dorongan seksual yang kuat. Ares adalah representasi dari energi maskulin yang mentah dan belum terpoles.
- Perlindungan Diri: Meskipun seringkali digambarkan sebagai penyerang, arketipe Ares juga mencakup kemampuan untuk mempertahankan diri dan orang yang dicintai dengan kekuatan dan keberanian.
Memahami arketipe Ares membantu kita mengenali dan mengelola aspek-aspek agresif dalam diri kita sendiri dan dalam masyarakat. Tantangannya adalah menyalurkan energi Ares yang kuat ini ke dalam bentuk yang produktif, seperti olahraga, perjuangan untuk keadilan, atau perlindungan, daripada membiarkannya meledak dalam kekerasan dan kehancuran.
Simbol Konflik Global dan Perang
Dalam skala yang lebih besar, Ares tetap menjadi simbol abadi untuk perang, konflik, dan kengeriannya. Setiap kali ada berita tentang konflik bersenjata, kekerasan, atau tindakan agresi, bayangan Ares seolah-olah hadir. Ia mengingatkan kita bahwa meskipun peradaban telah berkembang, dorongan untuk konflik dan kekerasan masih menjadi bagian intrinsik dari kondisi manusia. Perang modern mungkin melibatkan teknologi canggih, tetapi inti dari pertumpahan darah dan kehancuran tetap sama dengan apa yang direpresentasikan Ares.
Inspirasi dalam Seni dan Hiburan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Ares terus menjadi sumber inspirasi bagi para seniman, penulis, dan pembuat film. Namanya digunakan untuk:
- Tokoh Antagonis: Ia sering menjadi penjahat atau kekuatan jahat dalam cerita fantasi atau adaptasi mitologi, mewakili ancaman kekerasan yang harus diatasi.
- Perumpamaan Modern: Istilah "Ares" dapat digunakan secara metaforis untuk merujuk pada kekuatan yang tidak terkendali, kekejaman, atau konflik yang brutal dalam konteks politik, sosial, atau pribadi.
- Pencitraan Maskulinitas: Dalam beberapa konteks, ia juga mewakili citra maskulinitas yang kuat, agresif, dan dominan, yang dapat bersifat positif (keberanian) atau negatif (kekerasan).
Refleksi Filosofis
Kisah Ares juga memicu refleksi filosofis tentang sifat perang. Apakah perang itu inheren dalam jiwa manusia? Apakah ada cara untuk mengendalikan atau menyalurkan impuls destruktif ini? Apakah ada keindahan dalam keberanian di medan perang, ataukah itu hanya kehancuran yang tak ada gunanya? Ares, dengan sifat-sifatnya yang ekstrem, memaksa kita untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan sulit ini tentang kemanusiaan.
Secara keseluruhan, warisan Ares jauh melampaui mitos-mitos kuno. Ia terus berfungsi sebagai cermin untuk aspek-aspek gelap dan penuh gairah dari jiwa manusia, sebagai peringatan akan bahaya agresi tak terkendali, dan sebagai simbol abadi dari konflik yang terus membentuk sejarah dan masyarakat kita.
Kesimpulan: Gema Sang Dewa Perang
Dari balik awan Gunung Olimpus hingga medan perang berdarah di Troya, Ares berdiri sebagai representasi yang tak terbantahkan dari perang dalam bentuknya yang paling murni dan tak terkendali. Ia adalah putra Zeus dan Hera, namun ironisnya, seringkali dibenci oleh kedua orang tuanya dan sesama dewa-dewi Olimpus karena sifatnya yang haus darah, brutal, dan impulsif. Berbeda dengan Athena yang mewakili perang strategis dan adil, Ares adalah manifestasi dari kekejaman, agresi, dan kegilaan yang tak memiliki tujuan selain kehancuran itu sendiri.
Hubungan gairahnya dengan Aphrodite menghasilkan keturunan yang kompleks, mulai dari Eros sang dewa cinta, hingga Phobos dan Deimos yang melambangkan rasa takut dan teror, serta Harmonia yang membawa keseimbangan. Ini menunjukkan bahwa bahkan dari kekacauan konflik, ada benih-benih gairah, ketakutan, dan kadang-kadang, keselarasan.
Mitos-mitos utama seperti cedera yang dideritanya di Perang Troya, penawanannya oleh Aloadai, atau penghinaannya di tangan Hephaestus dengan jaring tak terlihat, semuanya mengungkapkan sisi rentan dan kadang-kadang pengecut dari dewa yang perkasa ini. Kisah-kisah ini juga menggarisbawahi bahwa kekuatan fisik dan agresif saja tidak cukup untuk menjamin dominasi atau rasa hormat.
Meskipun pemujaannya di Yunani relatif terbatas — hanya di kota-kota militeristik seperti Sparta ia menemukan penghormatan yang signifikan — warisan Ares hidup dalam atributnya: tombak, perisai, helm, serta hewan-hewan seperti babi hutan dan anjing, yang semuanya melambangkan kekuatan dan kekejaman. Perbandingannya dengan Mars Romawi menyoroti perbedaan fundamental antara pandangan Yunani dan Romawi terhadap perang; dari dewa yang ditakuti menjadi dewa yang sangat dihormati dan pelindung negara.
Pada akhirnya, Ares melampaui perannya sebagai dewa mitologi. Ia berfungsi sebagai arketipe abadi dalam psikologi manusia, sebagai simbol konflik global, dan sebagai sumber inspirasi tak terbatas dalam seni dan sastra. Ares memaksa kita untuk merenungkan sifat dasar manusia, dorongan untuk konflik, dan gairah yang dapat mengarah pada kehancuran atau, jika disalurkan dengan bijak, pada keberanian dan kekuatan. Kehadirannya dalam cerita-cerita kuno dan interpretasi modern adalah pengingat konstan bahwa perang, dengan segala kemegahan dan kengeriannya, akan selalu menjadi bagian dari narasi manusia.