Akromegali: Panduan Lengkap Gejala, Diagnosis, dan Pengobatan

1. Pengantar Akromegali

Akromegali adalah suatu kondisi medis yang langka namun serius, disebabkan oleh produksi hormon pertumbuhan (GH) yang berlebihan oleh kelenjar hipofisis setelah lempeng pertumbuhan (epifisis) pada tulang telah menutup. Kondisi ini berbeda dengan gigantisme, yang terjadi jika kelebihan GH terjadi sebelum lempeng pertumbuhan menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang panjang yang abnormal dan tinggi badan yang sangat berlebihan. Pada akromegali, karena lempeng pertumbuhan sudah menyatu, kelebihan GH menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada jaringan lunak dan tulang di bagian perifer tubuh, seperti tangan, kaki, dan wajah.

Prevalensi akromegali diperkirakan sekitar 40-70 kasus per satu juta penduduk, dengan insiden 3-4 kasus baru per satu juta orang setiap tahunnya. Meskipun termasuk penyakit langka, dampaknya terhadap kualitas hidup dan harapan hidup pasien sangat signifikan jika tidak terdiagnosis dan diobati dengan tepat. Penyakit ini seringkali berkembang secara perlahan dan bertahap selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, sehingga diagnosis seringkali tertunda. Perubahan fisik yang terjadi umumnya sangat samar pada awalnya, membuat pasien dan bahkan dokter seringkali tidak menyadarinya sampai kondisi sudah cukup lanjut.

Kelenjar hipofisis, yang terletak di dasar otak di dalam rongga tulang yang disebut sella turcica, adalah pusat pengendali banyak fungsi endokrin tubuh. Hormon pertumbuhan yang diproduksi oleh hipofisis anterior memiliki peran vital dalam pertumbuhan dan metabolisme. Ketika produksi GH berlebihan, ia merangsang hati untuk memproduksi insulin-like growth factor-1 (IGF-1) secara berlebihan. IGF-1 inilah yang menjadi mediator utama efek pertumbuhan berlebihan pada berbagai jaringan dan organ tubuh.

Sejarah pemahaman akromegali dimulai pada akhir abad ke-19, ketika dokter Prancis Pierre Marie pertama kali mendeskripsikan kondisi ini pada tahun 1886. Sejak saat itu, penelitian terus berkembang, mengungkap mekanisme, gejala, dan pilihan pengobatan yang semakin canggih. Pemahaman modern tentang akromegali melibatkan interaksi kompleks antara hormon, genetik, dan respons jaringan, yang semuanya berkontribusi pada manifestasi klinis yang luas dan menantang.

Dampak akromegali tidak hanya terbatas pada perubahan fisik yang terlihat. Kondisi ini juga memengaruhi hampir setiap sistem organ dalam tubuh, menyebabkan berbagai komplikasi serius termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, masalah pernapasan, nyeri sendi kronis, dan peningkatan risiko beberapa jenis kanker. Oleh karena itu, diagnosis dini dan penatalaksanaan yang komprehensif sangat krusial untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi ini, serta untuk mengembalikan kualitas hidup pasien.

Artikel ini akan memberikan panduan lengkap mengenai akromegali, mulai dari penyebab mendasar, berbagai manifestasi gejala, metode diagnosis yang canggih, hingga strategi penatalaksanaan yang meliputi pembedahan, terapi obat, dan radioterapi. Kami juga akan membahas komplikasi yang mungkin timbul serta pentingnya pemantauan jangka panjang untuk memastikan kontrol penyakit yang optimal dan peningkatan kualitas hidup bagi para penderita.

2. Penyebab Akromegali

Penyebab utama akromegali adalah produksi hormon pertumbuhan (GH) yang berlebihan. Dalam sebagian besar kasus, yaitu sekitar 95% dari seluruh kejadian, kondisi ini disebabkan oleh tumor jinak pada kelenjar hipofisis yang disebut adenoma hipofisis. Namun, ada juga penyebab lain yang sangat jarang, yang dikenal sebagai penyebab ektopik.

2.1. Adenoma Hipofisis

Kelenjar hipofisis, sering disebut sebagai "master gland" tubuh, adalah kelenjar endokrin seukuran kacang polong yang terletak di sella turcica, sebuah lekukan tulang di dasar otak, tepat di belakang batang hidung. Kelenjar ini memiliki dua lobus utama: anterior dan posterior. Hipofisis anterior bertanggung jawab untuk memproduksi berbagai hormon vital, termasuk hormon pertumbuhan (GH), hormon perangsang tiroid (TSH), hormon adrenokortikotropik (ACTH), hormon perangsang folikel (FSH), hormon luteinisasi (LH), dan prolaktin (PRL).

Adenoma hipofisis yang menyebabkan akromegali adalah tumor jinak (non-kanker) yang berasal dari sel-sel somatotrop, yaitu sel-sel di hipofisis anterior yang secara normal memproduksi GH. Meskipun jinak, tumor ini dapat tumbuh cukup besar dan menekan struktur di sekitarnya, serta menghasilkan GH secara tidak terkontrol.

  • Pembentukan Adenoma: Sebagian besar adenoma hipofisis yang menghasilkan GH muncul secara sporadis, tanpa riwayat keluarga yang jelas. Ini berarti mutasi genetik terjadi secara acak pada sel somatotrop setelah kelahiran. Mutasi yang paling umum ditemukan adalah pada gen GNAS1, yang mengode subunit alfa protein G. Mutasi ini menyebabkan aktivasi jalur sinyal yang berkelanjutan, memicu pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan produksi GH yang berlebihan.
  • Ukuran Tumor: Adenoma hipofisis diklasifikasikan berdasarkan ukurannya:
    • Mikroadenoma: Berukuran kurang dari 10 milimeter (1 cm). Biasanya tidak menyebabkan tekanan pada struktur sekitar tetapi tetap menghasilkan GH berlebihan.
    • Makroadenoma: Berukuran 10 milimeter atau lebih. Tumor jenis ini lebih sering ditemukan pada saat diagnosis akromegali (sekitar 70-80% kasus) karena ukurannya yang lebih besar cenderung menyebabkan gejala akibat penekanan pada struktur di sekitarnya, seperti saraf optik atau bagian lain dari kelenjar hipofisis.
  • Kaitannya dengan Sindrom Genetik: Meskipun sebagian besar sporadis, beberapa kasus akromegali dapat terkait dengan sindrom genetik yang diturunkan:
    • Multiple Endocrine Neoplasia type 1 (MEN1): Sindrom genetik yang menyebabkan tumor di beberapa kelenjar endokrin, termasuk hipofisis, paratiroid, dan pankreas.
    • Carney Complex: Kelainan genetik langka yang ditandai dengan bercak kulit berwarna gelap, miksoma (tumor jinak), dan kelainan endokrin, termasuk adenoma hipofisis penghasil GH.
    • Familial Isolated Pituitary Adenoma (FIPA): Kondisi di mana ada kecenderungan genetik untuk mengembangkan adenoma hipofisis (termasuk yang menghasilkan GH) tanpa gejala lain dari sindrom genetik yang lebih luas. Gen AIP (aryl hydrocarbon receptor-interacting protein) sering ditemukan bermutasi pada kasus FIPA.

Ketika adenoma hipofisis menghasilkan GH secara berlebihan, hormon ini dilepaskan ke dalam aliran darah dan kemudian mencapai organ target, terutama hati. Di hati, GH merangsang produksi insulin-like growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 adalah mediator utama yang bertanggung jawab atas sebagian besar efek pertumbuhan berlebihan pada jaringan lunak, tulang, dan organ internal yang terlihat pada akromegali. Normalnya, ada umpan balik negatif di mana kadar GH dan IGF-1 yang tinggi akan menekan pelepasan GH dari hipofisis, namun pada pasien akromegali, mekanisme umpan balik ini terganggu.

2.2. Penyebab Ektopik (Sangat Jarang)

Dalam kasus yang sangat langka (kurang dari 1% dari semua kasus akromegali), produksi GH yang berlebihan tidak berasal dari kelenjar hipofisis itu sendiri, melainkan dari sumber lain di luar hipofisis. Kondisi ini disebut akromegali ektopik dan biasanya lebih sulit untuk didiagnosis.

  • Produksi Hormon Pelepas GH (GHRH) Ektopik: Beberapa tumor non-hipofisis dapat menghasilkan hormon pelepas GH (GHRH) secara berlebihan. GHRH ini kemudian merangsang kelenjar hipofisis yang normal untuk memproduksi GH dalam jumlah besar. Tumor yang paling sering menghasilkan GHRH ektopik meliputi:
    • Tumor karsinoid (terutama di bronkus, pankreas, atau usus).
    • Tumor sel islet pankreas.
    • Kanker paru sel kecil (small cell lung cancer).
    • Feokromositoma.
  • Produksi GH Ektopik oleh Tumor Non-Hipofisis: Dalam kasus yang sangat, sangat jarang, beberapa tumor di luar hipofisis dapat secara langsung memproduksi GH. Contohnya termasuk tumor karsinoid dan limfoma yang sangat langka.

Penyebab ektopik ini memerlukan pendekatan diagnostik dan pengobatan yang berbeda, karena fokus utamanya adalah mengidentifikasi dan menghilangkan tumor ektopik yang menjadi sumber kelebihan GHRH atau GH. Namun, penting untuk diingat bahwa sebagian besar kasus akromegali disebabkan oleh adenoma hipofisis, sehingga pencarian tumor hipofisis selalu menjadi prioritas utama dalam investigasi diagnostik.

3. Gejala Akromegali

Gejala akromegali sangat bervariasi dan dapat memengaruhi hampir setiap sistem organ dalam tubuh. Karena penyakit ini berkembang secara perlahan, gejala seringkali tidak dikenali pada awalnya, dan diagnosis seringkali tertunda hingga bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun setelah onset sebenarnya. Perubahan fisik yang mencolok adalah tanda paling khas, tetapi banyak gejala lain yang kurang spesifik juga dapat timbul.

3.1. Perubahan Fisik Eksternal

Ini adalah gejala yang paling dikenali pada akromegali dan seringkali menjadi petunjuk awal, meskipun sering salah diinterpretasikan sebagai bagian dari penuaan normal.

  • Wajah:
    • Pembesaran Tulang Wajah: Tulang dahi, tulang pipi, dan sinus dapat membesar, memberikan kesan wajah yang lebih kasar dan berat.
    • Hidung: Hidung menjadi lebih lebar dan membesar.
    • Rahang Bawah (Mandibula): Rahang bawah tumbuh ke depan secara berlebihan (prognathism), menyebabkan gigi bawah menonjol ke depan daripada gigi atas dan jarak antar gigi melebar.
    • Bibit dan Lidah: Bibir menjadi lebih tebal, dan lidah dapat membesar (makroglosia), yang dapat menyebabkan kesulitan berbicara, mengunyah, dan menelan, serta berkontribusi pada sleep apnea.
  • Tangan dan Kaki:
    • Pembesaran Ekstremitas: Tangan dan kaki menjadi membesar secara signifikan. Pasien sering melaporkan bahwa ukuran cincin dan sepatu mereka terus bertambah seiring waktu. Bentuk tangan sering digambarkan sebagai "tangan sekop" karena jari-jari menjadi lebih tebal dan lebar.
    • Jari-jari: Jari-jari tangan dan kaki menjadi lebih tebal dan tumpul.
  • Kulit:
    • Penebalan dan Berminyak: Kulit menjadi lebih tebal, kasar, dan berminyak akibat pembesaran kelenjar sebaceous.
    • Keringat Berlebihan: Peningkatan produksi keringat (hiperhidrosis) adalah gejala umum, seringkali disertai bau badan yang kuat.
    • Skin Tag: Pertumbuhan kecil seperti kutil pada kulit (skin tags) sering ditemukan.
    • Hiperpigmentasi: Beberapa area kulit mungkin menjadi lebih gelap.
  • Leher dan Suara:
    • Penebalan Jaringan Leher: Jaringan lunak di leher dapat menebal.
    • Suara Serak/Berat: Pita suara dan laring membesar, menyebabkan suara menjadi lebih dalam, serak, atau parau.

3.2. Gejala Sistemik dan Komplikasi

Selain perubahan fisik, GH dan IGF-1 yang berlebihan memiliki efek luas pada berbagai sistem organ, menyebabkan sejumlah gejala sistemik dan komplikasi yang dapat sangat memengaruhi kesehatan pasien.

  • Sistem Muskuloskeletal:
    • Nyeri Sendi (Osteoartritis): Salah satu keluhan paling umum. Tulang rawan dan struktur sendi tumbuh berlebihan, menyebabkan kerusakan sendi progresif, terutama pada sendi lutut, pinggul, dan tulang belakang. Ini mengakibatkan nyeri kronis, kekakuan, dan keterbatasan gerak.
    • Kelemahan Otot: Meskipun massa otot dapat meningkat, kekuatan otot seringkali berkurang (miopati akromegali).
    • Carpal Tunnel Syndrome: Tekanan pada saraf median di pergelangan tangan akibat penebalan jaringan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, dan nyeri di tangan.
    • Skoliosis dan Spondilosis: Kelengkungan tulang belakang yang abnormal atau degenerasi sendi tulang belakang.
  • Sistem Kardiovaskular:
    • Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Sangat umum, terjadi pada hingga 40% pasien, berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit jantung.
    • Kardiomiopati Akromegali: Pembesaran dan penebalan otot jantung, yang dapat berkembang menjadi gagal jantung kongestif jika tidak diobati.
    • Aritmia Jantung: Gangguan irama jantung, yang dapat meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular.
    • Penyakit Katup Jantung: Penebalan katup jantung juga dapat terjadi.
  • Sistem Pernapasan:
    • Sleep Apnea: Sangat umum (hingga 70-80% pasien). Ini bisa bersifat obstruktif (akibat pembesaran jaringan lunak di tenggorokan, lidah, dan laring) atau sentral (akibat gangguan pada pusat pernapasan di otak). Menyebabkan kantuk di siang hari, kelelahan, dan meningkatkan risiko kardiovaskular.
    • Pembesaran Laring dan Trakea: Dapat menyebabkan kesulitan bernapas.
  • Sistem Metabolik:
    • Intoleransi Glukosa dan Diabetes Mellitus: GH yang berlebihan adalah hormon kontra-regulasi insulin, yang berarti ia meningkatkan resistensi insulin. Ini dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan, pada akhirnya, diabetes mellitus tipe 2 pada sekitar 25-50% pasien.
  • Sistem Neurologis:
    • Sakit Kepala: Umum, bisa disebabkan oleh massa tumor itu sendiri atau efek GH pada pembuluh darah otak.
    • Neuropati Perifer: Kerusakan saraf perifer yang menyebabkan mati rasa atau nyeri.
  • Sistem Endokrin Lain:
    • Gangguan Menstruasi dan Disfungsi Seksual: Pada wanita, amenore (tidak adanya menstruasi) dan oligomenore (menstruasi tidak teratur) sering terjadi. Pada pria, disfungsi ereksi dan penurunan libido bisa menjadi masalah. Ini bisa disebabkan oleh tekanan tumor pada bagian hipofisis yang menghasilkan hormon seks atau oleh peningkatan prolaktin (jika tumor juga menghasilkan prolaktin atau menekan tangkai hipofisis).
    • Pembesaran Kelenjar Tiroid: Dapat menyebabkan goiter (gondok).
  • Peningkatan Risiko Kanker:
    • Akromegali dikaitkan dengan peningkatan risiko beberapa jenis kanker, terutama kanker kolon (usus besar), polip kolon, dan mungkin juga kanker payudara dan prostat. Oleh karena itu, skrining rutin sangat penting.

3.3. Gejala Akibat Massa Tumor (Jika Makroadenoma)

Jika adenoma hipofisis cukup besar (makroadenoma, >1 cm), tumor dapat menekan struktur di sekitarnya di otak, menyebabkan gejala tambahan:

  • Gangguan Penglihatan: Kiasma optik, jalur saraf yang menyilang dari mata ke otak, terletak tepat di atas kelenjar hipofisis. Tekanan tumor pada kiasma optik dapat menyebabkan hilangnya lapang pandang, biasanya dimulai dengan hilangnya penglihatan perifer pada kedua sisi (hemianopsia bitemporal).
  • Sakit Kepala: Dapat menjadi lebih parah dan persisten, seringkali tanpa pola spesifik.
  • Hipopituitarisme: Tekanan tumor juga dapat merusak bagian hipofisis yang sehat, menyebabkan kekurangan hormon hipofisis lainnya (misalnya, TSH, ACTH, FSH/LH, prolaktin), yang mengakibatkan gejala seperti kelelahan, penurunan berat badan, hipotensi, hipotiroidisme, atau insufisiensi adrenal.

3.4. Perkembangan Gejala

Perlu ditekankan bahwa semua gejala ini berkembang secara sangat lambat. Pasien mungkin tidak menyadari perubahan pada tubuh mereka karena terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun. Seringkali, anggota keluarga, teman, atau bahkan dokter yang jarang bertemu pasien yang pertama kali mencurigai adanya perubahan signifikan pada penampilan fisik. Rata-rata waktu dari onset gejala hingga diagnosis bisa mencapai 8-10 tahun, kadang lebih lama. Keterlambatan diagnosis ini berkontribusi pada perkembangan komplikasi yang lebih serius.

Oleh karena itu, kesadaran akan gejala-gejala ini, terutama perubahan ukuran tangan, kaki, atau fitur wajah, serta munculnya komplikasi seperti diabetes atau hipertensi tanpa sebab jelas, sangat penting untuk diagnosis dini dan penanganan yang tepat.

4. Diagnosis Akromegali

Diagnosis akromegali memerlukan kombinasi pemeriksaan klinis, tes laboratorium biokimia, dan studi pencitraan. Mengingat perkembangan gejala yang lambat, kecurigaan klinis adalah langkah pertama yang krusial.

4.1. Kecurigaan Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Dokter akan mulai dengan riwayat kesehatan pasien dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Kecurigaan muncul jika ada kombinasi dari beberapa tanda dan gejala yang telah dijelaskan sebelumnya, seperti:

  • Perubahan progresif pada fitur wajah (penebalan hidung, rahang menonjol).
  • Pembesaran tangan dan kaki (ukuran cincin atau sepatu yang terus bertambah).
  • Kulit berminyak dan berkeringat berlebihan.
  • Nyeri sendi yang tidak dapat dijelaskan.
  • Gejala komplikasi seperti hipertensi, diabetes, atau sleep apnea.
  • Sakit kepala atau gangguan penglihatan.

Dokter mungkin akan membandingkan foto lama pasien dengan penampilan saat ini untuk melihat perubahan bertahap yang mungkin tidak disadari oleh pasien.

4.2. Tes Laboratorium Biokimia

Tes darah adalah kunci untuk mengonfirmasi diagnosis akromegali dan membedakannya dari kondisi lain. Dua tes utama yang digunakan adalah pengukuran IGF-1 dan tes penekanan GH dengan glukosa oral.

4.2.1. Insulin-Like Growth Factor-1 (IGF-1)

  • Fungsi: IGF-1 adalah hormon yang diproduksi oleh hati sebagai respons terhadap stimulasi GH. Karena GH dilepaskan secara pulsatile (berdenyut) sepanjang hari dan malam, kadar GH dalam satu sampel darah acak bisa sangat bervariasi dan tidak selalu mencerminkan produksi rata-rata GH.
  • Keunggulan: Kadar IGF-1 relatif stabil sepanjang hari dan secara akurat mencerminkan rata-rata kadar GH selama 24 jam. Ini menjadikannya alat skrining terbaik untuk akromegali.
  • Interpretasi: Kadar IGF-1 yang secara konsisten tinggi untuk usia dan jenis kelamin pasien sangat sugestif akromegali. Namun, perlu diingat bahwa beberapa kondisi lain (misalnya kehamilan, pubertas) juga dapat meningkatkan IGF-1, sementara beberapa kondisi (malnutrisi, penyakit hati atau ginjal kronis, hipotiroidisme, diabetes yang tidak terkontrol) dapat menurunkan IGF-1 dan berpotensi menutupi diagnosis akromegali.

4.2.2. Tes Penekanan GH dengan Glukosa Oral (Oral Glucose Tolerance Test - OGTT)

  • Fungsi: Ini adalah tes konfirmasi definitif untuk akromegali. Pada individu sehat, konsumsi glukosa akan menekan pelepasan GH dari kelenjar hipofisis.
  • Prosedur: Pasien minum larutan glukosa pekat (biasanya 75 gram). Kadar GH diukur sebelum konsumsi glukosa dan pada interval waktu tertentu (misalnya, 30, 60, 90, dan 120 menit) setelah konsumsi.
  • Interpretasi: Pada individu normal, kadar GH akan turun di bawah 1 nanogram per mililiter (ng/mL) setelah beban glukosa. Pada pasien akromegali, mekanisme penekanan ini terganggu, dan kadar GH gagal menurun di bawah ambang batas ini, bahkan mungkin meningkat secara paradoks. Ambang batas GH saat ini untuk diagnosis akromegali aktif adalah >0.4 ng/mL atau >1 ng/mL tergantung pada metode assay GH yang digunakan.

4.2.3. Pengukuran Hormon Lain

  • Prolaktin: Sekitar 30% adenoma penghasil GH juga mengsekresikan prolaktin secara bersamaan (ko-sekresi). Jika prolaktin sangat tinggi, ini juga bisa menjadi petunjuk adanya adenoma hipofisis.
  • Hormon Hipofisis Lain: TSH (hormon perangsang tiroid), kortisol pagi, ACTH (hormon adrenokortikotropik), LH (hormon luteinisasi), dan FSH (hormon perangsang folikel) dapat diukur untuk menilai fungsi kelenjar hipofisis secara keseluruhan dan mendeteksi hipopituitarisme yang mungkin disebabkan oleh tekanan tumor.

4.3. Studi Pencitraan

Setelah diagnosis biokimia dikonfirmasi, studi pencitraan diperlukan untuk melokalisasi sumber kelebihan GH, yang paling sering adalah adenoma hipofisis.

4.3.1. MRI Hipofisis dengan Kontras

  • Gold Standard: Magnetic Resonance Imaging (MRI) hipofisis dengan kontras gadolinium adalah metode pencitraan pilihan utama.
  • Informasi yang Diberikan: MRI dapat mengidentifikasi lokasi, ukuran, dan karakteristik adenoma hipofisis. Ia juga dapat menilai apakah tumor telah menginvasi struktur di sekitarnya, seperti sinus kavernosus atau kiasma optik.
  • Pentingnya: Informasi ini sangat penting untuk perencanaan bedah dan penilaian prognosis.

4.3.2. CT Scan

  • Alternatif: Computed Tomography (CT) scan kepala dengan kontras dapat digunakan jika MRI dikontraindikasikan (misalnya, pada pasien dengan alat pacu jantung atau implan logam tertentu).
  • Keterbatasan: CT scan kurang sensitif dibandingkan MRI dalam mendeteksi adenoma kecil atau dalam menilai invasi tumor ke jaringan lunak.

4.3.3. X-ray (Rontgen)

Meskipun tidak diagnostik untuk tumor hipofisis, rontgen dapat menunjukkan tanda-tanda akromegali pada tulang:

  • Tangan dan Kaki: Rontgen dapat menunjukkan penebalan korteks tulang, pembesaran falang distal ("tufting"), dan pelebaran sendi.
  • Lateral Skull: Rontgen tengkorak lateral dapat menunjukkan pembesaran sella turcica (rongga tempat hipofisis berada) dan penebalan tulang dahi.
  • Tulang Belakang: Dapat menunjukkan osteoartritis pada sendi tulang belakang dan skoliosis.

4.4. Pemeriksaan Tambahan untuk Komplikasi

Karena akromegali memengaruhi banyak sistem organ, pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan untuk menilai komplikasi yang mungkin sudah terjadi:

  • Ekokardiogram: Untuk menilai ukuran dan fungsi jantung, serta mendeteksi kardiomiopati atau masalah katup jantung.
  • Kolonoskopi: Karena peningkatan risiko polip kolon dan kanker kolon, skrining kolonoskopi direkomendasikan pada saat diagnosis atau segera setelahnya.
  • Polisomnografi (Studi Tidur): Untuk mendiagnosis dan menilai tingkat keparahan sleep apnea.
  • Pemeriksaan Lapang Pandang: Dilakukan oleh ahli mata untuk mendeteksi gangguan penglihatan akibat tekanan tumor pada kiasma optik.
  • Tes Fungsi Paru: Untuk menilai kapasitas paru-paru jika ada kecurigaan masalah pernapasan.

Dengan menggabungkan semua informasi dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik, tes biokimia, dan pencitraan, dokter dapat menegakkan diagnosis akromegali secara akurat dan merencanakan strategi pengobatan yang paling sesuai.

5. Penatalaksanaan Akromegali

Tujuan utama penatalaksanaan akromegali adalah untuk menormalkan kadar hormon pertumbuhan (GH) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1), mengurangi ukuran tumor hipofisis, meredakan gejala, mencegah komplikasi, serta meningkatkan kualitas hidup dan harapan hidup pasien. Pendekatan pengobatan umumnya melibatkan kombinasi modalitas, yang meliputi pembedahan, terapi obat, dan radioterapi.

5.1. Pembedahan: Terapi Lini Pertama

Pembedahan transsphenoidal (Transsphenoidal Surgery/TSS) adalah terapi lini pertama yang paling disukai untuk sebagian besar pasien akromegali. Tujuannya adalah untuk mengangkat tumor hipofisis sebanyak mungkin sambil mempertahankan fungsi hipofisis yang sehat.

5.1.1. Prosedur Transsphenoidal

  • Pendekatan: Prosedur ini dilakukan dengan mengakses kelenjar hipofisis melalui rongga hidung dan sinus sphenoid, sebuah rongga udara di belakang hidung. Pendekatan ini menghindari perlunya membuka tengkorak (kraniotomi), sehingga invasifnya lebih minimal dan waktu pemulihan lebih cepat.
  • Teknik: Pembedahan dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop bedah (mikroadenomektomi) atau endoskop (endoskopi transsphenoidal). Teknik endoskopi semakin populer karena menawarkan pandangan yang lebih luas dan detail, memungkinkan reseksi tumor yang lebih presisi.
  • Keberhasilan: Tingkat keberhasilan pembedahan (yaitu, normalisasi kadar GH dan IGF-1) sangat bergantung pada ukuran tumor dan pengalaman ahli bedah.
    • Mikroadenoma: Untuk tumor kecil (kurang dari 1 cm), tingkat kesembuhan bisa mencapai 80-90%.
    • Makroadenoma: Untuk tumor besar (lebih dari 1 cm), terutama jika ada invasi ke struktur sekitar, tingkat kesembuhan lebih rendah, berkisar 40-50%. Namun, operasi tetap penting untuk mengurangi massa tumor dan meredakan gejala kompresi (seperti gangguan penglihatan).

5.1.2. Keuntungan Pembedahan

  • Potensi penyembuhan permanen, terutama untuk mikroadenoma.
  • Penurunan cepat kadar GH dan IGF-1.
  • Meredakan gejala kompresi tumor dengan segera (misalnya, perbaikan lapang pandang).

5.1.3. Risiko dan Komplikasi Pembedahan

  • Kebocoran Cairan Serebrospinal (CSF): Meskipun jarang, dapat terjadi dan memerlukan perbaikan.
  • Infeksi: Seperti meningitis atau sinusitis.
  • Pendarahan: Hematoma di area bedah.
  • Kerusakan Hipofisis Normal: Dapat menyebabkan hipopituitarisme (kekurangan hormon hipofisis lainnya) yang mungkin bersifat sementara atau permanen, memerlukan terapi penggantian hormon.
  • Diabetes Insipidus: Kekurangan hormon antidiuretik (ADH) yang menyebabkan produksi urine berlebihan dan rasa haus ekstrem. Biasanya sementara, tetapi bisa permanen.
  • Kerusakan Saraf Optik (Sangat Jarang): Meskipun tujuannya adalah melindungi, risiko kecil selalu ada.

5.2. Terapi Obat

Terapi obat digunakan pada pasien yang tidak sembuh sepenuhnya setelah pembedahan, yang tidak dapat menjalani operasi, atau sebagai terapi lini pertama pada kasus tertentu (misalnya, untuk mengecilkan tumor sebelum operasi).

5.2.1. Analog Somatostatin (SRLs)

  • Mekanisme Kerja: Somatostatin adalah hormon alami yang menghambat pelepasan GH dari hipofisis. Analog somatostatin sintetis (SRLs) meniru efek ini dengan mengikat reseptor somatostatin (terutama tipe 2 dan 5) pada sel tumor penghasil GH, sehingga menekan sekresi GH dan, pada gilirannya, IGF-1. SRLs juga dapat menyebabkan penyusutan ukuran tumor.
  • Obat:
    • Octreotide (Sandostatin LAR): Diberikan melalui injeksi intramuskular bulanan.
    • Lanreotide (Somatuline Depot): Diberikan melalui injeksi subkutan dalam (deep subcutaneous) bulanan atau setiap 6-8 minggu.
  • Efektivitas: SRLs dapat menormalkan kadar GH dan IGF-1 pada 50-70% pasien dan menyebabkan penyusutan tumor pada 30-70% pasien.
  • Efek Samping: Yang paling umum adalah gangguan gastrointestinal (diare, mual, nyeri perut, kembung), yang biasanya ringan dan sementara. Komplikasi jangka panjang meliputi pembentukan batu empedu (kolelitiasis) karena penghambatan kontraksi kantung empedu, dan kadang-kadang hipoglikemia.

5.2.2. Agonis Dopamin

  • Mekanisme Kerja: Agonis dopamin bekerja dengan mengikat reseptor dopamin D2 pada sel tumor hipofisis, yang dapat menghambat produksi GH pada sebagian pasien. Mereka lebih efektif jika tumor juga mengsekresikan prolaktin.
  • Obat:
    • Cabergoline: Obat pilihan, diberikan secara oral, biasanya 1-2 kali seminggu. Lebih efektif dan ditoleransi lebih baik daripada bromocriptine.
    • Bromocriptine: Obat yang lebih tua, kurang efektif dalam menurunkan GH pada akromegali murni dibandingkan cabergoline, dan memiliki profil efek samping yang lebih buruk.
  • Efektivitas: Agonis dopamin kurang poten dibandingkan SRLs atau pegvisomant. Mereka dapat menormalkan kadar IGF-1 pada sekitar 30-50% pasien, terutama jika ada peningkatan prolaktin. Sering digunakan sebagai terapi tambahan atau pada kasus ringan.
  • Efek Samping: Mual, muntah, pusing, sakit kepala, hipotensi ortostatik.

5.2.3. Antagonis Reseptor GH (Pegvisomant)

  • Mekanisme Kerja: Pegvisomant (Somavert) adalah mutan molekul GH yang mengikat reseptor GH di jaringan (terutama hati) tetapi tidak mengaktivasinya, sehingga secara efektif memblokir kerja GH endogen. Ini menurunkan produksi IGF-1 tanpa memengaruhi kadar GH di sirkulasi.
  • Obat: Diberikan melalui injeksi subkutan harian.
  • Efektivitas: Sangat efektif dalam menormalkan kadar IGF-1, dengan tingkat keberhasilan mencapai 90% atau lebih pada pasien yang resisten terhadap terapi lain. Namun, pegvisomant tidak mengurangi ukuran tumor hipofisis, karena tidak bekerja di kelenjar hipofisis itu sendiri.
  • Efek Samping: Reaksi di tempat injeksi, peningkatan enzim hati (memerlukan pemantauan berkala fungsi hati), dan dalam beberapa kasus, potensi peningkatan ukuran tumor (meskipun jarang dan kontroversial).

5.3. Radioterapi

Radioterapi biasanya dianggap sebagai terapi lini ketiga, digunakan jika pembedahan dan terapi obat gagal mencapai kontrol biokimia yang adekuat, atau jika ada sisa tumor yang signifikan yang mengancam struktur vital.

5.3.1. Jenis Radioterapi

  • Radioterapi Konvensional (Fraksionasi): Diberikan dalam dosis kecil setiap hari selama beberapa minggu.
    • Keuntungan: Secara bertahap menurunkan kadar GH dan IGF-1, dan dapat mengontrol pertumbuhan tumor.
    • Kekurangan: Efeknya sangat lambat, bisa memakan waktu 5-10 tahun untuk mencapai normalisasi hormon. Risiko hipopituitarisme jangka panjang cukup tinggi karena paparan radiasi pada jaringan hipofisis normal di sekitarnya.
  • Radiosurgery Stereotaktik (SRS): Seperti Gamma Knife atau CyberKnife. Ini adalah teknik yang memberikan dosis radiasi tunggal yang sangat tinggi dan terfokus secara tepat ke tumor, meminimalkan paparan ke jaringan sehat di sekitarnya.
    • Keuntungan: Lebih cepat dalam mencapai kontrol hormon (meskipun masih butuh waktu bertahun-tahun, lebih cepat dari konvensional), risiko hipopituitarisme dan kerusakan struktur sekitar lebih rendah karena presisi yang tinggi.
    • Kekurangan: Efek penurunan GH/IGF-1 masih membutuhkan waktu, dan tetap ada risiko hipopituitarisme jangka panjang. Tidak cocok untuk tumor yang sangat besar atau yang letaknya dekat dengan saraf optik karena risiko kerusakan.

5.3.2. Efek Samping Radioterapi

  • Hipopituitarisme: Komplikasi paling umum dan paling penting. Kekurangan hormon hipofisis dapat terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun setelah radiasi.
  • Kerusakan Saraf Optik: Meskipun jarang dengan SRS, tetap merupakan risiko jika tumor sangat dekat dengan kiasma optik.
  • Nekrosis Otak: Sangat jarang, tetapi merupakan komplikasi serius.
  • Peningkatan Risiko Tumor Sekunder: Risiko yang sangat kecil untuk mengembangkan tumor baru di area yang diradiasi dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Radioterapi biasanya membutuhkan pemantauan ketat dan terapi pengganti hormon jangka panjang jika terjadi hipopituitarisme.

5.4. Pendekatan Terapi Kombinasi

Dalam banyak kasus, pasien mungkin memerlukan kombinasi dari modalitas pengobatan ini. Misalnya, pembedahan diikuti oleh terapi obat jika GH/IGF-1 tetap tinggi, atau terapi obat pra-operasi untuk mengecilkan tumor sebelum operasi. Pemilihan strategi pengobatan harus individual dan didasarkan pada karakteristik tumor, kadar hormon, gejala pasien, dan preferensi pasien, dengan mempertimbangkan potensi risiko dan manfaat dari setiap pilihan.

Manajemen akromegali membutuhkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan endokrinolog, ahli bedah saraf, radioterapis, ahli kardiologi, dan spesialis lainnya untuk memastikan penanganan yang optimal dan komprehensif.

6. Komplikasi Akromegali

Akromegali, jika tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik, dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius yang memengaruhi hampir setiap sistem organ dalam tubuh. Komplikasi ini adalah penyebab utama peningkatan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pada pasien akromegali. Kontrol kadar GH dan IGF-1 yang efektif adalah kunci untuk mencegah atau membalikkan banyak dari komplikasi ini.

6.1. Komplikasi Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab utama kematian pada pasien akromegali yang tidak diobati. Kelebihan GH dan IGF-1 memiliki efek langsung pada jantung dan pembuluh darah.

  • Kardiomiopati Akromegali: Ini adalah pembesaran dan penebalan otot jantung (hipertrofi ventrikel kiri). Awalnya, jantung dapat mengkompensasi, tetapi seiring waktu, ini dapat menyebabkan disfungsi diastolik (gangguan pengisian jantung) dan sistolik (gangguan pemompaan jantung), yang pada akhirnya berkembang menjadi gagal jantung kongestif.
  • Hipertensi: Tekanan darah tinggi sangat umum pada akromegali, terjadi pada 30-50% pasien. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk peningkatan volume darah, retensi natrium, peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan resistensi insulin. Hipertensi meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan kerusakan ginjal.
  • Aritmia Jantung: Gangguan irama jantung, seperti fibrilasi atrium dan takikardia supraventrikular, lebih sering terjadi pada pasien akromegali.
  • Penyakit Katup Jantung: Penebalan katup aorta dan mitral dapat terjadi, yang berpotensi menyebabkan stenosis (penyempitan) atau regurgitasi (kebocoran).

6.2. Komplikasi Metabolik

GH adalah hormon kontra-regulasi insulin, yang berarti ia menghambat kerja insulin.

  • Intoleransi Glukosa dan Diabetes Mellitus Tipe 2: Kelebihan GH menyebabkan resistensi insulin, di mana sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin. Ini mengakibatkan peningkatan kadar gula darah. Sekitar 25-50% pasien akromegali mengembangkan diabetes mellitus tipe 2, dan sebagian besar lainnya mengalami intoleransi glukosa. Diabetes yang tidak terkontrol meningkatkan risiko komplikasi mikrovaskular (neuropati, nefropati, retinopati) dan makrovaskular.

6.3. Komplikasi Pernapasan

  • Sleep Apnea: Ini adalah komplikasi pernapasan yang paling umum, memengaruhi 70-80% pasien. Bisa berupa sleep apnea obstruktif (akibat pembesaran jaringan lunak di saluran napas atas, seperti lidah dan palatum molle) atau sentral (gangguan pada kontrol pernapasan di otak). Sleep apnea menyebabkan kantuk di siang hari, kelelahan, dan meningkatkan risiko kardiovaskular.
  • Perubahan Struktur Pernapasan: Pembesaran laring dan trakea dapat menyebabkan kesulitan bernapas dan intubasi yang sulit jika diperlukan.

6.4. Komplikasi Muskuloskeletal

Kelebihan GH dan IGF-1 menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat.

  • Osteoartritis: Kerusakan sendi degeneratif yang parah, terutama pada sendi besar seperti lutut, pinggul, dan tulang belakang. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dan kerusakan tulang rawan serta remodeling tulang subkondral. Menyebabkan nyeri kronis, kekakuan, dan keterbatasan mobilitas.
  • Carpal Tunnel Syndrome: Tekanan pada saraf median di pergelangan tangan akibat penebalan jaringan lunak, menyebabkan nyeri, mati rasa, dan kesemutan di tangan.
  • Skoliosis dan Spondilosis: Kelengkungan tulang belakang yang abnormal atau degenerasi sendi tulang belakang, menyebabkan nyeri punggung dan postur yang buruk.
  • Kelemahan Otot (Miopati): Meskipun ada peningkatan massa otot, seringkali ada penurunan kekuatan otot.

6.5. Komplikasi Neurologis

  • Sakit Kepala: Umum, dapat disebabkan oleh massa tumor yang menekan struktur di otak atau oleh efek GH pada vaskulatur serebral.
  • Neuropati Perifer: Kerusakan saraf perifer yang menyebabkan mati rasa, kesemutan, atau nyeri pada ekstremitas.
  • Gangguan Penglihatan: Akibat tekanan makroadenoma pada kiasma optik, menyebabkan hilangnya lapang pandang (hemianopsia bitemporal) atau bahkan kebutaan jika tidak diobati.

6.6. Peningkatan Risiko Kanker

Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko untuk jenis kanker tertentu pada pasien akromegali:

  • Kanker Kolorektal: Peningkatan risiko polip kolon (adenomatosa) dan kanker kolon. Oleh karena itu, skrining kolonoskopi rutin direkomendasikan.
  • Kanker Tiroid: Peningkatan insiden nodul tiroid dan mungkin kanker tiroid.
  • Kanker Payudara dan Prostat: Beberapa studi menunjukkan sedikit peningkatan risiko, tetapi data masih beragam.

6.7. Hipopituitarisme

Kekurangan hormon hipofisis lainnya dapat terjadi akibat tekanan tumor pada jaringan hipofisis normal yang sehat, atau sebagai komplikasi dari pembedahan atau radioterapi. Ini dapat menyebabkan:

  • Hipotiroidisme: Kekurangan TSH.
  • Insufisiensi Adrenal: Kekurangan ACTH.
  • Hipogonadisme: Kekurangan FSH dan LH (menyebabkan gangguan menstruasi pada wanita dan disfungsi ereksi/penurunan libido pada pria).

Kondisi ini memerlukan terapi penggantian hormon seumur hidup.

6.8. Dampak Psikososial

Perubahan penampilan fisik yang signifikan dan tidak dapat diubah (seperti fitur wajah yang membesar) dapat berdampak serius pada citra diri, harga diri, dan kesehatan mental pasien. Depresi, kecemasan, dan isolasi sosial seringkali dialami, memerlukan dukungan psikologis sebagai bagian dari penanganan komprehensif.

Mengingat luasnya spektrum komplikasi, diagnosis dini dan pengobatan yang efektif sangat vital untuk meminimalkan dampak akromegali dan meningkatkan prognosis jangka panjang pasien.

7. Hidup dengan Akromegali dan Pemantauan Jangka Panjang

Hidup dengan akromegali melibatkan lebih dari sekadar pengobatan awal. Karena sifat penyakit ini yang kronis dan potensi komplikasi jangka panjang, pemantauan rutin dan manajemen seumur hidup sangat penting untuk memastikan kontrol penyakit yang optimal, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Ini memerlukan pendekatan tim multidisiplin yang terkoordinasi.

7.1. Pentingnya Pemantauan Rutin

Pasien akromegali, bahkan setelah remisi, memerlukan pemantauan berkala untuk memastikan kontrol hormonal yang stabil dan deteksi dini komplikasi.

  • Pemantauan Biokimia:
    • GH dan IGF-1: Kadar kedua hormon ini harus diperiksa secara teratur (misalnya, setiap 6-12 bulan) untuk memastikan bahwa mereka tetap dalam kisaran normal. Jika kadar mulai meningkat, ini mungkin menandakan kekambuhan tumor atau perlunya penyesuaian pengobatan.
    • Fungsi Hipofisis Lain: Hormon hipofisis anterior lainnya (TSH, ACTH, FSH/LH, prolaktin) juga harus dipantau untuk mendeteksi hipopituitarisme, terutama setelah pembedahan atau radioterapi. Jika terjadi defisiensi, terapi penggantian hormon yang tepat harus dimulai.
  • Pencitraan MRI:
    • MRI Hipofisis: MRI kepala dengan kontras harus diulang secara berkala (misalnya, setiap 1-3 tahun, tergantung kasus) untuk memantau sisa tumor, mendeteksi pertumbuhan kembali, atau mengevaluasi efek terapi.
  • Skrining dan Manajemen Komplikasi:
    • Kardiovaskular: Pemantauan tekanan darah, skrining diabetes, evaluasi lipid, dan ekokardiogram berkala untuk menilai fungsi jantung.
    • Diabetes Mellitus: Pemeriksaan gula darah rutin (HbA1c) dan manajemen yang ketat jika diabetes terdiagnosis.
    • Sleep Apnea: Skrining dan penanganan sleep apnea, yang mungkin memerlukan terapi CPAP (Continuous Positive Airway Pressure).
    • Kolon: Skrining kolonoskopi harus dilanjutkan secara berkala karena risiko kanker kolon yang lebih tinggi.
    • Tiroid: Pemeriksaan fisik dan USG tiroid jika ada nodul atau goiter.
    • Muskuloskeletal: Penanganan nyeri sendi dan evaluasi fungsional untuk menjaga mobilitas.
    • Mata: Pemeriksaan lapang pandang rutin jika ada riwayat gangguan penglihatan akibat tumor.

7.2. Tim Multidisiplin

Manajemen akromegali yang efektif membutuhkan kolaborasi erat dari berbagai spesialis kesehatan. Tim perawatan mungkin termasuk:

  • Endokrinolog: Dokter utama yang mengelola diagnosis, pemantauan hormonal, dan terapi obat.
  • Ahli Bedah Saraf: Melakukan pembedahan tumor hipofisis.
  • Radioterapis: Merencanakan dan memberikan radioterapi jika diperlukan.
  • Ahli Kardiologi: Mengelola komplikasi kardiovaskular.
  • Ahli Gastroenterologi: Melakukan skrining kolonoskopi.
  • Ahli Pulmonologi: Mendiagnosis dan mengelola sleep apnea.
  • Reumatolog/Ahli Ortopedi: Mengelola masalah sendi dan tulang.
  • Ahli Mata: Memantau gangguan penglihatan.
  • Ahli Diet/Nutrisionis: Memberikan panduan diet untuk mengelola diabetes atau masalah metabolik lainnya.
  • Psikolog/Psikiater: Memberikan dukungan untuk mengatasi dampak psikososial penyakit.

7.3. Dukungan Psikososial

Dampak fisik dan emosional akromegali dapat sangat membebani. Perubahan penampilan fisik yang ireversibel, nyeri kronis, dan kekhawatiran tentang komplikasi dapat memengaruhi kesehatan mental pasien. Oleh karena itu, dukungan psikososial adalah komponen penting dari perawatan:

  • Konseling: Bantuan profesional untuk mengatasi depresi, kecemasan, masalah citra diri, dan penyesuaian terhadap penyakit kronis.
  • Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan pasien akromegali dapat memberikan rasa kebersamaan, berbagi pengalaman, dan strategi penanganan dari orang lain yang menghadapi tantangan serupa.
  • Edukasi Pasien: Memahami penyakit, rencana perawatan, dan pentingnya kepatuhan dapat memberdayakan pasien untuk mengelola kondisi mereka dengan lebih baik.

7.4. Manajemen Gejala Sisa

Meskipun pengobatan dapat menghentikan perkembangan penyakit dan menormalkan kadar hormon, beberapa perubahan fisik atau komplikasi mungkin tidak sepenuhnya reversibel. Manajemen gejala sisa sangat penting:

  • Nyeri Sendi: Terapi fisik, obat antiinflamasi, atau bahkan pembedahan sendi mungkin diperlukan untuk mengelola nyeri dan mempertahankan fungsi.
  • Kelelahan: Seringkali persisten bahkan setelah kontrol hormon tercapai. Strategi manajemen energi dan gaya hidup sehat dapat membantu.
  • Perubahan Penampilan: Konseling psikologis dapat membantu pasien menerima perubahan pada penampilan mereka. Dalam beberapa kasus, prosedur bedah kosmetik dapat dipertimbangkan, tetapi biasanya setelah kondisi endokrin terkontrol penuh.

7.5. Prognosis dan Kualitas Hidup

Dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang efektif, harapan hidup pasien akromegali dapat mendekati harapan hidup populasi umum. Kontrol biokimia yang optimal sangat berkorelasi dengan penurunan mortalitas kardiovaskular dan peningkatan kualitas hidup. Namun, jika tidak diobati, akromegali dapat mengurangi harapan hidup hingga 10-15 tahun, terutama akibat komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular.

Penting untuk diingat bahwa setiap individu merespons pengobatan secara berbeda, dan perjalanan hidup dengan akromegali adalah unik bagi setiap pasien. Kepatuhan terhadap rencana pengobatan dan pemantauan yang direkomendasikan adalah kunci untuk mencapai hasil terbaik.

8. Kesimpulan

Akromegali adalah penyakit endokrin kronis yang langka, disebabkan oleh produksi hormon pertumbuhan (GH) berlebihan dari tumor jinak kelenjar hipofisis. Kondisi ini dicirikan oleh pertumbuhan abnormal pada tangan, kaki, dan fitur wajah, serta serangkaian komplikasi sistemik yang serius, termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes, sleep apnea, dan nyeri sendi kronis. Perkembangan gejala yang lambat sering menyebabkan penundaan diagnosis, yang pada gilirannya dapat memperburuk komplikasi dan memengaruhi kualitas hidup serta harapan hidup pasien.

Diagnosis akromegali didasarkan pada kombinasi kecurigaan klinis, pengukuran kadar insulin-like growth factor-1 (IGF-1) yang tinggi, hasil tes penekanan GH dengan glukosa oral yang abnormal, dan konfirmasi adanya adenoma hipofisis melalui pencitraan MRI. Setelah diagnosis ditegakkan, penatalaksanaan berfokus pada normalisasi kadar GH dan IGF-1, pengurangan ukuran tumor, serta manajemen komplikasi. Pilihan terapi utama meliputi pembedahan transsphenoidal, terapi obat (analog somatostatin, agonis dopamin, dan antagonis reseptor GH), dan radioterapi.

Hidup dengan akromegali memerlukan komitmen terhadap pemantauan jangka panjang yang ketat dan dukungan dari tim multidisiplin. Pemantauan rutin kadar hormon, pencitraan tumor, serta skrining dan pengelolaan komplikasi adalah esensial untuk mencegah kekambuhan dan meminimalkan dampak penyakit. Meskipun beberapa perubahan fisik mungkin bersifat permanen, pengobatan yang efektif dapat menghentikan progresivitas penyakit, memperbaiki kualitas hidup, dan menormalkan harapan hidup. Kesadaran masyarakat dan profesional kesehatan akan akromegali sangat penting untuk memfasilitasi diagnosis dini dan memastikan akses pasien terhadap perawatan yang komprehensif dan berkelanjutan.