Ahlusunah Waljamaah merupakan terminologi fundamental dalam Islam yang merujuk pada mayoritas umat Muslim yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya. Istilah ini bukan sekadar label, melainkan identitas yang mencerminkan komitmen terhadap pemahaman Islam yang otentik, bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah, serta dipahami sesuai dengan manhaj (metodologi) para ulama salafus shalih. Dalam kerangka ini, Ahlusunah Waljamaah berfungsi sebagai mercusuar yang membimbing umat agar tetap berada di jalur kebenaran dan menjauhi berbagai bentuk bid'ah, khurafat, dan penyimpangan akidah maupun syariat.
Memahami Ahlusunah Waljamaah secara komprehensif adalah krusial di era modern ini, di mana berbagai ideologi dan interpretasi Islam yang beragam (dan terkadang menyimpang) bermunculan. Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Ahlusunah Waljamaah, umat Islam dapat menjaga kesatuan, kemurnian ajaran agama, serta menghadapi tantangan kontemporer dengan hikmah dan kebijaksanaan yang berakar pada tradisi keilmuan Islam yang mapan.
Ilustrasi Al-Quran sebagai sumber cahaya dan fondasi kebenaran Ahlusunah Waljamaah.
Definisi dan Asal Mula Ahlusunah Waljamaah
Pengertian Linguistik dan Terminologi
Secara linguistik, "Ahlusunah Waljamaah" terdiri dari tiga kata: "Ahl" (kaum, keluarga, pengikut), "As-Sunnah" (jalan, metode, ajaran, tradisi), dan "Al-Jama'ah" (kelompok, persatuan, mayoritas). Jadi, secara harfiah, ia berarti "pengikut jalan (Nabi) dan persatuan (umat)."
Dalam terminologi syar'i, Ahlusunah Waljamaah adalah kelompok umat Islam yang secara konsisten berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ, serta mengikuti pemahaman para Sahabat, Tabi'in, dan Salafus Shalih (generasi terbaik umat Islam). Mereka adalah mayoritas umat yang senantiasa menjaga akidah dan syariat Islam dari penyimpangan, bid'ah, dan khurafat, serta menghindari perpecahan dalam agama.
Nabi Muhammad ﷺ sendiri telah mengisyaratkan akan munculnya perpecahan dalam umat dan mengarahkan umatnya untuk berpegang pada Sunnahnya dan Sunnah Khulafaur Rasyidin. Beliau bersabda: "Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah menjadi 72 golongan, dan umatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu." Para sahabat bertanya, "Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Mereka adalah apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya." (HR. Tirmidzi). Hadis ini menjadi landasan kuat bagi Ahlusunah Waljamaah untuk mendefinisikan diri sebagai golongan yang selamat.
Sejarah Kemunculan dan Konsolidasi
Ahlusunah Waljamaah bukan suatu sekte atau aliran baru yang muncul di kemudian hari, melainkan merupakan representasi dari Islam yang murni sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan diamalkan oleh para sahabat. Namun, istilah ini mulai menonjol dan digunakan sebagai identitas kolektif setelah munculnya berbagai kelompok yang menyimpang dalam akidah dan manhaj setelah era Sahabat. Misalnya, munculnya Khawarij yang mengkafirkan kaum Muslimin, Syi'ah yang mengagungkan Ahlul Bait secara berlebihan dan mencela Sahabat, Qadariyah yang menolak takdir, Jabariyah yang meniadakan ikhtiar manusia, dan Mu'tazilah yang mengedepankan rasio di atas nash.
Menghadapi berbagai tantangan ini, para ulama Islam di generasi Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in merasa perlu untuk mengkonsolidasikan ajaran Islam yang benar dan membedakannya dari kelompok-kelompok yang menyimpang. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai para imam Ahlusunah Waljamaah, yang menyusun risalah-risalah akidah, membela Sunnah Nabi, dan membantah argumen-argumen kelompok sesat dengan dalil-dalil Al-Quran, Sunnah, dan akal sehat yang selaras dengan syariat. Di antara ulama besar yang gigih dalam mempertahankan akidah Ahlusunah Waljamaah adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Sufyan Ats-Tsauri, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan generasi setelahnya seperti Imam Al-Asy'ari dan Imam Al-Maturidi dalam bidang akidah, serta para imam madzhab dalam bidang fiqh.
Meskipun terdapat perbedaan dalam detail fiqih di antara madzhab-madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hanbali), mereka semua bersatu dalam fondasi akidah Ahlusunah Waljamaah. Perbedaan dalam fiqih adalah rahmat dan menunjukkan luasnya syariat, selama berlandaskan pada dalil-dalil yang shahih dan metodologi ijtihad yang diterima.
Pilar-Pilar Utama Ahlusunah Waljamaah
Ahlusunah Waljamaah ditegakkan di atas pilar-pilar keilmuan dan metodologi yang kokoh, memastikan kemurnian dan keautentikan ajaran Islam yang mereka anut.
1. Al-Quran Al-Karim
Al-Quran adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ, sumber hukum Islam yang utama dan tidak diragukan kebenarannya. Ahlusunah Waljamaah meyakini Al-Quran sebagai mukjizat terbesar Nabi, yang terjaga keasliannya dari segala bentuk perubahan dan penyelewengan, sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9).
Dalam memahami Al-Quran, Ahlusunah Waljamaah berpegang pada tafsir yang bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ sendiri, penjelasan para sahabat (seperti Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib), dan tabi'in yang mulia. Mereka menolak penafsiran Al-Quran yang didasarkan semata-mata pada akal tanpa dalil (ra'yu), atau penafsiran batiniah yang bertentangan dengan makna zahir ayat (ta'wil bathil). Mereka juga memahami bahwa Al-Quran adalah petunjuk yang komprehensif, mencakup akidah, syariat, akhlak, sejarah, dan ilmu pengetahuan, yang saling melengkapi dan tidak bertentangan.
Metodologi penafsiran Al-Quran menurut Ahlusunah Waljamaah selalu mengedepankan:
- Tafsir Al-Quran dengan Al-Quran: Memahami satu ayat dengan merujuk pada ayat lain yang menjelaskan.
- Tafsir Al-Quran dengan Sunnah: Sunnah Nabi adalah penjelas dan pengurai Al-Quran.
- Tafsir Al-Quran dengan Atsar Sahabat: Para sahabat adalah generasi yang paling memahami konteks dan makna turunnya ayat.
- Tafsir Al-Quran dengan Bahasa Arab: Mengingat Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab yang fasih.
Pendekatan ini menjamin bahwa pemahaman Al-Quran tetap sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya, serta terhindar dari penyimpangan interpretasi yang dapat menyesatkan umat.
2. As-Sunnah An-Nabawiyah
Sunnah adalah segala perkataan (qaul), perbuatan (fi'il), dan ketetapan (taqrir) Nabi Muhammad ﷺ. Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, berfungsi sebagai penjelas, pengurai, dan pelengkap ajaran Al-Quran. Ahlusunah Waljamaah meyakini wajibnya mengikuti Sunnah, sebagaimana firman Allah: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7).
Untuk memastikan keotentikan Sunnah, Ahlusunah Waljamaah mengandalkan ilmu hadis yang ketat, yang mencakup sanad (rantai perawi) dan matan (isi hadis). Mereka membedakan antara hadis shahih (otentik), hasan (baik), dha'if (lemah), dan maudhu' (palsu). Hanya hadis-hadis yang shahih dan hasan yang diterima sebagai hujjah dalam akidah dan syariat.
Pentingnya Sunnah tidak hanya sebagai penjelas Al-Quran, tetapi juga sebagai sumber hukum mandiri. Ada banyak hukum dan ajaran yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran, tetapi dijelaskan secara rinci dalam Sunnah, seperti tata cara salat, puasa, haji, dan berbagai aspek muamalah. Mengingkari Sunnah sama dengan mengingkari sebagian dari ajaran Islam.
Dalam memahami Sunnah, Ahlusunah Waljamaah juga menolak interpretasi yang bertentangan dengan Al-Quran, ijma' sahabat, atau akal sehat yang jernih. Mereka berhati-hati dalam menafsirkan hadis yang mutasyabihat (samar) dan selalu mengembalikannya kepada hadis-hadis muhkamat (jelas) atau kepada pemahaman ulama salaf.
3. Ijma' (Konsensus Ulama)
Ijma' adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad ﷺ pada suatu masa atas suatu hukum syariat setelah wafatnya Nabi. Ijma' merupakan salah satu sumber hukum Islam ketiga yang diakui oleh Ahlusunah Waljamaah. Kehujjahan ijma' didasarkan pada firman Allah: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An-Nisa: 115). Ayat ini mengisyaratkan bahwa mengikuti jalan selain jalan orang-orang mukmin adalah kesesatan. "Jalan orang-orang mukmin" pada hakikatnya adalah ijma' mereka.
Nabi ﷺ juga bersabda: "Umatku tidak akan bersepakat di atas kesesatan." (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi). Hadis ini menegaskan bahwa konsensus umat (melalui ulama mujtahidnya) adalah jaminan kebenaran. Ijma' biasanya terjadi pada masalah-masalah yang fundamental dan jelas dalam agama, seperti kewajiban salat lima waktu, puasa Ramadan, dan keharaman riba.
Ahlusunah Waljamaah membedakan antara ijma' yang qath'i (pasti) dan ijma' zhanni (dugaan). Ijma' qath'i, seperti ijma' sahabat, adalah hujjah yang tidak bisa dibantah. Ijma' yang terjadi setelahnya, jika memenuhi syarat-syarat tertentu, juga merupakan hujjah yang kuat.
4. Qiyas (Analogi)
Qiyas adalah menyamakan hukum suatu masalah baru yang tidak ada nash-nya secara langsung dalam Al-Quran, Sunnah, atau Ijma', dengan masalah lama yang ada nash-nya karena adanya kesamaan illat (sebab hukum) di antara keduanya. Qiyas merupakan sumber hukum Islam keempat yang digunakan oleh Ahlusunah Waljamaah, terutama dalam bidang fiqh, sebagai alat untuk mengembangkan hukum Islam sesuai dengan perkembangan zaman.
Contoh klasik qiyas adalah mengharamkan narkoba dengan mengqiyaskan pada khamr (minuman keras) karena kesamaan illat yaitu memabukkan atau menghilangkan akal. Meskipun narkoba tidak disebutkan secara eksplisit dalam nash, illat memabukkan dan merusak akal yang ada pada khamr juga ada pada narkoba, sehingga hukumnya sama.
Penggunaan qiyas harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
- Adanya hukum asal yang telah ditetapkan nash atau ijma'.
- Adanya hukum baru yang tidak ada nash-nya.
- Adanya illat hukum yang sama antara hukum asal dan hukum baru.
- Illat tersebut harus relevan dan shahih.
Ahlusunah Waljamaah menggunakan qiyas dengan sangat hati-hati dan dengan disiplin ilmu ushul fiqh yang ketat, untuk memastikan bahwa hukum yang dihasilkan tetap sejalan dengan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat) dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Keyakinan Akidah Ahlusunah Waljamaah
Akidah adalah inti dari agama Islam. Ahlusunah Waljamaah memiliki keyakinan yang jelas dan kokoh berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, yang dikenal sebagai 'aqidah ahlus sunnah wal jama'ah atau 'aqidah salaf. Keyakinan ini mencakup enam rukun iman dan detail-detailnya.
1. Iman kepada Allah
Ini adalah rukun iman yang paling fundamental, mencakup keyakinan akan keesaan Allah (Tauhid) dalam tiga aspek:
- Tauhid Rububiyah: Keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Pengatur, Pemberi Rezeki, dan Penguasa alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam mengatur segala urusan.
- Tauhid Uluhiyah: Keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak disembah dan diibadahi. Semua bentuk ibadah (salat, puasa, zakat, haji, doa, tawakal, nazar, kurban, dll.) hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ahlusunah Waljamaah menolak segala bentuk syirik, baik syirik akbar (besar) maupun syirik ashghar (kecil).
- Tauhid Asma wa Sifat: Keyakinan bahwa Allah memiliki nama-nama yang indah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat yang sempurna, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Ahlusunah Waljamaah menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana adanya, tanpa tahrif (mengubah), ta'thil (meniadakan), takyif (mengilustrasikan bagaimana), atau tamtsil (menyerupakan dengan makhluk). Mereka berkeyakinan bahwa Allah "tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura: 11).
Dalam memahami sifat-sifat Allah, Ahlusunah Waljamaah bersikap moderat antara kelompok yang meniadakan sifat (seperti Mu'tazilah) dan kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhluk (seperti Musyabbihah).
2. Iman kepada Malaikat
Ahlusunah Waljamaah meyakini keberadaan malaikat sebagai makhluk gaib yang diciptakan dari cahaya, senantiasa taat kepada Allah, tidak pernah durhaka, dan menjalankan tugas-tugas yang diperintahkan. Kita mengimani malaikat secara umum dan juga yang disebutkan namanya dalam Al-Quran dan Sunnah, seperti Jibril (pembawa wahyu), Mikail (pengatur hujan dan rezeki), Israfil (peniup sangkakala), dan Izrail (malaikat maut), serta malaikat pencatat amal (Raqib dan Atid) dan penjaga surga dan neraka.
3. Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Ahlusunah Waljamaah meyakini bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab suci kepada para nabi dan rasul-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia. Kita mengimani secara umum keberadaan kitab-kitab tersebut dan secara khusus Al-Quran, Taurat (kepada Nabi Musa), Zabur (kepada Nabi Daud), dan Injil (kepada Nabi Isa). Kita meyakini bahwa hanya Al-Quran yang terjaga keasliannya hingga hari kiamat, sedangkan kitab-kitab sebelumnya telah mengalami perubahan (tahrif) oleh tangan manusia.
4. Iman kepada Rasul-Rasul Allah
Ahlusunah Waljamaah meyakini bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia, membimbing mereka ke jalan yang lurus dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Kita mengimani semua rasul yang disebutkan dalam Al-Quran dan juga secara umum rasul-rasul lain yang tidak disebutkan namanya. Kita meyakini bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah rasul terakhir dan penutup para nabi, risalahnya bersifat universal untuk seluruh umat manusia, dan tidak ada nabi atau rasul setelahnya.
Iman kepada rasul juga mencakup keyakinan bahwa mereka adalah manusia pilihan, maksum (terjaga dari dosa besar), dan menyampaikan risalah Allah dengan amanah, tanpa mengurangi atau menambahinya. Mereka adalah teladan terbaik bagi umat manusia.
5. Iman kepada Hari Akhir
Ahlusunah Waljamaah meyakini dengan pasti akan datangnya Hari Kiamat, hari di mana seluruh alam semesta akan hancur dan kemudian dibangkitkan kembali untuk dihisab amal perbuatannya. Iman kepada Hari Akhir mencakup keyakinan terhadap:
- Tanda-tanda Kiamat: Baik yang kecil maupun yang besar, seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi Isa, keluarnya Ya'juj dan Ma'juj, terbitnya matahari dari barat, dan lain-lain.
- Kehidupan Setelah Mati: Seperti alam kubur, nikmat dan azab kubur.
- Hari Kebangkitan (Ba'ats): Seluruh manusia akan dibangkitkan dari kubur.
- Padang Mahsyar: Tempat berkumpulnya seluruh manusia untuk dihisab.
- Hisab (Perhitungan Amal): Setiap amal perbuatan akan dihitung secara adil.
- Mizan (Timbangan Amal): Amal kebaikan dan keburukan akan ditimbang.
- Ash-Shirath (Jembatan): Jembatan di atas neraka menuju surga.
- Telaga Nabi (Haudh): Telaga khusus bagi umat Nabi Muhammad ﷺ.
- Syafa'at: Pertolongan Nabi Muhammad ﷺ dan orang-orang saleh dengan izin Allah.
- Surga dan Neraka: Tempat balasan abadi bagi orang beriman dan orang kafir.
Keyakinan ini memotivasi seorang Muslim untuk beramal saleh dan menjauhi kemaksiatan, karena sadar akan adanya pertanggungjawaban di hadapan Allah.
6. Iman kepada Qada' dan Qadar (Ketentuan dan Takdir Allah)
Ahlusunah Waljamaah meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, baik kebaikan maupun keburukan, telah ditetapkan dan diketahui oleh Allah sejak azali. Iman kepada Qada' dan Qadar mencakup empat tingkatan:
- Al-Ilm (Pengetahuan): Allah Maha Mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi.
- Al-Kitabah (Pencatatan): Allah telah mencatat semua takdir di Lauhul Mahfuzh.
- Al-Masyi'ah (Kehendak): Tidak ada sesuatu pun yang terjadi melainkan atas kehendak Allah.
- Al-Khalq (Penciptaan): Allah adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk perbuatan hamba-Nya.
Namun, Ahlusunah Waljamaah juga menegaskan bahwa keimanan kepada takdir tidak menghilangkan kebebasan ikhtiar (pilihan) manusia dan tanggung jawabnya atas perbuatannya. Manusia memiliki kehendak dan kemampuan untuk memilih, dan atas dasar pilihan itulah ia akan dihisab. Allah telah memberikan akal, syariat, dan bimbingan, sehingga manusia bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya. Keyakinan ini berbeda dengan Jabariyah (yang meniadakan ikhtiar manusia) dan Qadariyah (yang menafikan takdir Allah).
Manhaj Ahlusunah Waljamaah
Manhaj (metodologi) Ahlusunah Waljamaah adalah cara mereka dalam memahami, mengamalkan, dan mendakwahkan Islam. Manhaj ini bersifat komprehensif, meliputi aspek keilmuan, akidah, akhlak, dan sosial.
1. Berpegang Teguh pada Pemahaman Salafus Shalih
Salafus Shalih adalah generasi terbaik umat Islam, yaitu para Sahabat Nabi, Tabi'in (generasi setelah sahabat), dan Tabi'ut Tabi'in (generasi setelah tabi'in). Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim). Ahlusunah Waljamaah menjadikan pemahaman mereka sebagai rujukan utama dalam menafsirkan Al-Quran dan Sunnah, terutama dalam masalah-masalah akidah dan manhaj. Hal ini karena mereka adalah generasi yang paling dekat dengan Nabi, menyaksikan turunnya wahyu, dan diajari langsung oleh Nabi.
Mengikuti pemahaman salaf bukan berarti menolak ijtihad ulama kontemporer, melainkan memastikan bahwa ijtihad tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang telah diletakkan oleh salafus shalih. Ini adalah filter untuk menjaga agama dari penyimpangan dan inovasi yang tidak berdasar.
2. Mengutamakan Dalil daripada Akal atau Perasaan
Ahlusunah Waljamaah menempatkan Al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama di atas segala-galanya. Akal sehat dihormati dan digunakan untuk memahami dalil, namun tidak untuk menentang atau menafsirkan dalil secara batil. Apabila ada pertentangan antara dalil yang shahih dengan akal, maka dalil harus diutamakan, karena akal manusia terbatas dan bisa keliru, sementara wahyu Allah adalah kebenaran mutlak.
Mereka juga menolak untuk mengikuti hawa nafsu, perasaan pribadi, atau tradisi yang bertentangan dengan syariat. Semua ibadah dan keyakinan harus berlandaskan dalil yang jelas dari Al-Quran dan Sunnah.
3. Moderasi (Wasatiyyah) dalam Beragama
Islam adalah agama yang moderat, tidak ekstrem ke kanan maupun ke kiri. Ahlusunah Waljamaah senantiasa berpegang pada prinsip wasatiyyah, menjauhi ghuluw (berlebihan) dan tafrith (meremehkan) dalam segala aspek agama. Ini terlihat dalam:
- Akidah: Tidak mengkafirkan Muslim tanpa dalil yang kuat, tidak memuja manusia (termasuk nabi dan wali) secara berlebihan.
- Ibadah: Menjalankan ibadah sesuai Sunnah, tidak menambah-nambah (bid'ah) atau mengurangi.
- Muamalah: Berinteraksi dengan manusia lain dengan adil, santun, dan toleran, tanpa meremehkan hukum syariat.
- Dakwah: Menyampaikan kebenaran dengan hikmah, nasihat yang baik, dan dialog yang santun.
Moderasi ini menjadikan Ahlusunah Waljamaah sebagai jalan tengah yang menjaga keseimbangan antara hak Allah dan hak manusia, antara dunia dan akhirat, serta antara akal dan wahyu.
Simbol timbangan yang menunjukkan keadilan dan moderasi (wasatiyyah) dalam manhaj Ahlusunah Waljamaah.
4. Pentingnya Ilmu dan Sanad
Ahlusunah Waljamaah sangat menekankan pentingnya ilmu yang bersumber dari guru-guru yang terpercaya (sanad). Ilmu agama tidak dapat dipelajari hanya dari buku atau internet tanpa bimbingan ulama yang mumpuni. Sanad ilmu memastikan mata rantai pengetahuan yang bersambung hingga Rasulullah ﷺ, menjaga orisinalitas dan kebenaran ajaran dari distorsi.
Tradisi keilmuan ini menghargai hafalan, pemahaman mendalam, dan transmisi ilmu dari generasi ke generasi. Hal ini berbeda dengan kelompok-kelompok yang mengandalkan pemahaman sendiri tanpa dasar ilmu yang kuat, yang seringkali berujung pada penyimpangan.
5. Persatuan Umat dan Ketaatan kepada Pemimpin Muslim
Ahlusunah Waljamaah sangat menjunjung tinggi persatuan umat Islam dan menghindari perpecahan. Mereka berkeyakinan bahwa ketaatan kepada pemimpin Muslim (selama tidak memerintahkan maksiat) adalah bagian dari ajaran Islam, demi menjaga stabilitas dan keamanan umat. Mereka menolak pemberontakan terhadap penguasa Muslim yang sah, karena hal itu dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar.
Meskipun demikian, mereka juga menekankan kewajiban menasihati pemimpin dengan cara yang baik dan bijaksana, serta tidak meninggalkan kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) dengan cara yang syar'i.
Perbedaan Ahlusunah Waljamaah dengan Kelompok Lain
Sebagai identitas mayoritas Muslim yang komitmen pada ajaran otentik, Ahlusunah Waljamaah memiliki perbedaan fundamental dengan beberapa kelompok lain yang muncul dalam sejarah Islam:
1. Khawarij
Khawarij adalah kelompok yang muncul setelah peristiwa Tahkim (arbitrase) antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Ciri utama mereka adalah:
- Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar: Mereka meyakini bahwa seorang Muslim yang melakukan dosa besar (seperti zina, mencuri, minum khamr) adalah kafir dan kekal di neraka. Ahlusunah Waljamaah berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar (selain syirik) tetap Muslim, imannya berkurang, dan urusannya di tangan Allah (bisa diampuni atau diazab sesuai keadilan-Nya, namun tidak kekal di neraka jika mati di atas iman).
- Menghalalkan Darah Kaum Muslimin: Karena menganggap kafir, mereka menghalalkan penumpahan darah kaum Muslimin yang tidak sepaham dengan mereka.
- Pemberontakan terhadap Penguasa: Mereka sangat mudah memberontak terhadap penguasa Muslim yang mereka anggap tidak adil atau kafir.
Ahlusunah Waljamaah menolak semua prinsip ini, menganggapnya sebagai bentuk ekstremisme yang bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah serta merusak persatuan umat.
2. Syi'ah
Syi'ah adalah kelompok yang menonjolkan kecintaan berlebihan kepada keluarga Nabi (Ahlul Bait) dan meyakini bahwa kepemimpinan (Imamah) hanya sah melalui jalur keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Perbedaan utamanya dengan Ahlusunah Waljamaah adalah:
- Imamah: Syi'ah meyakini Imamah sebagai rukun iman dan percaya bahwa imam-imam mereka adalah maksum (suci dari dosa) serta memiliki pengetahuan gaib. Ahlusunah Waljamaah meyakini bahwa kepemimpinan adalah urusan politik yang diserahkan kepada umat untuk memilih pemimpin terbaik, dan tidak ada manusia yang maksum selain para nabi.
- Sahabat Nabi: Syi'ah secara terbuka mencaci maki dan mengkafirkan sebagian besar Sahabat Nabi, terutama Abu Bakar, Umar, dan Utsman, serta Aisyah. Ahlusunah Waljamaah menghormati semua Sahabat, menganggap mereka sebagai generasi terbaik, dan mencintai mereka semua, meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang telah diridai Allah.
- Al-Quran: Beberapa sekte Syi'ah, terutama Syi'ah Imamiyah Isna Asyariyah (mayoritas Syi'ah saat ini), memiliki keyakinan bahwa Al-Quran yang ada sekarang telah diubah atau tidak lengkap. Ahlusunah Waljamaah meyakini bahwa Al-Quran yang ada di tangan kita adalah mutawatir dan terjaga keasliannya dari awal hingga akhir.
- Taqiyah: Syi'ah memperbolehkan bahkan menganjurkan 'taqiyah' (menyembunyikan keyakinan yang sebenarnya jika dalam bahaya), yang dalam beberapa kasus bisa berarti berdusta. Ahlusunah Waljamaah hanya membolehkan hal itu dalam keadaan darurat yang ekstrem.
Perbedaan ini adalah fundamental dan mencakup akidah serta sumber-sumber hukum.
3. Mu'tazilah
Mu'tazilah adalah kelompok rasionalis yang mengedepankan akal di atas dalil nash dalam menafsirkan agama. Keyakinan mereka yang menonjol adalah:
- Lima Prinsip Utama (Al-Ushul Al-Khamsah): Tauhid (dengan menafikan sifat Allah), Keadilan (dengan menafikan takdir), Manzilah baina Manzilatain (posisi antara dua posisi, bagi pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir), Pelaksanaan Janji dan Ancaman Allah (wajib bagi Allah untuk menepati janji surga dan ancaman neraka), dan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar (dengan pemahaman yang ekstrem).
- Penolakan Sifat Allah: Mereka menafsirkan sifat-sifat Allah secara metaforis atau menolaknya sama sekali, karena khawatir terjatuh dalam tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk). Ahlusunah Waljamaah menetapkan sifat-sifat Allah sesuai zahir nash tanpa tahrif, ta'thil, takyif, maupun tamtsil.
- Penolakan Takdir: Mereka meyakini bahwa manusia sepenuhnya bebas berkehendak dan berbuat, sehingga menolak bahwa Allah telah menakdirkan perbuatan manusia (mirip Qadariyah).
Ahlusunah Waljamaah mengkritik Mu'tazilah karena terlalu mengedepankan akal dan menafikan banyak dalil shahih, serta menyimpang dalam pemahaman sifat Allah dan takdir.
4. Murji'ah
Murji'ah adalah kelompok yang berkeyakinan bahwa iman hanyalah pembenaran dalam hati (dan sebagian mengatakan pengucapan lisan saja), tanpa harus disertai amal perbuatan. Mereka meyakini bahwa dosa tidak akan membahayakan iman, dan amal shaleh tidak akan bermanfaat jika tanpa iman. Akibatnya, mereka meremehkan amal perbuatan dan bahaya dosa.
Ahlusunah Waljamaah berkeyakinan bahwa iman adalah perkataan hati, pengakuan lisan, dan pembuktian dengan amal perbuatan. Iman bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Amal adalah bagian tak terpisahkan dari iman.
Dengan demikian, Ahlusunah Waljamaah memposisikan diri sebagai jalan tengah yang lurus, menjaga ajaran Islam dari ekstremisme Khawarij, penyimpangan Syi'ah, rasionalisme Mu'tazilah, dan peremehan Murji'ah, serta berbagai aliran sesat lainnya.
Relevansi Ahlusunah Waljamaah di Era Modern
Di tengah hiruk pikuk globalisasi, kemajuan teknologi, dan kompleksitas tantangan modern, Ahlusunah Waljamaah tetap relevan dan bahkan semakin penting sebagai panduan bagi umat Islam.
1. Menjaga Stabilitas dan Persatuan Umat
Di saat dunia Muslim kerap dilanda konflik dan perpecahan, manhaj Ahlusunah Waljamaah yang menekankan persatuan, moderasi, dan ketaatan kepada pemimpin (dalam perkara yang ma'ruf) menjadi krusial. Ia mencegah ekstremisme, radikalisme, dan sektarianisme yang dapat merusak tatanan sosial dan keamanan. Dengan berpegang pada satu pemahaman dasar, umat Islam dapat meminimalisir perselisihan yang tidak substansial dan fokus pada masalah-masalah yang lebih besar.
2. Menangkal Paham-Paham Menyimpang dan Ekstremisme
Munculnya berbagai kelompok yang menafsirkan Islam secara menyimpang, baik yang ekstrem dalam kekerasan (terorisme) maupun yang liberal dalam menolak syariat, adalah ancaman serius. Ahlusunah Waljamaah dengan metodologi keilmuannya yang kokoh, mampu menjadi benteng dari penyimpangan tersebut. Dengan kembali kepada pemahaman salafus shalih, umat Islam dapat membedakan antara ajaran Islam yang murni dengan ideologi-ideologi sesat yang mengatasnamakan Islam.
Ahlusunah Waljamaah mengajarkan tentang pentingnya keadilan, kasih sayang, dan toleransi, yang jauh dari pemahaman sempit dan kekerasan yang kerap dikaitkan dengan beberapa kelompok ekstremis. Ia menolak doktrin takfiri (pengkafiran) yang mudah, dan mengajarkan dialog serta dakwah dengan hikmah.
3. Panduan dalam Menghadapi Tantangan Kontemporer
Isu-isu seperti etika bioteknologi, ekonomi syariah, lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan hubungan antaragama, membutuhkan ijtihad yang mendalam dari ulama. Manhaj Ahlusunah Waljamaah, dengan prinsip-prinsip ushul fiqh dan maqashid syariah yang dimilikinya, menyediakan kerangka kerja yang kuat untuk melakukan ijtihad ini. Ia memungkinkan para ulama untuk menemukan solusi Islam yang relevan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar agama.
Misalnya, dalam ekonomi syariah, prinsip-prinsip keadilan, larangan riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (judi) yang diajarkan oleh Ahlusunah Waljamaah menjadi fondasi bagi sistem keuangan yang etis dan berkelanjutan.
4. Memperkuat Identitas Muslim Global
Di era di mana identitas kerap tercampur dan terdistorsi, Ahlusunah Waljamaah menawarkan identitas Muslim yang jelas, yang berakar pada tradisi, namun juga dinamis dan terbuka terhadap kemajuan. Ia mendorong umat Islam untuk bangga dengan agamanya, memahami nilai-nilainya, dan berkontribusi positif bagi peradaban dunia.
Ahlusunah Waljamaah mendorong umat untuk menjadi duta kebaikan Islam, menunjukkan akhlak mulia dan menjadi rahmat bagi sekalian alam, sebagaimana misi utama Nabi Muhammad ﷺ.
Kesimpulan
Ahlusunah Waljamaah bukanlah sebuah sekte atau kelompok eksklusif, melainkan adalah esensi dari Islam yang lurus, yang diwariskan oleh Nabi Muhammad ﷺ kepada umatnya. Ia adalah mayoritas umat Muslim yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah, dengan pemahaman yang konsisten dengan generasi salafus shalih.
Pilar-pilar keilmuannya yang meliputi Al-Quran, As-Sunnah, Ijma', dan Qiyas, serta keyakinan akidah yang kokoh berdasarkan enam rukun iman, menjadikannya fondasi yang tak tergoyahkan bagi umat Islam. Manhajnya yang moderat, mengutamakan dalil, menghargai ilmu dan sanad, serta menjaga persatuan umat, adalah model ideal bagi kehidupan beragama.
Di tengah kompleksitas dan tantangan zaman, berpegang teguh pada Ahlusunah Waljamaah adalah sebuah keharusan. Ini adalah jalan menuju kebenaran, persatuan, dan kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua untuk tetap istiqamah di atas jalan Ahlusunah Waljamaah.