Amalgam gigi, sebuah material restorasi yang telah digunakan selama lebih dari 150 tahun, merupakan salah satu topik yang paling sering diperdebatkan dalam sejarah kedokteran gigi. Dikenal dengan kekuatan, daya tahan, dan efektivitas biayanya, amalgam telah menjadi pilihan utama untuk menambal gigi berlubang di seluruh dunia. Namun, komposisinya yang mengandung merkuri telah memicu perdebatan sengit mengenai keamanan dan dampaknya terhadap kesehatan manusia serta lingkungan. Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek amalgam gigi, mulai dari sejarah, komposisi kimia, kelebihan dan kekurangan, hingga kontroversi kesehatan yang melingkupinya, serta pergeseran paradigma dalam kedokteran gigi modern.
Sejarah Amalgam Gigi
Penggunaan amalgam dalam kedokteran gigi bukanlah fenomena baru. Akarnya dapat ditelusuri kembali ke awal abad ke-19. Pada tahun 1826, seorang ahli kimia Inggris bernama Joseph Cardinal memperkenalkan "pasta perak" di Prancis, yang merupakan cikal bakal amalgam modern. Pasta ini terdiri dari perak yang dilarutkan dalam merkuri. Namun, metode ini memiliki banyak kekurangan, seperti waktu pengerasan yang lama dan ekspansi yang tidak terkontrol, seringkali menyebabkan sakit gigi yang parah atau bahkan kerusakan gigi. Kontroversi pertama tentang amalgam pun muncul tak lama setelah pengenalannya, terutama di Amerika Serikat.
Pada tahun 1830-an, kakak beradik Crawcour membawa amalgam ke Amerika Serikat dari Prancis. Mereka memasarkan bahan ini sebagai "pasta tambal ajaib" yang murah dan mudah digunakan. Namun, praktik mereka yang kurang etis dan kualitas bahan yang buruk menimbulkan masalah serius. Banyak pasien mengalami efek samping seperti sakit dan peradangan. Ini memicu apa yang dikenal sebagai "War of the Amalgams" (Perang Amalgam) di AS, di mana American Society of Dental Surgeons (ASDS) melarang anggotanya menggunakan amalgam karena kekhawatiran tentang toksisitas merkuri.
Meskipun ada larangan awal, popularitas amalgam terus meningkat, terutama karena biayanya yang rendah dan kemudahan aplikasinya dibandingkan dengan emas, yang merupakan alternatif utama pada saat itu. Pada akhir abad ke-19, penemuan-penemuan penting oleh G.V. Black, seorang "bapak kedokteran gigi modern", secara signifikan meningkatkan kualitas amalgam. Black menstandarisasi komposisi paduan amalgam, mengendalikan rasio perak, timah, dan tembaga, yang menghasilkan bahan yang lebih stabil dan dapat diprediksi. Inovasi ini mengubah pandangan terhadap amalgam dan membuatnya diterima secara luas oleh komunitas dokter gigi.
Sepanjang abad ke-20, amalgam menjadi material restorasi yang dominan. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanisnya, seperti penambahan tembaga dalam proporsi yang lebih tinggi (high-copper amalgam) untuk meningkatkan kekuatan, mengurangi korosi, dan meminimalkan kebocoran tepi. Peningkatan ini semakin mengukuhkan posisinya sebagai material restorasi yang andal dan ekonomis, terutama di negara-negara berkembang dan di fasilitas kesehatan publik.
Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan lingkungan dan potensi toksisitas merkuri, kontroversi mengenai amalgam kembali muncul dengan intensitas baru pada paruh kedua abad ke-20 dan berlanjut hingga saat ini. Debat ini telah memicu pergeseran besar dalam praktik kedokteran gigi, mendorong penelitian dan pengembangan material restorasi alternatif yang bebas merkuri.
Komposisi Kimia Amalgam
Amalgam gigi adalah paduan logam yang unik yang terbentuk ketika merkuri cair dicampur dengan paduan serbuk dari logam lain. Komposisi ini adalah kunci untuk memahami sifat dan kontroversinya. Secara umum, paduan serbuknya sebagian besar terdiri dari perak, timah, dan tembaga, dengan sejumlah kecil unsur lain seperti seng atau indium.
Mari kita bahas peran masing-masing komponen:
- Merkuri (Hg): Merkuri adalah komponen esensial yang membuat amalgam menjadi "amalgam" – istilah untuk paduan logam yang salah satu komponennya adalah merkuri. Dalam bentuknya yang cair, merkuri berfungsi sebagai pelarut yang melarutkan dan bereaksi dengan paduan logam lainnya. Proses ini menghasilkan matriks kristal yang mengikat partikel-partikel paduan menjadi massa yang padat dan keras. Merkuri memberikan kemampuan manipulasi yang unik pada amalgam saat pencampuran, memungkinkan dokter gigi membentuknya sebelum mengeras. Proporsi merkuri biasanya berkisar antara 45% hingga 55% dari berat total tambalan.
- Perak (Ag): Perak adalah komponen utama dari paduan serbuk, biasanya berkisar antara 40% hingga 70%. Perak memberikan kekuatan pada amalgam dan berkontribusi pada ketahanannya terhadap korosi. Selain itu, perak meningkatkan kemampuan amalgam untuk mengeras dengan cepat setelah pencampuran, mempersingkat waktu kerja yang dibutuhkan dokter gigi. Reaksi perak dengan merkuri membentuk fase gamma-1 (γ1, Ag2Hg3), yang merupakan matriks utama yang mengikat partikel paduan.
- Timah (Sn): Timah merupakan komponen signifikan lainnya, biasanya 12% hingga 30% dari paduan serbuk. Timah bereaksi dengan merkuri membentuk fase gamma-2 (γ2, Sn7-8Hg), yang dikenal sebagai fase paling lemah dan paling korosif dalam amalgam tradisional. Inilah sebabnya mengapa amalgam generasi modern (high-copper amalgam) dirancang untuk meminimalkan atau menghilangkan fase gamma-2 ini. Timah juga meningkatkan kemampuan paduan untuk bercampur dengan merkuri dan membantu mengontrol waktu pengerasan.
- Tembaga (Cu): Peran tembaga telah berkembang signifikan seiring waktu. Pada amalgam tradisional, tembaga hadir dalam jumlah kecil (sekitar 2-6%) untuk meningkatkan kekerasan dan kekuatan. Namun, pada amalgam "high-copper" modern (diperkenalkan pada tahun 1960-an), proporsi tembaga meningkat drastis hingga 10% - 30%. Penambahan tembaga yang lebih tinggi ini sangat penting karena bereaksi dengan timah dalam paduan, mencegah pembentukan fase gamma-2 yang tidak diinginkan. Sebaliknya, tembaga membentuk fase eta (η, Cu6Sn5) yang lebih kuat dan lebih tahan korosi, sehingga menghasilkan tambalan yang lebih tahan lama dan kurang rentan terhadap kerusakan.
- Seng (Zn): Seng biasanya ada dalam jumlah kecil (0-2%). Seng bertindak sebagai deoksidator selama proses manufaktur paduan, membantu mencegah oksidasi komponen logam lainnya dan menjaga integritas paduan. Meskipun jumlahnya kecil, seng dapat memiliki efek signifikan pada amalgam. Amalgam tanpa seng cenderung memiliki daya tahan yang lebih rendah dan lebih rentan terhadap ekspansi tertunda jika terkontaminasi uap air selama penempatan.
- Indium (In) atau Paladium (Pd): Beberapa formulasi amalgam modern mungkin mengandung sejumlah kecil indium atau paladium. Indium dapat mengurangi tegangan permukaan merkuri, yang membantu mengurangi jumlah merkuri yang dibutuhkan dan meningkatkan kekuatan. Paladium juga dapat meningkatkan ketahanan korosi dan mengurangi creep (deformasi plastis di bawah beban konstan).
Ketika serbuk paduan dan merkuri dicampur, terjadi serangkaian reaksi kimia kompleks yang disebut amalgamasi. Merkuri melarutkan bagian permukaan partikel paduan perak-timah-tembaga. Dari larutan ini, terbentuklah kristal-kristal baru dari fase gamma-1 (Ag2Hg3) dan, pada amalgam high-copper, fase eta (Cu6Sn5). Kristal-kristal ini tumbuh dan saling mengunci, membentuk matriks padat yang mengikat partikel paduan yang tidak bereaksi, menghasilkan restorasi yang kuat dan stabil. Pengerasan terjadi dalam beberapa menit, tetapi kekuatan penuh tercapai setelah sekitar 24 jam.
Kelebihan Amalgam Gigi
Meskipun kontroversi yang melingkupinya, amalgam gigi telah dipertahankan dalam praktik kedokteran gigi selama lebih dari satu abad karena sejumlah keunggulan yang sulit ditandingi oleh material restorasi lain, terutama dalam konteks tertentu.
1. Kekuatan dan Daya Tahan Luar Biasa
Salah satu kelebihan paling menonjol dari amalgam adalah kekuatannya yang superior terhadap tekanan pengunyahan. Material ini dapat menahan beban oklusal yang tinggi, menjadikannya pilihan ideal untuk restorasi pada gigi posterior (geraham) yang menerima gaya kunyah paling besar. Ketahanannya terhadap keausan juga sangat baik, yang berkontribusi pada umur panjang tambalan. Banyak tambalan amalgam telah terbukti bertahan selama 10 hingga 15 tahun, dan seringkali lebih lama, bahkan mencapai puluhan tahun, dengan perawatan yang tepat. Kemampuan ini sangat penting untuk memastikan fungsi kunyah yang efektif dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada gigi.
2. Harga yang Terjangkau
Amalgam adalah salah satu material restorasi paling ekonomis yang tersedia. Biaya bahan baku yang relatif rendah dan prosedur penempatan yang tidak terlalu rumit menjadikan amalgam pilihan yang sangat menarik bagi pasien dengan anggaran terbatas, serta untuk program kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Faktor biaya ini adalah alasan utama mengapa amalgam masih menjadi pilihan penting di banyak negara, terutama di daerah yang kurang memiliki sumber daya atau bagi pasien yang tidak mampu membayar alternatif yang lebih mahal seperti komposit atau restorasi keramik.
3. Kemudahan Aplikasi dan Waktu Prosedur yang Efisien
Prosedur penempatan amalgam relatif sederhana dan tidak terlalu sensitif terhadap teknik dibandingkan dengan material restorasi lain, seperti komposit. Amalgam dapat ditempatkan dalam lingkungan yang agak lembap, yang merupakan keuntungan signifikan di area mulut yang sulit diisolasi sepenuhnya dari air liur. Waktu kerja untuk amalgam juga cukup lama, memungkinkan dokter gigi untuk membentuknya dengan presisi sebelum mengeras. Proses pengerasan awal yang cepat juga memungkinkan pasien untuk segera menggunakannya, meskipun kekuatan penuh tercapai setelah 24 jam. Ini berarti prosedur penambalan dapat diselesaikan dalam satu kunjungan, menghemat waktu baik bagi pasien maupun dokter gigi.
4. Ketahanan Terhadap Kebocoran Mikro
Seiring waktu, tambalan amalgam memiliki kemampuan unik untuk 'menutup' dirinya sendiri. Proses korosi yang terjadi pada permukaan amalgam menghasilkan produk korosi (seperti oksida timah dan perak) yang dapat mengisi celah mikro antara tambalan dan struktur gigi. Fenomena ini, yang disebut
5. Anti-Bakteri Alami
Ion perak yang dilepaskan dari amalgam, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, diketahui memiliki sifat antibakteri. Ini dapat membantu menghambat pertumbuhan bakteri di sekitar tambalan, terutama di celah antara restorasi dan gigi. Meskipun efeknya tidak sekuat agen antibakteri khusus, sifat ini memberikan sedikit perlindungan tambahan terhadap karies sekunder yang dapat berkembang di sekitar tepi tambalan, memperkuat daya tahan restorasi secara keseluruhan.
Kombinasi dari kekuatan, biaya, kemudahan penggunaan, dan sifat self-sealing ini menjadikan amalgam sebagai material restorasi yang sangat efektif dan andal untuk kondisi tertentu, terutama pada restorasi gigi posterior yang besar dan pada populasi pasien yang memiliki keterbatasan akses atau finansial.
Kekurangan dan Kontroversi Amalgam Gigi
Di balik keunggulannya yang tak terbantahkan, amalgam gigi juga memiliki sejumlah kekurangan signifikan dan menjadi pusat kontroversi yang berkepanjangan, terutama terkait dengan kandungan merkurinya. Kekurangan ini telah mendorong penurunan penggunaannya di banyak negara maju dan memicu pengembangan alternatif yang lebih estetik dan bebas merkuri.
1. Estetika yang Buruk
Salah satu kelemahan paling jelas dari amalgam adalah warnanya yang perak keabu-abuan. Warna ini sangat kontras dengan warna alami gigi, menjadikannya pilihan yang tidak estetik, terutama untuk gigi anterior (depan) atau area gigi posterior yang terlihat saat tersenyum atau berbicara. Pasien modern semakin sadar akan penampilan dan estetika, sehingga permintaan akan restorasi sewarna gigi seperti komposit atau keramik meningkat tajam. Tambalan amalgam yang terlihat dapat mengurangi rasa percaya diri pasien dan dianggap kurang ideal dalam standar kecantikan kontemporer.
2. Kandungan Merkuri dan Kekhawatiran Kesehatan
Ini adalah poin paling krusial dan sumber kontroversi terbesar. Amalgam mengandung sekitar 50% merkuri elemental. Meskipun merkuri dalam amalgam terikat dengan logam lain dalam matriks yang stabil, sejumlah kecil uap merkuri dapat dilepaskan dari tambalan. Pelepasan ini bisa terjadi selama penempatan dan pelepasan tambalan, serta dalam jumlah yang sangat kecil selama aktivitas sehari-hari seperti mengunyah, menggosok gigi, atau mengonsumsi makanan panas. Kekhawatiran utama adalah bahwa paparan kronis terhadap uap merkuri, bahkan pada tingkat rendah, dapat berdampak negatif pada kesehatan.
Debat Merkuri dan Kesehatan:
- Toksisitas Merkuri: Merkuri adalah neurotoksin yang diketahui. Paparan merkuri tingkat tinggi dapat menyebabkan masalah neurologis, ginjal, dan perkembangan. Kekhawatiran muncul mengenai apakah paparan tingkat rendah dari tambalan amalgam, yang berlangsung selama bertahun-tahun, dapat menyebabkan masalah kesehatan kronis pada individu yang rentan.
- Posisi Lembaga Kesehatan: Lembaga-lembaga besar seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), American Dental Association (ADA), dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa amalgam aman dan efektif untuk sebagian besar populasi. Mereka berpendapat bahwa jumlah merkuri yang dilepaskan sangat kecil dan berada di bawah batas aman yang ditetapkan untuk paparan merkuri dari sumber lain. Namun, ada pengecualian, seperti ibu hamil, anak-anak kecil, dan orang dengan gangguan neurologis atau ginjal, di mana beberapa regulator merekomendasikan untuk menghindari amalgam.
- Gerakan Anti-Amalgam: Di sisi lain, ada kelompok advokasi dan beberapa profesional kesehatan yang sangat menentang penggunaan amalgam, mengklaim bahwa tidak ada tingkat aman paparan merkuri, dan bahkan jumlah terkecil dapat merugikan. Mereka menunjuk pada laporan kasus individu yang mengalami peningkatan gejala setelah pemasangan amalgam dan perbaikan setelah pengangkatannya, meskipun bukti ilmiah yang kuat untuk klaim ini masih menjadi perdebatan intens.
Kontroversi ini menciptakan dilema bagi pasien dan dokter gigi, meskipun konsensus ilmiah utama masih mendukung keamanannya untuk sebagian besar populasi.
3. Preparasi Gigi yang Lebih Agresif
Untuk menempatkan tambalan amalgam, dokter gigi harus membuat bentuk kavitas tertentu di gigi. Bentuk ini seringkali memerlukan pembuangan struktur gigi yang sehat untuk menciptakan retensi mekanis (misalnya, undercut) agar tambalan tidak mudah lepas. Ini berarti preparasi gigi untuk amalgam cenderung lebih invasif dan mengharuskan pembuangan lebih banyak jaringan gigi sehat dibandingkan dengan material adhesif seperti komposit, yang dapat berikatan langsung dengan struktur gigi yang tersisa. Pembuangan struktur gigi yang berlebihan dapat melemahkan gigi dan berpotensi menyebabkan fraktur di kemudian hari.
4. Tidak Ada Ikatan Kimia ke Struktur Gigi
Amalgam tidak berikatan secara kimia dengan struktur gigi. Sebaliknya, ia ditahan di tempatnya secara mekanis, bergantung pada bentuk kavitas yang dibuat dokter gigi. Kurangnya ikatan kimia ini dapat menyebabkan celah mikro antara tambalan dan gigi, yang meskipun dapat diisi oleh produk korosi seiring waktu (self-sealing), pada awalnya tetap menjadi jalur potensial bagi bakteri dan karies sekunder.
5. Potensi Retakan pada Gigi
Karena amalgam adalah paduan logam, ia memiliki koefisien ekspansi termal yang berbeda dari struktur gigi. Ini berarti amalgam mengembang dan mengerut pada tingkat yang berbeda dari gigi ketika terpapar perubahan suhu (misalnya, saat mengonsumsi minuman panas atau dingin). Fluktuasi suhu yang berulang ini dapat menyebabkan stres pada struktur gigi di sekitarnya, berpotensi menyebabkan retakan mikro (fractures) pada email atau dentin, terutama pada gigi dengan tambalan amalgam yang besar.
6. Risiko Alergi
Meskipun jarang, reaksi alergi terhadap komponen amalgam (terutama merkuri atau perak) dapat terjadi. Gejala alergi bisa berupa ruam kulit, sariawan, atau reaksi mukosa di mulut. Untuk pasien dengan riwayat alergi logam, amalgam mungkin bukan pilihan yang tepat.
7. Dampak Lingkungan
Penggunaan dan pembuangan amalgam juga menimbulkan kekhawatiran lingkungan. Merkuri dari amalgam dapat masuk ke sistem air limbah selama prosedur penempatan, pelepasan, dan dari kremasi jenazah yang memiliki tambalan amalgam. Merkuri yang dilepaskan ke lingkungan dapat terkonversi menjadi metilmerkuri, bentuk yang sangat toksik, yang dapat terakumulasi dalam rantai makanan, terutama pada ikan, dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, protokol pembuangan limbah amalgam yang ketat sangat penting untuk meminimalkan dampak lingkungan.
Kekurangan dan kontroversi yang melekat pada amalgam ini telah menjadi pendorong utama bagi evolusi kedokteran gigi menuju material restorasi alternatif yang lebih bio-kompatibel, estetik, dan ramah lingkungan.
Kontroversi Kesehatan dan Regulasi Merkuri Amalgam
Perdebatan mengenai keamanan amalgam gigi telah menjadi salah satu isu paling panas dan paling lama dalam kedokteran gigi. Inti dari kontroversi ini adalah merkuri. Meskipun telah digunakan secara luas selama lebih dari satu abad, kekhawatiran tentang potensi dampak kesehatan dari merkuri yang dilepaskan dari tambalan amalgam terus berlanjut.
Merkuri dan Toksisitasnya
Merkuri adalah elemen alami yang dapat ditemukan di udara, air, dan tanah. Ada beberapa bentuk merkuri, dan toksisitasnya bervariasi:
- Merkuri Elemental (Logam): Bentuk inilah yang digunakan dalam amalgam gigi. Dalam bentuk cairnya, ia relatif tidak berbahaya jika tertelan karena tidak diserap dengan baik oleh saluran pencernaan. Namun, uap merkuri elemental, yang dapat dihirup, sangat toksik karena mudah melewati paru-paru ke aliran darah dan kemudian ke otak, di mana ia dapat menyebabkan kerusakan neurologis.
- Merkuri Anorganik: Ditemukan di beberapa disinfektan dan baterai.
- Merkuri Organik (Metilmerkuri): Bentuk paling toksik, biasanya ditemukan pada ikan dan makanan laut yang terkontaminasi.
Kekhawatiran utama dengan amalgam adalah pelepasan uap merkuri elemental. Pelepasan ini terjadi dalam jumlah yang sangat kecil, terutama selama proses pengunyahan, penggosokan gigi, dan konsumsi makanan atau minuman panas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelepasan uap merkuri ini dapat meningkat selama dan setelah prosedur penempatan atau pelepasan tambalan. Setelah terhirup, uap merkuri dapat dioksidasi menjadi merkuri anorganik di dalam tubuh dan terakumulasi di berbagai organ, terutama ginjal, hati, dan otak.
Gejala dan Risiko Kesehatan yang Dikaitkan
Pada paparan merkuri tingkat tinggi, gejala toksisitas merkuri sudah jelas dan mencakup masalah neurologis (tremor, kesulitan koordinasi, masalah memori, iritabilitas), masalah ginjal, dan gangguan pencernaan. Namun, perdebatan dengan amalgam adalah apakah paparan tingkat sangat rendah dan kronis dari tambalan dapat menyebabkan gejala subtil atau masalah kesehatan jangka panjang pada individu yang rentan. Kelompok anti-amalgam berpendapat bahwa paparan kronis ini dapat berkontribusi pada berbagai kondisi, seperti:
- Kelelahan kronis
- Sakit kepala dan migrain
- Gangguan autoimun
- Masalah neurologis minor
- Masalah pencernaan
- Depresi dan kecemasan
Namun, bukti ilmiah yang konsisten dan kuat yang secara definitif menghubungkan paparan merkuri dari tambalan amalgam dengan kondisi-kondisi ini pada populasi umum masih kurang. Sebagian besar penelitian besar dan tinjauan sistematis belum menemukan hubungan kausal.
Posisi Lembaga Pengatur dan Organisasi Kesehatan
Mayoritas lembaga pengatur kesehatan dan organisasi gigi terkemuka di dunia telah mempertahankan posisi bahwa amalgam aman untuk sebagian besar populasi:
- U.S. Food and Drug Administration (FDA): FDA telah berulang kali meninjau bukti ilmiah dan menyimpulkan bahwa tambalan amalgam aman untuk orang berusia 6 tahun ke atas. Mereka menyatakan bahwa jumlah merkuri yang dilepaskan sangat rendah dan tidak menyebabkan kerusakan pada pasien. Namun, pada tahun FDA mengeluarkan rekomendasi baru, menyarankan bahwa kelompok tertentu (wanita hamil, wanita yang berencana hamil, ibu menyusui, anak-anak, penderita penyakit neurologis, gangguan ginjal, atau alergi merkuri) harus mempertimbangkan alternatif bebas merkuri untuk tambalan dan restorasi.
- American Dental Association (ADA): ADA juga secara konsisten mendukung penggunaan amalgam, menyatakan bahwa amalgam adalah material restorasi yang aman, efektif, dan tahan lama. Mereka mendasarkan posisi ini pada puluhan tahun penelitian dan pengalaman klinis.
- World Health Organization (WHO): WHO mengakui bahwa merkuri dari amalgam berkontribusi terhadap paparan merkuri total, tetapi juga mengakui kekuatan dan daya tahannya. WHO mendukung pendekatan bertahap untuk mengurangi penggunaan amalgam, terutama melalui Konvensi Minamata tentang Merkuri.
- Konvensi Minamata tentang Merkuri: Ini adalah perjanjian internasional global yang bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari emisi dan pelepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik. Konvensi ini tidak melarang penggunaan amalgam gigi, tetapi mewajibkan negara-negara pihak untuk mengambil langkah-langkah untuk "menghentikan" penggunaannya, seperti promosi alternatif, pencegahan karies, penelitian, dan penggunaan amalgam dalam bentuk kapsul, serta penggunaan separator amalgam.
- Uni Eropa: Uni Eropa telah menjadi salah satu pemimpin dalam pembatasan amalgam. Sejak , mereka melarang penggunaan amalgam untuk anak-anak di bawah 15 tahun dan wanita hamil atau menyusui. Mereka juga menyerukan penghapusan bertahap penggunaan amalgam untuk semua pada .
Mengapa Perbedaan Pendapat Terjadi?
Perbedaan pendapat ini muncul dari beberapa faktor:
- Kompleksitas Biologi Merkuri: Efek merkuri sangat bervariasi antar individu, tergantung pada genetik, status gizi, dan paparan terhadap sumber merkuri lainnya.
- Kesulitan Penelitian: Sulit untuk melakukan penelitian jangka panjang yang definitif untuk mengisolasi efek merkuri dari amalgam dari semua faktor lingkungan dan gaya hidup lainnya.
- Kepentingan Publik vs. Sains: Ada tekanan publik yang kuat untuk menggunakan bahan yang "bebas merkuri", meskipun bukti ilmiah yang kuat belum secara definitif menunjukkan bahaya yang signifikan dari amalgam bagi sebagian besar populasi.
- Prinsip Kehati-hatian: Banyak yang berpendapat bahwa meskipun bahaya belum terbukti secara definitif, prinsip kehati-hatian (precautionary principle) harus diterapkan, terutama karena ada alternatif yang tersedia.
Meskipun sebagian besar badan ilmiah dan regulasi terus mendukung keamanan amalgam untuk mayoritas populasi, rekomendasi untuk kelompok rentan menunjukkan adanya pengakuan terhadap potensi risiko bagi segmen tertentu. Perdebatan ini telah berhasil mendorong pergeseran global menuju pengurangan penggunaan amalgam, dengan fokus pada material restorasi bebas merkuri dan praktik kedokteran gigi pencegahan.
Alternatif Amalgam Gigi
Dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai merkuri dan permintaan akan estetika yang lebih baik, banyak alternatif bebas merkuri telah dikembangkan dan menjadi pilihan yang semakin populer dalam kedokteran gigi modern. Setiap material ini memiliki karakteristik, kelebihan, dan kekurangannya sendiri.
1. Komposit Gigi (Resin Komposit)
Deskripsi: Komposit adalah campuran resin akrilik dan partikel pengisi kaca atau kuarsa yang diikat bersama. Material ini diperkenalkan pada tahun 1960-an dan telah mengalami banyak perbaikan sejak itu, menjadi material restorasi yang paling umum digunakan saat ini, baik untuk gigi anterior maupun posterior.
Kelebihan:
- Estetik: Tersedia dalam berbagai warna yang dapat disesuaikan dengan warna gigi asli pasien, menjadikannya pilihan yang sangat baik untuk restorasi yang tidak terlihat.
- Adhesif: Berikatan secara kimia dengan struktur gigi melalui agen bonding, yang memungkinkan preparasi kavitas yang lebih konservatif (hanya bagian gigi yang rusak yang dihilangkan). Ikatan ini juga membantu memperkuat sisa struktur gigi.
- Konservasi Struktur Gigi: Memerlukan pembuangan struktur gigi yang lebih sedikit dibandingkan amalgam, sehingga menjaga integritas gigi.
- Serbaguna: Dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk restorasi kelas I-VI, penutupan diastema, veneer langsung, dan perbaikan fraktur gigi.
- Sensitif terhadap Teknik: Penempatannya sangat sensitif terhadap kelembapan dan memerlukan teknik yang cermat serta isolasi yang baik dari air liur untuk memastikan ikatan yang optimal.
- Daya Tahan: Meskipun telah meningkat pesat, daya tahan komposit umumnya masih sedikit di bawah amalgam untuk restorasi besar pada gigi posterior yang menerima beban kunyah sangat tinggi. Dapat mengalami keausan lebih cepat.
- Penyusutan Polimerisasi (Shrinkage): Saat mengeras, komposit mengalami sedikit penyusutan, yang berpotensi menciptakan celah mikro atau menyebabkan sensitivitas pasca-operasi.
- Perubahan Warna: Dapat menyerap noda dari makanan dan minuman (seperti kopi, teh, anggur) seiring waktu, menyebabkan perubahan warna.
- Biaya: Umumnya lebih mahal daripada amalgam karena biaya bahan dan waktu prosedur yang lebih lama.
- Waktu Prosedur: Memerlukan waktu yang lebih lama untuk penempatan karena proses penempelan dan curing yang berlapis-lapis.
2. Restorasi Keramik (Porselen)
Deskripsi: Restorasi keramik, seperti onlay, inlay, dan mahkota, adalah restorasi tidak langsung yang dibuat di laboratorium gigi berdasarkan cetakan gigi pasien. Material ini dapat berupa porselen, zirkonia, atau disilikida litium.
Kelebihan:
- Estetik Unggul: Menawarkan estetika terbaik, sangat mirip dengan gigi alami dalam hal warna, translusensi, dan tekstur. Sangat tahan terhadap perubahan warna.
- Kuat dan Tahan Aus: Memberikan kekuatan dan ketahanan aus yang sangat baik, terutama untuk mahkota dan restorasi besar.
- Bio-kompatibel: Sangat bio-kompatibel dan jarang menyebabkan reaksi alergi.
- Perlindungan Gigi: Melindungi struktur gigi yang tersisa dengan baik.
- Biaya Tinggi: Jauh lebih mahal dibandingkan amalgam atau komposit karena melibatkan proses laboratorium dan keterampilan teknisi gigi yang tinggi.
- Membutuhkan Beberapa Kunjungan: Biasanya memerlukan dua kunjungan ke dokter gigi (satu untuk preparasi dan cetakan, satu lagi untuk pemasangan).
- Rapuh: Meskipun kuat dalam kompresi, beberapa jenis keramik bisa rapuh dan rentan terhadap patah jika tidak didukung dengan baik atau jika terpapar tekanan yang tidak tepat.
- Abrasif: Jika tidak dipoles dengan baik, keramik dapat menyebabkan abrasi pada gigi antagonis.
3. Emas (Cast Gold Restorations)
Deskripsi: Meskipun jarang digunakan saat ini, restorasi emas tuang (inlay, onlay, mahkota) pernah menjadi standar emas untuk daya tahan. Emas murni tidak digunakan; sebaliknya, paduan emas digunakan untuk meningkatkan kekuatan.
Kelebihan:
- Daya Tahan Terbaik: Emas adalah material restorasi yang paling tahan lama, seringkali bertahan seumur hidup. Sangat tahan terhadap fraktur dan keausan.
- Bio-kompatibel: Sangat bio-kompatibel dan tidak menyebabkan reaksi alergi.
- Tidak Korosif: Tidak mengalami korosi di lingkungan mulut.
- Tidak Merusak Gigi Antagonis: Memiliki kekerasan yang mirip dengan email gigi, sehingga tidak menyebabkan keausan berlebihan pada gigi yang berhadapan.
- Biaya Sangat Tinggi: Harganya sangat mahal, baik karena harga emas itu sendiri maupun proses laboratorium yang rumit.
- Estetika yang Buruk: Warnanya yang keemasan sangat tidak estetik bagi kebanyakan orang.
- Membutuhkan Dua Kunjungan: Seperti keramik, membutuhkan setidaknya dua kunjungan karena dibuat di laboratorium.
- Konduktivitas Termal: Emas adalah konduktor panas dan dingin yang baik, yang dapat menyebabkan sensitivitas gigi sesaat setelah penempatan.
4. Kaca Ionomer (Glass Ionomer Cement - GIC) dan Resin Modifikasi Kaca Ionomer (RMGI)
Deskripsi: GIC adalah material yang terbentuk dari bubuk kaca fluoroaluminosilikat dan cairan asam poliakrilat. RMGI adalah versi modifikasi yang mengandung komponen resin untuk meningkatkan sifat fisik dan memungkinkan curing dengan cahaya.
Kelebihan:
- Pelepasan Fluorida: GIC dan RMGI memiliki kemampuan unik untuk melepaskan fluorida ke struktur gigi sekitarnya, yang membantu mencegah karies sekunder.
- Adhesif: Mampu berikatan secara kimia dengan struktur gigi, meskipun ikatan ini tidak sekuat komposit.
- Bio-kompatibel: Sangat bio-kompatibel.
- Tidak Sensitif terhadap Kelembapan: Dapat digunakan dalam lingkungan yang lembap, menjadikannya pilihan yang baik untuk pasien anak-anak atau dalam situasi di mana isolasi sempurna sulit dicapai.
- Biaya Rendah: Relatif murah dibandingkan komposit atau keramik.
- Daya Tahan Rendah: Kekuatan dan ketahanan ausnya jauh lebih rendah dibandingkan amalgam atau komposit, sehingga umumnya tidak direkomendasikan untuk restorasi besar pada gigi posterior yang menerima beban kunyah tinggi. Lebih cocok untuk restorasi kecil, restorasi di area yang tidak terlalu bertekanan, atau sebagai basis/liner.
- Estetika Terbatas: Meskipun warnanya lebih baik dari amalgam, estetikanya tidak sebaik komposit atau keramik karena opasitasnya yang lebih tinggi dan kurangnya translusensi.
- Sensitif terhadap Dehidrasi: GIC rentan terhadap dehidrasi awal yang dapat menyebabkan retakan atau perubahan warna.
5. Kompomer (Compomer)
Deskripsi: Kompomer adalah hibrida antara komposit dan kaca ionomer. Mereka mengandung komponen resin dan kaca ionomer yang melepaskan fluorida.
Kelebihan:
- Pelepasan Fluorida: Mampu melepaskan fluorida, meskipun dalam jumlah yang lebih rendah daripada GIC/RMGI.
- Estetika Lebih Baik: Lebih estetik daripada GIC, mendekati komposit.
- Mudah Digunakan: Lebih mudah digunakan daripada komposit, dengan sensitivitas teknik yang sedikit lebih rendah.
- Daya Tahan Menengah: Tidak sekuat komposit atau amalgam, sehingga kurang cocok untuk area dengan beban kunyah tinggi.
- Pelepasan Fluorida Terbatas: Pelepasan fluorida lebih rendah dibandingkan GIC/RMGI.
Pemilihan material restorasi yang tepat sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk lokasi dan ukuran kavitas, kebutuhan estetika pasien, anggaran, dan preferensi dokter gigi. Seiring dengan kemajuan teknologi, material-material alternatif ini terus ditingkatkan, dan semakin banyak dokter gigi yang beralih dari amalgam ke pilihan bebas merkuri.
Protokol Pelepasan Amalgam yang Aman (SMART)
Mengingat kekhawatiran yang berkembang mengenai paparan merkuri, terutama selama pelepasan tambalan amalgam, International Academy of Oral Medicine and Toxicology (IAOMT) telah mengembangkan protokol ketat yang dikenal sebagai SMART (Safe Mercury Amalgam Removal Technique). Protokol ini dirancang untuk meminimalkan paparan merkuri bagi pasien, dokter gigi, dan staf klinik selama prosedur pelepasan amalgam.
Pelepasan tambalan amalgam dapat menjadi saat yang berisiko karena aktivitas pengeboran menghasilkan panas dan gesekan, yang dapat meningkatkan pelepasan uap merkuri. Tanpa tindakan pencegahan yang tepat, uap merkuri ini dapat terhirup oleh siapa saja di ruangan tersebut.
Berikut adalah komponen kunci dari protokol SMART:
1. Perlindungan Pasien
- Pelindung Karbon Aktif atau Klorella: Pasien diberikan suspensi karbon aktif atau klorella untuk diminum sebelum prosedur. Bahan-bahan ini bertindak sebagai agen pengikat yang dapat menyerap merkuri yang mungkin tertelan secara tidak sengaja.
- Pemberian Oksigen Eksternal: Masker hidung yang menyediakan oksigen eksternal dipasang pada pasien. Ini membantu memastikan pasien menghirup udara bersih, bukan uap merkuri dari area kerja.
- Rubber Dam Bebas Lateks: Penutup karet (rubber dam) bebas lateks yang kuat ditempatkan di sekitar gigi yang akan ditambal. Ini mengisolasi gigi tersebut dari sisa rongga mulut, mencegah pasien menelan partikel amalgam atau menghirup uap merkuri.
- Aliran Udara Dingin/Air: Digunakan semprotan air dan udara dingin yang konstan saat mengebor amalgam untuk menjaga suhu tetap rendah. Panas dapat meningkatkan pelepasan uap merkuri.
- Suction Berdaya Tinggi: Digunakan sistem hisap berdaya tinggi (high-volume evacuator) yang diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang sedang dikerjakan. Ini secara efektif menangkap uap merkuri dan partikel amalgam sebelum menyebar.
- Pembuangan Amalgam dalam Potongan Besar: Dokter gigi dilatih untuk memotong tambalan amalgam menjadi potongan-potongan besar (chunking) daripada mengebornya menjadi serbuk halus. Ini mengurangi jumlah uap merkuri dan partikel kecil yang dilepaskan.
- Irigasi dan Pembilasan: Setelah pelepasan, rongga mulut pasien diirigasi secara menyeluruh dan dibilas untuk menghilangkan sisa-sisa partikel amalgam.
2. Perlindungan Dokter Gigi dan Staf
- Alat Pelindung Diri (APD) Lengkap: Dokter gigi dan semua staf yang berada di ruangan harus mengenakan APD lengkap, termasuk masker respirator N95 atau yang lebih tinggi, kacamata pengaman, dan pakaian pelindung yang menutupi kulit.
- Sarung Tangan Nitril: Digunakan sarung tangan nitril, karena lateks telah terbukti dapat menyerap merkuri.
- Sistem Ventilasi Udara: Ruangan harus dilengkapi dengan sistem penyaringan udara (air purification system) yang mampu menangkap partikel merkuri dan uapnya. Beberapa klinik bahkan menggunakan sistem ventilasi tekanan negatif.
- Pakaian Pelindung Tambahan: Menggunakan penutup kepala dan penutup sepatu untuk mencegah kontaminasi.
3. Pengendalian Lingkungan
- Filter Udara: Penggunaan filter udara HEPA yang mampu menangkap partikel merkuri dalam ruangan.
- Separator Amalgam: Diwajibkan penggunaan separator amalgam pada saluran pembuangan klinik. Alat ini berfungsi menyaring partikel amalgam dari air limbah sebelum masuk ke sistem saluran pembuangan umum, mencegah kontaminasi lingkungan.
- Pembersihan yang Tepat: Pembersihan permukaan dan lantai setelah prosedur harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghilangkan semua residu merkuri.
Protokol SMART merepresentasikan standar tertinggi dalam upaya meminimalkan paparan merkuri selama pelepasan amalgam. Meskipun tidak semua klinik mempraktikkan SMART secara penuh, kesadaran akan pentingnya tindakan pencegahan ini semakin meningkat di kalangan profesional kedokteran gigi, terutama bagi mereka yang memprioritaskan praktik kedokteran gigi biologis atau holistik. Penerapan langkah-langkah ini menunjukkan komitmen untuk melindungi kesehatan pasien, staf, dan lingkungan dari potensi efek merkuri.
Dampak Lingkungan Amalgam Gigi
Selain kekhawatiran kesehatan manusia, dampak lingkungan dari merkuri yang digunakan dalam amalgam gigi telah menjadi fokus perhatian yang signifikan, mendorong tindakan regulasi di tingkat global. Merkuri adalah polutan lingkungan yang serius, dan sumber-sumber antropogenik (buatan manusia) berkontribusi besar terhadap siklus merkuri di alam.
Bagaimana Merkuri Amalgam Masuk ke Lingkungan?
Ada beberapa jalur utama di mana merkuri dari praktik kedokteran gigi dapat masuk ke lingkungan:
- Air Limbah Klinik Gigi: Ini adalah sumber utama. Selama prosedur penempatan, pelepasan, dan poles tambalan amalgam, partikel-partikel amalgam kecil dan merkuri elemental dapat terbilas ke dalam sistem saluran pembuangan. Air dari spitton pasien, air irigasi, dan limbah dari proses pencampuran dan pembersihan alat juga dapat mengandung merkuri. Tanpa peralatan penyaringan yang tepat, merkuri ini berakhir di fasilitas pengolahan air limbah, dan sebagian besar tidak dapat dihilangkan sepenuhnya oleh sistem pengolahan konvensional.
- Pembuangan Limbah Padat: Amalgam sisa yang belum tercampur, kapsul amalgam bekas, dan tambalan amalgam yang dilepas dan dibuang ke tempat sampah biasa dapat berakhir di tempat pembuangan akhir. Dari sana, merkuri dapat meresap ke dalam tanah dan air tanah.
- Kremasi: Ketika jenazah seseorang yang memiliki tambalan amalgam dikremasi, merkuri yang terkandung dalam tambalan akan menguap dan dilepaskan ke atmosfer sebagai uap merkuri. Ini menjadi kontributor terhadap polusi udara global.
Siklus Merkuri di Lingkungan
Setelah merkuri dilepaskan ke lingkungan, ia tidak hilang begitu saja. Merkuri elemental dapat menguap ke atmosfer dan kemudian diendapkan kembali ke tanah dan air melalui hujan. Di lingkungan perairan (danau, sungai, laut), mikroorganisme tertentu dapat mengubah merkuri anorganik menjadi metilmerkuri. Metilmerkuri adalah bentuk merkuri yang paling toksik dan mudah diserap. Ia kemudian terakumulasi dalam rantai makanan (bioakumulasi), di mana organisme kecil memakannya, lalu ikan yang lebih besar memakan organisme kecil, dan seterusnya. Konsentrasi metilmerkuri akan meningkat di setiap tingkat rantai makanan (biomagnifikasi), mencapai konsentrasi tertinggi pada predator puncak, termasuk ikan besar yang sering dikonsumsi manusia.
Dampak Terhadap Ekosistem dan Kesehatan Manusia
Akumulasi metilmerkuri dalam rantai makanan berdampak serius pada ekosistem dan kesehatan manusia:
- Hewan Liar: Dapat menyebabkan gangguan reproduksi, neurologis, dan perilaku pada burung, mamalia laut, dan ikan.
- Kesehatan Manusia: Konsumsi ikan yang terkontaminasi metilmerkuri adalah rute utama paparan bagi manusia. Paparan metilmerkuri sangat berbahaya bagi perkembangan saraf pada janin dan anak kecil, menyebabkan gangguan kognitif, motorik, dan sensorik. Pada orang dewasa, dapat menyebabkan masalah neurologis, kardiovaskular, dan ginjal.
Upaya Global dan Regulasi
Mengingat ancaman lingkungan yang serius ini, telah ada upaya global untuk mengurangi penggunaan dan pelepasan merkuri. Yang paling signifikan adalah Konvensi Minamata tentang Merkuri, sebuah perjanjian internasional yang mulai berlaku pada . Konvensi ini mewajibkan negara-negara pihak untuk mengambil berbagai langkah untuk mengurangi merkuri, termasuk di sektor kedokteran gigi. Untuk amalgam gigi, Konvensi Minamata mendorong:
- Promosi Pencegahan Karies: Untuk mengurangi kebutuhan akan tambalan.
- Promosi Alternatif Bebas Merkuri: Mendorong penggunaan bahan restorasi selain amalgam.
- Penelitian dan Pengembangan: Mendukung penelitian untuk alternatif yang lebih baik.
- Pembatasan Penggunaan Amalgam: Terutama untuk kelompok rentan.
- Penggunaan Kapsul Amalgam: Memastikan amalgam dicampur dalam kapsul tertutup untuk mengurangi pelepasan uap.
- Penerapan Separator Amalgam: Mewajibkan klinik gigi untuk memasang separator amalgam yang efisien pada saluran pembuangan mereka.
Separator Amalgam adalah perangkat penting yang dipasang pada sistem saluran pembuangan klinik gigi. Perangkat ini dirancang untuk menangkap partikel amalgam sebelum air limbah dialirkan ke sistem pembuangan kota. Separator ini sangat efektif dalam mengurangi jumlah merkuri yang dilepaskan ke lingkungan, dengan efisiensi penangkapan seringkali di atas 95%. Banyak negara, termasuk anggota Uni Eropa dan Amerika Serikat, telah membuat penggunaan separator amalgam wajib bagi semua praktik gigi.
Singkatnya, dampak lingkungan dari amalgam gigi adalah masalah serius yang mendorong perubahan signifikan dalam praktik kedokteran gigi global. Upaya untuk mengurangi penggunaan merkuri dan mengelola limbah amalgam secara bertanggung jawab adalah bagian integral dari komitmen yang lebih luas untuk melindungi planet dan kesehatan manusia.
Masa Depan Amalgam Gigi
Setelah lebih dari 150 tahun menjadi tulang punggung kedokteran gigi restoratif, masa depan amalgam gigi tampak semakin terbatas. Meskipun masih diakui sebagai material yang kuat, tahan lama, dan hemat biaya, pergeseran paradigma global sedang berlangsung, didorong oleh kekhawatiran kesehatan dan lingkungan, serta kemajuan pesat dalam pengembangan material alternatif.
Penurunan Penggunaan di Negara Maju
Di banyak negara maju, penggunaan amalgam telah menurun secara drastis dalam beberapa dekade terakhir. Faktor-faktor pendorong utama termasuk:
- Peningkatan Permintaan Estetika: Pasien semakin menuntut restorasi sewarna gigi yang tidak terlihat.
- Kemajuan Material Komposit: Komposit modern memiliki sifat fisik yang jauh lebih baik dibandingkan versi sebelumnya, membuatnya lebih andal untuk gigi posterior.
- Kesadaran Kesehatan Lingkungan: Regulasi yang semakin ketat mengenai merkuri, seperti Konvensi Minamata dan arahan Uni Eropa, memaksa praktik gigi untuk mengurangi atau menghentikan penggunaannya.
- Kekhawatiran Pasien: Terlepas dari posisi lembaga kesehatan utama, banyak pasien yang masih merasa tidak nyaman dengan gagasan merkuri di mulut mereka dan secara aktif mencari alternatif.
Di negara-negara seperti Swedia dan Norwegia, amalgam telah dilarang sepenuhnya untuk penggunaan gigi, sedangkan di Uni Eropa, pembatasan ketat sedang dalam proses menuju penghapusan bertahap. Amerika Serikat, meskipun belum melarangnya, telah mengeluarkan rekomendasi untuk membatasi penggunaannya pada kelompok rentan.
Peran Berkelanjutan di Negara Berkembang
Meskipun terjadi penurunan di negara maju, amalgam kemungkinan akan terus memiliki peran di negara-negara berkembang untuk beberapa waktu. Alasannya adalah kombinasi dari:
- Efektivitas Biaya: Amalgam tetap menjadi pilihan yang paling terjangkau, yang sangat penting di wilayah dengan sumber daya terbatas dan populasi besar yang membutuhkan perawatan gigi.
- Kemudahan Penggunaan: Material ini relatif mudah diaplikasikan dalam kondisi klinik yang mungkin tidak ideal (misalnya, isolasi kelembapan yang kurang sempurna).
- Kurangnya Infrastruktur Alternatif: Ketersediaan dan biaya material alternatif serta peralatan yang diperlukan (misalnya, lampu curing, alat bonding) mungkin menjadi kendala di banyak tempat.
Namun, bahkan di negara-negara ini, ada tekanan yang meningkat untuk mengadopsi Konvensi Minamata dan mulai mengurangi penggunaan amalgam, seringkali dengan fokus pada program pencegahan karies untuk mengurangi kebutuhan akan tambalan sejak awal.
Fokus pada Pencegahan dan Konservasi
Tren global yang lebih luas dalam kedokteran gigi adalah pergeseran dari restorasi yang luas menuju kedokteran gigi yang minimal invasif dan pencegahan karies. Dengan fluoride dalam air minum, pasta gigi, dan perawatan gigi profesional, serta pendidikan kebersihan mulut yang lebih baik, insiden karies telah menurun secara signifikan di banyak tempat. Hal ini berarti kebutuhan akan tambalan, terutama tambalan besar, semakin berkurang. Ketika tambalan memang diperlukan, fokusnya adalah pada konservasi struktur gigi semaksimal mungkin.
Tantangan Transisi
Transisi menjauh dari amalgam bukan tanpa tantangan. Alternatif bebas merkuri, meskipun lebih estetik dan secara umum lebih disukai, seringkali lebih mahal dan memerlukan keterampilan klinis yang lebih tinggi serta waktu prosedur yang lebih lama. Ada juga kebutuhan untuk memastikan bahwa akses terhadap perawatan gigi tetap terjangkau dan tersedia bagi semua lapisan masyarakat.
Secara keseluruhan, amalgam gigi kemungkinan akan terus menjadi bagian dari sejarah kedokteran gigi yang kaya, tetapi perannya sebagai material restorasi utama sedang berakhir. Masa depan kedokteran gigi restoratif akan didominasi oleh material yang lebih estetik, adhesif, dan bebas merkuri, didukung oleh penekanan yang lebih besar pada pencegahan penyakit mulut dan konservasi struktur gigi yang sehat.
Kesimpulan
Amalgam gigi merupakan salah satu material restorasi dengan sejarah terpanjang dan paling berpengaruh dalam kedokteran gigi. Dari pengenalannya yang kontroversial pada awal abad ke-19 hingga dominasinya di abad ke-20, amalgam telah menjadi solusi yang andal, kuat, tahan lama, dan sangat ekonomis untuk mengatasi masalah gigi berlubang.
Kekuatan dan daya tahannya yang luar biasa terhadap tekanan kunyah, kemudahan aplikasi, serta sifat self-sealing yang unik telah menjadikannya pilihan ideal, terutama untuk restorasi gigi posterior dan di lingkungan dengan sumber daya terbatas. Kemampuan amalgam untuk bertahan dalam kondisi oral yang keras selama puluhan tahun telah menyelamatkan jutaan gigi dan memberikan fungsi kunyah yang vital bagi tak terhitung banyaknya pasien di seluruh dunia.
Namun, warisan amalgam juga diwarnai oleh kontroversi yang mendalam, terutama terkait dengan kandungan merkurinya. Kekhawatiran akan pelepasan uap merkuri dan potensi dampaknya terhadap kesehatan manusia, meskipun secara ilmiah belum terbukti secara definitif berbahaya bagi sebagian besar populasi pada tingkat paparan dari tambalan, telah memicu perdebatan sengit. Selain itu, estetika yang buruk dan kebutuhan akan preparasi gigi yang lebih invasif juga menjadi faktor yang mendorong pergeseran.
Di samping kekhawatiran kesehatan, dampak lingkungan dari merkuri, yang dapat masuk ke siklus alam dan terakumulasi sebagai metilmerkuri yang sangat toksik, telah menjadi pendorong kuat bagi perubahan. Perjanjian internasional seperti Konvensi Minamata telah menggarisbawahi urgensi untuk mengurangi penggunaan merkuri di semua sektor, termasuk kedokteran gigi, dan mendorong praktik pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, seperti penggunaan separator amalgam.
Saat ini, kedokteran gigi modern menyaksikan transisi yang signifikan. Material alternatif bebas merkuri seperti resin komposit, keramik, dan kaca ionomer telah berkembang pesat, menawarkan solusi yang lebih estetik, bio-kompatibel, dan dalam banyak kasus, sama efektifnya dengan amalgam, meskipun seringkali dengan biaya yang lebih tinggi dan persyaratan teknik yang lebih ketat.
Meskipun amalgam mungkin akan terus digunakan dalam kapasitas terbatas di beberapa wilayah karena keunggulan biaya dan kemudahan penggunaannya, tren global jelas menuju pengurangan dan penghapusan bertahap. Masa depan kedokteran gigi restoratif akan berpusat pada pendekatan yang lebih konservatif, restorasi yang minimal invasif, pencegahan karies yang agresif, dan penggunaan material yang tidak hanya fungsional dan estetik, tetapi juga aman bagi pasien dan lingkungan. Amalgam, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, akan selalu dikenang sebagai material revolusioner yang membentuk fondasi kedokteran gigi restoratif, namun kini sedang digantikan oleh era baru inovasi dan kesadaran holistik.