Aliterasi: Mengungkap Keindahan Ritme Kata dalam Bahasa
Dalam bentangan luas bahasa, terdapat berbagai perangkat dan teknik yang digunakan untuk memperkaya makna, meningkatkan estetika, dan meninggalkan kesan mendalam pada pendengar atau pembaca. Salah satu perangkat sastra yang paling menawan dan sering kali tidak disadari adalah aliterasi. Lebih dari sekadar permainan kata sederhana, aliterasi adalah seni bunyi, sebuah tarian konsonan yang berulang yang mampu mengubah kalimat biasa menjadi melodi verbal, memahat memori, dan memicu emosi.
Artikel ini akan membawa Anda jauh ke dalam dunia aliterasi, menjelajahi esensinya, sejarahnya, berbagai fungsinya dalam sastra dan kehidupan sehari-hari, hingga panduan praktis untuk mengidentifikasi dan menggunakannya secara efektif. Kita akan melihat bagaimana pengulangan bunyi awal yang sengaja ini telah membentuk bahasa, memengaruhi bagaimana kita membaca, mendengar, dan bahkan berpikir.
Apa Itu Aliterasi? Definisi dan Mekanisme
Secara sederhana, aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan awal yang sama atau serupa dalam kata-kata yang berdekatan atau berurutan. Kuncinya di sini adalah "bunyi", bukan huruf. Sebagai contoh, frasa "kupu-kupu kuning" adalah aliterasi karena bunyi /k/ yang berulang. Demikian pula, "fantasi fantastis" mengulang bunyi /f/. Penting untuk diingat bahwa aliterasi umumnya merujuk pada bunyi konsonan awal, bukan bunyi vokal, yang memiliki nama perangkat sastra lain (asonansi).
Mekanisme aliterasi terletak pada bagaimana otak kita memproses bunyi. Ketika kita mendengar atau membaca serangkaian kata dengan bunyi awal yang sama, otak kita secara alami cenderung menghubungkan kata-kata tersebut. Koneksi ini menciptakan ritme, penekanan, dan seringkali efek estetika yang menyenangkan.
Komponen Utama Aliterasi:
- Bunyi Konsonan Awal: Fokus utama aliterasi adalah pada bunyi konsonan yang memulai kata. Ini bisa berupa konsonan tunggal (misalnya, /p/ dalam "pohon pinus") atau gugusan konsonan (misalnya, /br/ dalam "bintang berbinar").
- Kedekatan Kata: Kata-kata yang mengandung aliterasi tidak harus langsung berurutan, tetapi harus cukup dekat satu sama lain dalam kalimat atau frasa agar pengulangan bunyinya terdengar jelas dan disengaja.
- Efek Auditori: Meskipun sering ditemukan dalam teks tertulis, kekuatan aliterasi paling terasa saat diucapkan. Ini adalah perangkat yang memengaruhi musikalitas bahasa.
Sebagai contoh, dalam frasa populer "Peter Piper picked a peck of pickled peppers", bunyi /p/ yang berulang secara jelas menunjukkan aliterasi. Bunyi ini tidak hanya membuat frasa tersebut lebih menyenangkan untuk diucapkan, tetapi juga lebih mudah diingat.
Sejarah dan Asal-usul Aliterasi
Aliterasi bukanlah penemuan modern; akarnya tertanam dalam tradisi lisan kuno dan sastra awal. Sebelum penulisan menjadi umum, puisi dan cerita diwariskan dari generasi ke generasi melalui ingatan. Dalam konteks ini, perangkat seperti aliterasi sangat berharga karena membantu para pendongeng dan penyair menghafal dan menyampaikan karya mereka.
Aliterasi dalam Puisi Heroik Kuno:
Salah satu penggunaan aliterasi yang paling menonjol dan sistematis ditemukan dalam puisi aliteratif, yang merupakan bentuk dominan dalam sastra Inggris Kuno (Old English), Jerman Kuno (Old High German), dan Norse Kuno (Old Norse). Dalam puisi aliteratif, aliterasi bukan sekadar hiasan, melainkan prinsip struktural utama yang menggantikan rima sebagai elemen pengikat baris.
- Sastra Inggris Kuno: Karya-karya monumental seperti Beowulf adalah contoh klasik puisi aliteratif. Setiap baris dibagi menjadi dua hemistich (paruh baris), dan setidaknya dua dari empat kata beraksen dalam baris tersebut akan ber aliterasi. Ini menciptakan pola ritmis yang kuat dan membantu dalam narasi epik. Contoh dari Beowulf (diterjemahkan): "Grendel gone, god's grim foe."
- Sastra Norse Kuno: Edda Puitis dan Edda Prosa juga kaya akan aliterasi, yang menjadi ciri khas syair skaldik dan edda mereka.
Seiring waktu, dengan berkembangnya rima sebagai perangkat puitis yang dominan di Eropa, peran struktural aliterasi mulai berkurang, namun tidak hilang. Aliterasi beralih dari fondasi struktural menjadi perangkat retoris dan stilistik yang digunakan untuk efek artistik.
Kebangkitan dalam Bahasa Modern:
Dari Abad Pertengahan hingga periode modern, penyair terus menggunakan aliterasi untuk tujuan yang berbeda. William Shakespeare, Edgar Allan Poe, dan bahkan penulis modern seperti J.K. Rowling menggunakan aliterasi untuk meningkatkan prosa dan puisi mereka. Dalam lirik lagu, aliterasi juga sering muncul untuk menambah daya ingat dan ritme.
Kesinambungan penggunaan aliterasi selama ribuan tahun menunjukkan kekuatannya yang abadi sebagai salah satu elemen fundamental dalam keindahan dan efektivitas komunikasi verbal.
Fungsi dan Tujuan Aliterasi
Aliterasi lebih dari sekadar "hiasan" bahasa. Ia memiliki berbagai fungsi yang kuat yang memengaruhi bagaimana teks diterima, diproses, dan diingat.
1. Menciptakan Musikalitas dan Ritme
Salah satu fungsi paling langsung dari aliterasi adalah untuk memberikan kualitas musikal pada bahasa. Pengulangan bunyi yang teratur menciptakan ritme dan melodi tertentu, membuat teks lebih menyenangkan untuk dibaca atau didengar. Ini sangat penting dalam puisi, di mana ritme dan bunyi adalah inti dari pengalaman estetika. Dalam prosa, ini dapat menambah "alir" pada kalimat, membuatnya lebih enak dibaca.
Contoh: "Bintang-bintang bersinar terang, berkedip-kedip di biru malam." Bunyi /b/ dan /t/ menciptakan irama yang lembut.
2. Penekanan dan Daya Ingat
Aliterasi secara alami menarik perhatian pada kata-kata yang terlibat. Ketika beberapa kata dimulai dengan bunyi yang sama, mereka menonjol dari yang lain. Efek penekanan ini juga berkontribusi pada daya ingat. Frasa atau kalimat yang mengandung aliterasi cenderung lebih mudah diingat, itulah sebabnya ia banyak digunakan dalam:
- Slogan Pemasaran: "Coca-Cola", "PayPal", "Dunkin' Donuts", "Best Buy".
- Judul Berita: "Krisis Keuangan Global", "Perang Kata-kata Panas".
- Peribahasa dan Ungkapan: "Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing", "Malu bertanya sesat di jalan."
3. Membangun Suasana dan Emosi
Pilihan bunyi konsonan dapat memengaruhi suasana atau nada keseluruhan dari sebuah teks. Konsonan "keras" atau plosif (seperti /p/, /t/, /k/, /b/, /d/, /g/) dapat menciptakan kesan yang lebih tajam, cepat, atau bahkan agresif. Sementara itu, konsonan "lunak" atau frikatif dan nasal (seperti /s/, /f/, /m/, /n/, /l/) dapat memberikan kesan yang lebih lembut, tenang, atau melankolis.
- Keras: "Guntur gemuruh, guncang gunung-gunung." (Menciptakan suasana dramatis, kuat)
- Lunak: "Bayangan bulan menari, menyentuh malam sunyi." (Menciptakan suasana tenang, puitis)
4. Karakterisasi dan Penamaan
Aliterasi sering digunakan untuk menamai karakter fiksi, terutama dalam karya anak-anak atau komik. Pengulangan bunyi awal membuat nama tersebut mudah diingat dan sering kali memberikan kesan tertentu tentang karakter tersebut. Contoh: Mickey Mouse, Donald Duck, Bugs Bunny, Peter Parker (Spider-Man), Bruce Banner (Hulk), Clark Kent (Superman), Severus Snape.
5. Humor dan Permainan Kata
Karena sifatnya yang menarik perhatian dan menyenangkan untuk diucapkan, aliterasi adalah elemen kunci dalam tongue twisters (pelatuk lidah) dan humor verbal. Tujuannya adalah untuk menguji kefasihan bicara dan menciptakan efek komedi melalui kesulitan pengucapan yang disengaja.
Contoh: "Kakatua kaku-kaku kaki-kaki kakekku."
6. Kohesi dan Keterkaitan Makna
Dalam konteks yang lebih halus, aliterasi dapat berfungsi sebagai "perekat" verbal, menghubungkan kata-kata atau ide-ide yang secara semantik terkait. Ini dapat membantu pembaca atau pendengar melihat hubungan antara konsep-konsep yang mungkin tidak langsung jelas, menambah kedalaman pada narasi atau argumen.
Misalnya, "Dengan disiplin dan determinasi, dia dapat duduk di depannya dengan damai." Pengulangan bunyi /d/ mengikat semua tindakan dan kualitas ini dalam satu kesatuan tujuan.
Jenis dan Variasi Aliterasi
Meskipun definisi intinya tetap, aliterasi dapat muncul dalam beberapa bentuk dan sering kali dikaitkan dengan perangkat bunyi lainnya.
1. Aliterasi Konsonan
Ini adalah bentuk aliterasi yang paling umum, di mana bunyi konsonan awal yang sama diulang pada kata-kata yang berdekatan. Contoh yang tak terhitung jumlahnya dapat ditemukan dalam bahasa sehari-hari maupun sastra.
- "Pejalan kaki pelan-pelan pergi."
- "Hutan hijau, hari hujan."
- "Tangan terampil, tarik tali."
2. Asonansi (Aliterasi Vokal)
Meskipun secara teknis bukan aliterasi (yang secara khusus merujuk pada konsonan), asonansi adalah perangkat bunyi yang sangat mirip tetapi berfokus pada pengulangan bunyi vokal dalam kata-kata yang berdekatan, terlepas dari bunyi konsonan awal atau akhir. Seringkali disebut sebagai "aliterasi vokal".
- "Kamu datang saat malam." (Pengulangan bunyi /a/)
- "Anak-anak berlari di banir." (Pengulangan bunyi /a/ dan /i/ atau gugusan -ani/-ari)
Asonansi juga menciptakan musikalitas dan membantu menghubungkan kata-kata, namun dengan fokus pada bunyi tengah kata.
3. Konsonansi
Konsonansi adalah pengulangan bunyi konsonan yang sama di tengah atau akhir kata-kata yang berdekatan, bukan di awal. Ini berbeda dengan aliterasi yang menekankan bunyi awal.
- "Langit biru di atas parut karung." (Pengulangan bunyi /r/)
- "Gelap gulita dengan ratan." (Pengulangan bunyi /t/)
Konsonansi sering digunakan untuk menciptakan efek rima internal atau memberikan tekstur bunyi yang kaya pada sebuah kalimat atau baris puisi.
Contoh Aliterasi dalam Sastra
Para penulis telah memanfaatkan aliterasi sepanjang sejarah sastra untuk memperkaya karya mereka, dari puisi epik hingga novel modern.
1. Dalam Puisi
Puisi adalah ladang subur bagi aliterasi, di mana bunyi dan ritme sangat dihargai.
Dari puisi "The Raven" oleh Edgar Allan Poe:
"Once upon a midnight dreary, while I pondered, weak and weary"
Pengulangan bunyi /d/ dan /w/ di sini menciptakan suasana muram dan melankolis, yang menjadi ciri khas puisi tersebut.
Dari "Kubla Khan" oleh Samuel Taylor Coleridge:
"In Xanadu did Kubla Khan / A stately pleasure-dome decree: / Where Alph, the sacred river, ran / Through caverns measureless to man / Down to a sunless sea."
Coleridge menggunakan aliterasi untuk menciptakan efek musikal dan atmosfer yang kaya, mengikat elemen-elemen fantastis puisinya.
Dalam puisi Indonesia:
"Bulan biru bercahaya, berbisik bisikan bayang." (Puisi modern)
"Seru sahabat seperjuangan, selalu setia sepanjang saat." (Puisi dengan semangat persahabatan)
2. Dalam Prosa
Meskipun tidak sejelas dalam puisi, aliterasi juga digunakan dalam prosa untuk meningkatkan kualitas tulisan.
- Novel: Penulis seperti J.R.R. Tolkien sering menggunakannya untuk memberikan nuansa epik pada deskripsinya. "The dark dungeon door droned deeply." (Pintu penjara gelap berdengung dalam.)
- Dongeng Anak-anak: Banyak buku anak-anak memanfaatkan aliterasi untuk daya ingat dan kesenangan membaca. Dr. Seuss adalah master dalam hal ini. "From there to here, from here to there, funny feeds are everywhere."
- Pidato dan Retorika: Para orator sering menggunakan aliterasi untuk membuat pidato mereka lebih persuasif dan mudah diingat. "We must meet this moment with mighty moral muscle."
3. Dalam Drama
Dalam naskah drama, aliterasi dapat digunakan untuk meningkatkan efek dialog, menekankan kata-kata kunci, atau bahkan membantu aktor dalam intonasi.
Dari "Romeo and Juliet" oleh William Shakespeare:
"From forth the fatal loins of these two foes / A pair of star-cross'd lovers take their life."
Shakespeare secara ahli menggunakan aliterasi untuk menonjolkan takdir dan konflik, menciptakan pengantar yang kuat untuk drama tersebut.
Aliterasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Aliterasi tidak hanya terbatas pada dunia sastra; ia menyusup ke berbagai aspek kehidupan kita, seringkali tanpa kita sadari.
1. Iklan dan Pemasaran
Industri periklanan sangat menyadari kekuatan aliterasi untuk membuat merek dan slogan mudah diingat.
- Nama Merek: Contoh klasik termasuk "Coca-Cola", "Dunkin' Donuts", "PayPal", "Kit Kat", "Krispy Kreme". Bunyi yang berulang membuat nama-nama ini menonjol dan lebih mudah diucapkan.
- Slogan dan Tagline: "Maybe she's born with it, maybe it's Maybelline." atau "Power of Dot." Pengulangan ini menanamkan pesan dalam benak konsumen.
2. Berita dan Jurnalisme
Judul berita sering menggunakan aliterasi untuk menarik perhatian pembaca dan meringkas inti cerita dengan cara yang menarik.
- "Politisi Pergi Piknik, Protes Panas di Pusat Kota."
- "Krisis Kredit Kritis, Konsumen Khawatir."
Ini membuat judul lebih mencolok dan mudah diingat, meskipun tidak selalu untuk tujuan estetika sastra.
3. Peribahasa dan Ungkapan Populer
Banyak peribahasa dan ungkapan dalam berbagai bahasa menggunakan aliterasi untuk membuatnya lebih mudah diingat dan diulang, sehingga dapat bertahan lintas generasi.
- "Malu bertanya sesat di jalan." (Pengulangan bunyi /b/, /s/, /j/ dalam konteks yang berbeda)
- "Raja rakus, rakyat resah."
4. Nama Tokoh Fiksi dan Nyata
Selain karakter komik yang telah disebutkan, banyak nama tokoh fiksi atau bahkan julukan kehidupan nyata yang menggunakan aliterasi untuk daya ingat atau kesan tertentu.
- Fiksi: Bilbo Baggins, Fiona Fox, Willy Wonka.
- Nyata (julukan/nama panggung): Marilyn Monroe, Ronald Reagan.
5. Komunikasi Politik dan Pidato
Para politisi dan orator yang ulung seringkali menyisipkan aliterasi dalam pidato mereka untuk membuat poin-poin penting lebih berkesan dan persuasif. Pengulangan bunyi dapat menciptakan rasa momentum atau urgensi.
- "Ask not what your country can do for you – ask what you can do for your country." (John F. Kennedy - menekankan tanggung jawab sipil).
- "Peace and prosperity."
Panduan Menggunakan Aliterasi Secara Efektif
Meskipun aliterasi adalah perangkat yang kuat, penggunaannya yang berlebihan atau tidak tepat dapat membuat tulisan terasa canggung, dipaksakan, atau bahkan menggelikan. Kunci adalah moderasi dan tujuan.
1. Jangan Berlebihan
Aliterasi paling efektif bila digunakan secara strategis dan tidak terlalu sering. Jika setiap kalimat dipenuhi dengan aliterasi, efeknya akan hilang dan pembaca mungkin merasa terganggu. Gunakanlah untuk menyoroti frasa kunci, menciptakan suasana pada momen tertentu, atau memberikan ritme pada bagian-bagian penting.
2. Pertimbangkan Bunyi dan Makna
Pilih bunyi konsonan yang sesuai dengan makna yang ingin Anda sampaikan. Bunyi /s/ yang mendesis mungkin cocok untuk menggambarkan "ular yang sunyi merayap", sementara bunyi /k/ atau /g/ yang tajam bisa menggambarkan "gerakan gesit kuda" atau "gemuruh guntur ganas".
3. Jaga Keterbacaan dan Kejelasan
Prioritaskan kejelasan dan kelancaran membaca. Jangan mengorbankan pilihan kata yang tepat atau tata bahasa yang benar hanya demi sebuah aliterasi. Aliterasi harus melayani makna, bukan sebaliknya.
4. Kombinasikan dengan Gaya Bahasa Lain
Aliterasi dapat bekerja secara sinergis dengan perangkat sastra lainnya seperti asonansi, konsonansi, onomatopoeia, metafora, dan personifikasi. Kombinasi ini dapat menciptakan efek yang lebih kaya dan berlapis.
5. Baca dengan Suara Keras
Karena aliterasi adalah tentang bunyi, selalu baca bagian yang Anda tulis dengan suara keras. Ini akan membantu Anda merasakan ritme dan menentukan apakah aliterasi yang Anda gunakan terdengar alami dan efektif.
6. Gunakan untuk Tujuan Spesifik
Sebelum menambahkan aliterasi, tanyakan pada diri sendiri: "Apa tujuan saya di sini?" Apakah Anda ingin:
- Membuat frasa lebih mudah diingat?
- Menciptakan suasana tertentu?
- Menekankan sebuah ide?
- Memberikan kualitas puitis pada tulisan?
Jika ada tujuan yang jelas, aliterasi kemungkinan akan berhasil.
Analisis Psikologis dan Kognitif di Balik Kekuatan Aliterasi
Mengapa aliterasi begitu kuat dan universal? Ilmu kognitif dan psikologi bahasa memberikan beberapa petunjuk.
1. Proses Memori dan Pengolahan Informasi
Otak kita cenderung mengorganisir informasi dalam pola. Aliterasi menciptakan pola auditori yang kuat. Ketika bunyi yang sama diulang, otak mengidentifikasi pola ini sebagai "penanda" atau "jangkar", yang membuatnya lebih mudah untuk menyimpan dan mengambil informasi. Ini adalah dasar mengapa slogan atau peribahasa yang menggunakan aliterasi lebih mudah diingat.
2. Simbolisme Bunyi (Sound Symbolism)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan intrinsik antara bunyi tertentu dan makna atau sensasi. Misalnya, bunyi vokal /i/ (seperti dalam "kecil") sering dikaitkan dengan sesuatu yang kecil atau cepat, sedangkan bunyi /o/ atau /u/ (seperti dalam "besar") sering dikaitkan dengan sesuatu yang besar atau lambat. Demikian pula, konsonan plosif sering dikaitkan dengan dampak atau kekuatan. Aliterasi memanfaatkan simbolisme bunyi ini untuk memperkuat pesan yang disampaikan.
3. Fluensi Kognitif (Cognitive Fluency)
Fluensi kognitif adalah kemudahan di mana otak kita dapat memproses informasi. Teks dengan aliterasi seringkali memiliki fluensi yang lebih tinggi karena pengulangan bunyi menciptakan pola yang familiar dan mudah diprediksi. Ini membuat membaca atau mendengarkan menjadi kurang menuntut secara kognitif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesenangan dan daya persuasif pesan.
4. Atribusi Otomatis pada Pentingnya
Ketika kita mendengar pola berulang dalam bahasa, otak kita secara tidak sadar dapat menganggap bahwa pola tersebut sengaja dan, oleh karena itu, penting. Ini membuat kata-kata yang terlibat dalam aliterasi terasa lebih berbobot atau signifikan.
Perbandingan dengan Gaya Bahasa Lain
Untuk memahami aliterasi sepenuhnya, ada baiknya membedakannya dari perangkat bunyi lain yang terkadang disalahartikan.
- Asonansi: Pengulangan bunyi vokal (misalnya, "dinding tinggi", "burung kurus"). Fokus pada vokal, bukan konsonan awal.
- Konsonansi: Pengulangan bunyi konsonan di tengah atau akhir kata (misalnya, "pikiran tenang", "bukan main"). Fokus pada konsonan di luar awal kata.
- Rima: Pengulangan bunyi yang identik pada akhir kata (biasanya akhir baris puisi), termasuk vokal dan konsonan yang mengikutinya (misalnya, "datang" dan "malang"). Aliterasi hanya fokus pada bunyi awal.
- Onomatopoeia: Kata-kata yang meniru bunyi yang mereka gambarkan (misalnya, "tik-tok", "meong", "gemuruh"). Meskipun melibatkan bunyi, onomatopoeia bukan tentang pengulangan bunyi konsonan awal secara sistematis dalam serangkaian kata.
Meskipun berbeda, perangkat-perangkat ini sering digunakan bersama-sama untuk menciptakan efek auditori yang kompleks dan kaya dalam sastra.
Aliterasi Lintas Budaya: Apakah Universal?
Penggunaan aliterasi sebagai perangkat sastra atau retoris tampaknya cukup universal, meskipun manifestasi dan kepentingannya bervariasi antar budaya dan bahasa.
- Bahasa Semitik: Dalam bahasa Arab, misalnya, meskipun tidak ada "puisi aliteratif" seperti dalam tradisi Jermanik, pengulangan bunyi konsonan, terutama dalam akar kata, adalah fitur yang sangat penting dalam membangun makna dan ritme.
- Bahasa Asia Timur: Dalam puisi Jepang (seperti haiku), penekanan lebih pada suku kata dan ritme, tetapi pola bunyi berulang sering ditemukan untuk efek estetika atau penekanan. Dalam beberapa tradisi puisi Tiongkok, permainan bunyi juga merupakan elemen penting.
- Bahasa Afrika: Banyak tradisi lisan Afrika memanfaatkan pengulangan bunyi, termasuk aliterasi, untuk menghafal cerita, lagu, dan puisi epik mereka.
Fakta bahwa begitu banyak bahasa dan budaya telah mengembangkan atau secara alami menampilkan aliterasi menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mendasar dalam cara otak manusia memproses dan menikmati pola bunyi dalam bahasa. Ini bukan sekadar konvensi linguistik, melainkan respons kognitif yang lebih dalam terhadap ritme dan pengulangan.
Kesimpulan: Kekuatan Abadi Aliterasi
Aliterasi, pengulangan bunyi konsonan awal yang memukau, adalah salah satu perangkat sastra tertua dan paling serbaguna dalam bahasa manusia. Dari puisi-puisi epik kuno yang mendefinisikan peradaban hingga slogan-slogan iklan modern yang membentuk persepsi kita, aliterasi telah memainkan peran krusial dalam membentuk cara kita berkomunikasi dan merasakan bahasa.
Kekuatannya terletak pada kemampuannya untuk:
- Menciptakan melodi dan ritme yang menyenangkan.
- Menarik perhatian dan meningkatkan daya ingat.
- Membangun suasana dan memicu emosi yang mendalam.
- Menghubungkan ide-ide dan memberikan kohesi pada teks.
Sebagai pembaca, mengenali aliterasi akan memperkaya apresiasi Anda terhadap keindahan dan kerumitan bahasa. Sebagai penulis, penguasaan aliterasi, ketika digunakan dengan bijak dan bertujuan, dapat meningkatkan dampak dan daya tarik karya Anda secara signifikan. Ini adalah pengingat bahwa bahasa bukan hanya tentang makna harfiah, tetapi juga tentang seni bunyi, sebuah simfoni konsonan dan vokal yang, ketika diatur dengan ahli, dapat menciptakan pengalaman yang tak terlupakan.
Jadi, kali berikutnya Anda membaca frasa yang terasa "enak" diucapkan atau mudah diingat, luangkan waktu sejenak untuk mengamati. Kemungkinan besar, Anda telah menikmati keindahan dan kekuatan abadi dari aliterasi, sebuah bukti nyata bahwa dalam dunia kata-kata, terkadang, bunyi yang sama adalah benang merah yang paling kuat.