Indonesia, sebuah negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, memiliki ribuan tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Di antara sekian banyak warisan budaya tersebut, terdapat satu fenomena sosial yang begitu akrab dan selalu dinanti-nantikan oleh masyarakat, yaitu arak-arakan. Lebih dari sekadar parade atau pawai, arak-arakan adalah manifestasi hidup dari kebersamaan, kepercayaan, dan identitas sebuah komunitas. Ia menjadi cermin jiwa kolektif yang tak lekang oleh waktu, menyatukan berbagai lapisan masyarakat dalam sebuah perayaan yang penuh makna dan warna.
Setiap kali terdengar suara tabuhan gendang, alunan musik tradisional, atau sorak sorai riang, kita tahu bahwa ada arak-arakan yang sedang berlangsung. Fenomena ini bisa disaksikan di berbagai acara, mulai dari upacara adat, hari raya keagamaan, perayaan kemerdekaan, hingga festival modern. Kehadiran arak-arakan selalu mampu menghadirkan suasana semarak, kegembiraan, dan kebanggaan yang mendalam bagi mereka yang terlibat maupun yang menyaksikannya. Ia adalah panggung terbuka bagi ekspresi budaya, tempat di mana mitos, sejarah, dan nilai-nilai luhur dipertontonkan dan direaktualisasi dalam bentuk yang paling meriah.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami dunia arak-arakan di Indonesia secara mendalam. Kita akan mengupas tuntas mulai dari sejarah dan filosofinya, berbagai jenis dan ragamnya di setiap daerah, elemen-elemen yang membentuknya, hingga tantangan dan prospek pelestariannya di era modern. Mari kita mulai perjalanan menelusuri jejak-jejak budaya yang mengukir simfoni persatuan dalam keberagaman.
Definisi dan Makna Arak-arakan
Secara etimologi, kata "arak-arakan" berasal dari kata dasar "arak" yang berarti beriring-iringan atau berparade dalam jumlah banyak. Imbuhan "an" menegaskan sifatnya sebagai sebuah proses atau kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam barisan. Dalam konteks budaya Indonesia, arak-arakan jauh melampaui definisi harfiah tersebut. Ia adalah sebuah ritual sosial yang memiliki multi-dimensi makna, meliputi aspek sakral, komunal, estetika, dan bahkan ekonomis.
Pada intinya, arak-arakan berfungsi sebagai media komunikasi budaya. Ia menyampaikan pesan-pesan tertentu kepada masyarakat, baik itu pesan religius, sosial, politik, maupun historis, melalui simbol-simbol visual, auditori, dan performatif. Misalnya, arak-arakan ogoh-ogoh di Bali bukan hanya sekadar patung raksasa yang diarak, melainkan representasi buta kala yang harus dinetralisir sebelum hari raya Nyepi tiba. Setiap detail, mulai dari bentuk, warna, hingga gerakan para pengarak, mengandung makna filosofis yang mendalam tentang keseimbangan alam semesta dan perjuangan melawan kejahatan.
Selain itu, arak-arakan juga merupakan bentuk perwujudan kegembiraan dan syukur. Di banyak daerah, arak-arakan menjadi puncak dari sebuah perayaan atau upacara, di mana seluruh anggota komunitas berkumpul untuk merayakan pencapaian, keberkahan, atau momen penting dalam kehidupan mereka. Ini terlihat jelas dalam arak-arakan panen raya atau sedekah bumi, di mana hasil bumi yang melimpah diarak sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan dan alam. Dalam momen-momen seperti ini, perbedaan status sosial, usia, atau latar belakang seolah lenyap, digantikan oleh semangat kebersamaan dan persaudaraan yang tulus.
Sejarah dan Evolusi Arak-arakan di Nusantara
Jejak arak-arakan dapat ditelusuri jauh ke masa lalu, bahkan sebelum masuknya agama-agama besar ke Nusantara. Pada masa pra-Hindu-Buddha, masyarakat telah mengenal ritual-ritual prosesi yang berkaitan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, seperti upacara penghormatan roh leluhur atau dewa-dewi alam. Prosesi ini seringkali melibatkan arak-arakan benda-benda keramat atau sesaji ke tempat-tempat yang dianggap suci, seperti gunung, pohon besar, atau sumber mata air.
Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, arak-arakan mulai mengalami akulturasi. Kita bisa melihatnya pada ritual-ritual keagamaan yang melibatkan pengarakan arca dewa atau relik suci. Candi Borobudur, misalnya, dirancang dengan jalur-jalur prosesi yang jelas, menunjukkan betapa pentingnya kegiatan berjalan beriring-iringan dalam ritual keagamaan saat itu. Pengaruh ini kemudian berkembang dan menyatu dengan tradisi lokal, menciptakan bentuk-bentuk arak-arakan yang khas dan unik di berbagai kerajaan.
Periode masuknya Islam dan kolonialisme juga memberikan warna baru. Arak-arakan keagamaan Islam seperti pawai obor peringatan Maulid Nabi atau takbiran keliling di malam Idul Fitri menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan. Pada masa kolonial, arak-arakan kadang digunakan sebagai bentuk protes atau perlawanan, namun lebih sering menjadi hiburan bagi penjajah atau sarana propaganda. Pasca-kemerdekaan, arak-arakan bertransformasi menjadi simbol persatuan dan kebanggaan nasional, terutama dalam perayaan Hari Kemerdekaan, di mana pawai menjadi ajang ekspresi patriotisme dan kreativitas anak bangsa.
Ragam Jenis Arak-arakan di Seluruh Nusantara
Keanekaragaman budaya Indonesia tercermin jelas dalam berbagai jenis arak-arakan yang ada. Setiap daerah, bahkan setiap komunitas, memiliki ciri khas, tujuan, dan elemen yang berbeda, menjadikan setiap arak-arakan sebagai sebuah pertunjukan yang unik dan otentik. Berikut adalah beberapa kategori arak-arakan yang umum dijumpai:
Arak-arakan Religius dan Keagamaan
Jenis arak-arakan ini paling sering dijumpai dalam konteks perayaan hari besar atau upacara keagamaan. Tujuannya adalah untuk menghormati dewa, leluhur, atau tokoh suci, serta sebagai bentuk manifestasi keyakinan dan doa.
- Arak-arakan Ogoh-ogoh (Bali): Salah satu yang paling terkenal, dilaksanakan sehari sebelum Nyepi. Ogoh-ogoh adalah patung raksasa berwujud buta kala (makhluk-makhluk mitologi berwujud raksasa atau iblis) yang diarak keliling desa lalu dibakar sebagai simbol pembersihan diri dan alam semesta dari roh-roh jahat. Prosesi ini melibatkan partisipasi aktif seluruh warga banjar, dari anak-anak hingga orang dewasa, dalam membuat dan mengarak patung tersebut.
- Takbiran Keliling (Islam): Di malam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, umat Muslim di seluruh Indonesia, terutama di kota-kota besar, melakukan pawai takbiran dengan mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil. Pawai ini sering diiringi dengan obor, lampion, bedug, dan replika masjid atau ka'bah, menciptakan suasana syahdu sekaligus meriah.
- Maulid Nabi (Islam): Perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW seringkali diisi dengan arak-arakan, terutama di daerah-daerah dengan tradisi Islam yang kuat. Di Yogyakarta, misalnya, dikenal Grebeg Maulud, di mana gunungan hasil bumi dan makanan diarak dari keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Di berbagai daerah lain, arak-arakan diisi dengan iring-iringan obor, rebana, dan pembacaan shalawat.
- Pawai Waisak (Buddha): Dalam merayakan hari raya Waisak, umat Buddha seringkali mengadakan pawai obor atau lampion yang membawa simbol-simbol Buddha, biasanya menuju candi-candi megah seperti Borobudur, sebagai bentuk penghormatan dan meditasi berjalan.
- Cap Go Meh (Konghucu/Tionghoa): Di beberapa kota dengan komunitas Tionghoa yang besar seperti Singkawang atau Bogor, perayaan Cap Go Meh (hari ke-15 setelah Imlek) dirayakan dengan arak-arakan tatung (orang yang dirasuki roh dewa), barongsai, liong, dan berbagai replika dewa yang diarak keliling kota untuk membersihkan kota dari hal-hal negatif dan membawa keberuntungan.
Arak-arakan Adat dan Upacara Tradisional
Kategori ini meliputi arak-arakan yang terkait dengan siklus kehidupan, upacara adat, atau perayaan komunitas yang bersifat lokal.
- Arak-arakan Pengantin (berbagai daerah): Sebelum resepsi pernikahan, seringkali pasangan pengantin diarak keliling kampung atau menuju lokasi resepsi dengan iringan musik tradisional, tarian, dan rombongan keluarga. Di beberapa daerah, seperti Betawi, arak-arakan pengantin pria diiringi dengan barongsai Betawi (ondel-ondel) atau palang pintu.
- Arak-arakan Khitanan (Sisingaan dari Subang, Jawa Barat): Salah satu contoh yang paling ikonik adalah Sisingaan dari Subang. Anak yang akan dikhitan diarak di atas patung singa yang diusung oleh empat orang penari, diiringi musik kendang pencak dan tarian yang enerjik. Ini adalah simbol kegagahan dan keberanian bagi anak laki-laki yang akan memasuki fase kedewasaan.
- Ondel-Ondel (Betawi, Jakarta): Meskipun sekarang lebih sering terlihat sebagai ikon wisata, Ondel-ondel dulunya memiliki fungsi ritual sebagai penolak bala atau pelindung kampung dari gangguan roh jahat. Boneka raksasa ini diarak keliling kampung, diiringi musik tanjidor, sebagai bagian dari upacara adat atau perayaan.
- Kirab Budaya (Yogyakarta, Solo, Cirebon): Keraton-keraton di Jawa sering mengadakan kirab budaya pada momen-momen tertentu, seperti jumenengan (penobatan raja), peringatan hari jadi, atau perayaan Grebeg. Kirab ini melibatkan pusaka keraton, abdi dalem, prajurit keraton, dan para bangsawan yang diarak dalam balutan pakaian adat yang megah.
- Sedekah Bumi/Panen Raya (berbagai daerah): Setelah musim panen, masyarakat agraris sering mengadakan arak-arakan gunungan hasil bumi atau berbagai sesaji sebagai wujud syukur atas rezeki yang diberikan alam. Prosesi ini biasanya diakhiri dengan berebut gunungan yang dipercaya membawa berkah.
Arak-arakan Nasionalisme dan Perjuangan
Arak-arakan jenis ini umumnya terkait dengan perayaan atau peringatan peristiwa penting dalam sejarah bangsa, terutama Hari Kemerdekaan.
- Pawai Hari Kemerdekaan (seluruh Indonesia): Setiap tanggal 17 Agustus, berbagai pawai dan karnaval diadakan di seluruh pelosok Indonesia. Peserta pawai mengenakan kostum unik, membawa replika simbol-simbol nasional, dan menampilkan atraksi yang kreatif. Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat nasionalisme, mengenang jasa para pahlawan, dan menunjukkan keberagaman budaya bangsa.
- Pawai Obor Proklamasi: Meskipun tidak sepopuler pawai 17-an, di beberapa kota, pawai obor seringkali dilakukan pada malam menjelang peringatan kemerdekaan, melambangkan api semangat perjuangan yang tak pernah padam.
Arak-arakan Modern dan Festival Kreatif
Di era modern, arak-arakan juga beradaptasi menjadi bentuk festival yang lebih kontemporer, seringkali menjadi ajang promosi pariwisata dan kreativitas lokal.
- Jember Fashion Carnaval (JFC): Salah satu karnaval paling prestisius di Indonesia dan dunia. JFC menampilkan arak-arakan busana fantastis yang terinspirasi dari tema-tema tertentu, dirancang dengan detail luar biasa, dan dipertontonkan di jalan raya sepanjang beberapa kilometer.
- Banyuwangi Ethno Carnival (BEC): Mirip JFC, BEC juga menampilkan arak-arakan kostum megah yang mengangkat kekayaan budaya dan tradisi Banyuwangi, seringkali dengan sentuhan modern dan inovatif.
- Karnaval Pembangunan: Pawai yang diadakan oleh pemerintah daerah untuk menunjukkan capaian pembangunan, potensi daerah, atau sebagai bagian dari promosi pariwisata lokal.
Elemen Pembentuk Arak-arakan
Setiap arak-arakan adalah sebuah mahakarya kolektif yang terdiri dari berbagai elemen yang saling mendukung, menciptakan sebuah tontonan yang utuh dan memukau.
Peserta dan Peranannya
Arak-arakan adalah kegiatan partisipatif yang melibatkan banyak pihak. Peserta bisa berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, tokoh adat, pemuka agama, seniman, hingga pejabat pemerintah. Setiap kelompok memiliki peran dan fungsi spesifik, seperti pembawa panji, pengusung properti, penari, pemusik, atau pengawal. Partisipasi yang luas ini menunjukkan betapa arak-arakan adalah milik bersama, bukan hanya segelintir orang.
Properti dan Simbolisme
Properti adalah jantung visual dari setiap arak-arakan. Ini bisa berupa:
- Replika Makhluk/Tokoh: Patung raksasa (ogoh-ogoh), boneka (ondel-ondel), replika hewan (sisingaan, naga, burung garuda), atau figur tokoh mitologi. Setiap replika memiliki makna filosofis dan simbolisnya sendiri.
- Benda Sakral/Keramat: Pusaka keraton, benda-benda ritual keagamaan, atau sesaji yang diarak sebagai bagian dari upacara.
- Hasil Bumi/Makanan: Gunungan buah-buahan, sayuran, nasi, atau aneka kue tradisional yang diarak sebagai simbol kesuburan, kemakmuran, dan rasa syukur.
- Panji-panji dan Bendera: Melambangkan identitas kelompok, semangat perjuangan, atau simbol kebesaran.
- Lampion dan Obor: Sebagai penerang dan simbol semangat, sering digunakan dalam arak-arakan malam hari.
Musik dan Iringan
Musik adalah nyawa dari arak-arakan, memberikan ritme, semangat, dan suasana yang khas. Berbagai alat musik tradisional digunakan:
- Gamelan (Jawa, Bali, Sunda): Menghasilkan melodi yang syahdu hingga dinamis, mengiringi tarian atau prosesi.
- Rebana dan Kendang: Memberikan ritme yang bersemangat, terutama dalam arak-arakan bernuansa Islam atau tradisional Betawi.
- Angklung dan Calung (Sunda): Memberikan melodi yang ceria dan khas.
- Terompet dan Drum Band: Sering digunakan dalam pawai modern atau arak-arakan Hari Kemerdekaan untuk menambah kemeriahan.
- Tanjidor (Betawi): Kombinasi alat musik barat dan lokal yang enerjik, mengiringi ondel-ondel.
Kostum dan Riasan
Kostum dan riasan adalah elemen visual penting yang menambah estetika arak-arakan. Pakaian adat yang megah, kostum tematik yang kreatif, riasan wajah yang dramatis, hingga aksesoris kepala yang unik, semuanya dirancang untuk memukau mata dan memperkuat narasi yang ingin disampaikan. Kostum-kostum ini seringkali membutuhkan waktu pembuatan yang lama dan keterampilan tinggi dari para pengrajin lokal.
Rute dan Ritual
Setiap arak-arakan memiliki rute yang telah ditentukan, seringkali melewati tempat-tempat penting atau sakral dalam komunitas. Ada pula ritual-ritual tertentu yang harus dilakukan sebelum, selama, atau sesudah arak-arakan, seperti doa bersama, pembakaran dupa, atau persembahan sesaji, yang menegaskan dimensi spiritual dari kegiatan ini.
Filosofi dan Nilai-nilai dalam Arak-arakan
Di balik kemegahan dan kemeriahan, arak-arakan menyimpan nilai-nilai filosofis yang dalam, yang menjadi perekat sosial dan penopang identitas budaya masyarakat Indonesia.
Semangat Gotong Royong dan Kebersamaan
Salah satu nilai paling menonjol adalah gotong royong. Proses pembuatan properti, persiapan acara, hingga pelaksanaan arak-arakan itu sendiri melibatkan kerja sama dari seluruh anggota komunitas. Setiap individu, tanpa memandang status, berkontribusi sesuai kemampuannya. Ini memperkuat rasa memiliki, kebersamaan, dan solidaritas sosial. Arak-arakan menjadi ajang di mana semangat 'berat sama dipikul, ringan sama dijinjing' benar-benar terwujud.
Pelestarian Tradisi dan Identitas Budaya
Arak-arakan adalah sarana efektif untuk mewariskan nilai-nilai, cerita, dan keterampilan tradisional dari generasi ke generasi. Melalui partisipasi dalam arak-arakan, generasi muda belajar tentang sejarah leluhur mereka, makna di balik simbol-simbol, dan pentingnya menjaga warisan budaya. Ini adalah bentuk pendidikan informal yang sangat kuat, membantu mempertahankan identitas budaya di tengah gempuran modernisasi.
Ekspresi Religius dan Spiritual
Banyak arak-arakan yang berakar pada keyakinan religius dan spiritual. Mereka adalah bentuk persembahan, doa, atau ritual pembersihan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam semesta, memohon berkah, atau menolak bala. Prosesi ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan keyakinan mereka secara kolektif dan mendalam.
Harmoni dengan Alam
Terutama dalam arak-arakan yang terkait dengan pertanian atau siklus alam, terdapat filosofi harmoni dengan alam. Sedekah bumi atau arak-arakan hasil panen adalah wujud terima kasih kepada bumi dan alam yang telah memberikan kehidupan. Ini mengajarkan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan hidup selaras dengan alam.
Kreativitas dan Inovasi
Meskipun berakar pada tradisi, arak-arakan juga selalu membuka ruang bagi kreativitas dan inovasi. Para seniman dan pengrajin terus berupaya menciptakan properti, kostum, dan koreografi baru yang tetap relevan dengan zaman, namun tidak kehilangan esensi tradisionalnya. Karnaval modern seperti JFC adalah bukti nyata bagaimana tradisi arak-arakan dapat beradaptasi dan berkembang menjadi bentuk seni yang mendunia.
Dampak dan Manfaat Arak-arakan
Kehadiran arak-arakan tidak hanya sekadar tontonan, tetapi juga membawa dampak positif yang signifikan bagi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dampak Sosial dan Komunal
Secara sosial, arak-arakan berfungsi sebagai perekat komunitas. Ia menciptakan ruang interaksi sosial, mempererat tali silaturahmi, dan memperkuat rasa persatuan. Konflik-konflik kecil dapat diredam atau terlupakan sementara waktu demi suksesnya acara arak-arakan. Rasa bangga kolektif muncul ketika arak-arakan daerah mereka berhasil diselenggarakan dengan meriah dan mendapat apresiasi.
Dampak Ekonomi
Arak-arakan juga memiliki potensi ekonomi yang besar. Proses pembuatannya seringkali melibatkan UMKM lokal yang memproduksi kostum, properti, alat musik, atau makanan dan minuman. Selama acara berlangsung, pedagang kaki lima dan usaha kecil di sepanjang rute arak-arakan mendapatkan keuntungan. Bagi daerah yang memiliki arak-arakan berskala besar atau festival karnaval, ini menjadi daya tarik pariwisata yang mampu meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja.
Dampak Edukasi dan Pelestarian Lingkungan
Melalui narasi dan simbolisme yang diusung, arak-arakan memberikan edukasi tentang sejarah, mitologi, dan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Beberapa arak-arakan juga mengusung tema-tema lingkungan, seperti pentingnya menjaga kebersihan atau melestarikan sumber daya alam, yang secara tidak langsung berkontribusi pada kesadaran lingkungan.
Tantangan dan Masa Depan Arak-arakan
Meskipun memiliki nilai yang tinggi, arak-arakan di Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan di era modern, yang memerlukan upaya serius untuk pelestariannya.
Arus Modernisasi dan Globalisasi
Salah satu tantangan terbesar adalah arus modernisasi dan globalisasi. Kesenjangan antara generasi muda yang lebih tertarik pada budaya populer global dengan tradisi lokal seringkali menjadi hambatan. Banyak yang menganggap arak-arakan sebagai sesuatu yang kuno atau tidak relevan. Selain itu, tuntutan hidup modern membuat waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan komunal seperti arak-arakan semakin terbatas.
Kurangnya Regenerasi dan Pengetahuan
Proses pewarisan keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan arak-arakan, seperti pembuatan properti, memainkan alat musik tradisional, atau koreografi tari, seringkali terhambat. Jika tidak ada upaya regenerasi yang serius, dikhawatirkan seni-seni ini akan punah seiring berjalannya waktu.
Pendanaan dan Dukungan Pemerintah
Penyelenggaraan arak-arakan, terutama yang berskala besar, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dukungan pendanaan dari pemerintah daerah atau pusat, serta dari sektor swasta, sangat vital untuk memastikan keberlangsungan dan kualitas acara. Tanpa dukungan yang memadai, komunitas mungkin kesulitan untuk mempertahankan tradisi ini.
Komersialisasi Berlebihan
Di sisi lain, komersialisasi berlebihan juga bisa menjadi bumerang. Ketika arak-arakan hanya dilihat sebagai komoditas pariwisata, esensi spiritual dan makna sosialnya bisa tergerus. Penting untuk menjaga keseimbangan antara daya tarik pariwisata dengan integritas budaya aslinya.
Upaya Pelestarian dan Inovasi
Melihat tantangan-tantangan di atas, berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan dan mengembangkan arak-arakan di Indonesia:
- Edukasi dan Sosialisasi: Mengenalkan arak-arakan kepada generasi muda melalui kurikulum sekolah, lokakarya, atau pementasan khusus.
- Inovasi Kreatif: Menggabungkan elemen tradisional dengan sentuhan modern tanpa menghilangkan esensi, seperti dalam Jember Fashion Carnaval.
- Dokumentasi dan Arsip: Mendokumentasikan setiap arak-arakan melalui foto, video, dan tulisan agar pengetahuan tidak hilang.
- Dukungan Kebijakan: Pemerintah daerah dapat menetapkan arak-arakan sebagai aset budaya yang harus dilindungi dan didukung melalui kebijakan serta pendanaan.
- Kolaborasi Komunitas: Mendorong komunitas untuk terus berinovasi dan berkolaborasi dalam menyelenggarakan arak-arakan.
Masa depan arak-arakan di Indonesia sangat bergantung pada bagaimana kita bersama-sama menyikapi tantangan ini. Dengan semangat kolektif dan komitmen yang kuat, arak-arakan akan terus hidup, beradaptasi, dan menjadi saksi bisu keindahan budaya Nusantara yang tak pernah padam. Ia akan terus menjadi panggung di mana generasi demi generasi menemukan identitasnya, merayakan kebersamaan, dan mewujudkan harmoni dalam keberagaman.
Kesimpulan
Arak-arakan adalah salah satu permata budaya Indonesia yang paling berharga. Ia bukan hanya sekadar parade atau pawai, melainkan sebuah manifestasi kompleks dari sejarah, kepercayaan, nilai-nilai sosial, dan ekspresi artistik. Dari Ogoh-ogoh di Bali hingga Sisingaan di Subang, dari Takbiran keliling hingga Jember Fashion Carnaval, setiap arak-arakan adalah kisah yang hidup tentang sebuah komunitas dan cara mereka memahami dunia.
Dalam setiap langkah yang diarak, setiap tabuhan musik yang mengiringi, dan setiap kostum yang dikenakan, terdapat jejak-jejak leluhur yang berbicara, nilai-nilai persatuan yang diteguhkan, dan semangat kebersamaan yang terus dipupuk. Arak-arakan adalah pengingat bahwa di tengah arus modernisasi yang deras, kita memiliki akar yang kuat, tradisi yang kaya, dan identitas yang unik.
Melestarikan arak-arakan berarti menjaga warisan nenek moyang, mengukuhkan identitas bangsa, dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat terus merasakan kegembiraan dan kebanggaan yang sama. Mari kita terus mendukung dan berpartisipasi dalam setiap arak-arakan, menjadikannya bukan hanya tontonan, melainkan sebuah pengalaman budaya yang mendalam, abadi, dan selalu relevan.